Sinopsis Bupphae Saniwaat Episode 4 - 1

 Sinopsis Bupphae Saniwaat Episode 4 - 1


Kade menangis di luar. Semua kejadian barusan benar-benar membuatnya merindukan keluarganya. "Kenapa aku ada di sini? Tolong bawa aku pulang."

Pin bingung. "Anda bilang apa, Nona?"

"Aku rindu rumah. Aku ingin pulang. Aku tidak ingin tinggal di sini lagi." Tangis Kade tanpa menyadari Por Date sebenarnya ada di belakang dan tampak prihatin mendengar isak tangisnya.

Mengira yang Kade maksud adalah pulang ke Songkrae, Yam tidak mengerti kenapa Kade ingin pulang ke sana. Di sana kan cuma ada orang-orang yang suka menyiksa orang lain.

"Aku rindu ibuku. Aku rindu nenekku."

Pin jadi ikut sedih mendengar tangisannya. Yam benar-benar heran, selama ini dia tidak pernah melihat Karakade menangis. Biasanya dia malah...

"Aku membuat orang lain menangis, kan?" Duga Kade.

"Ya, jao ka."

"Aku akan melakukan derma untuk Ee Dang dan..."

"Dan siapa, jao ka?"

"Untuk diriku sendiri. Siapa tahu dermaku bisa memberkatiku untuk kembali ke..." Kade benar-benar-benar tak sanggup melanjutkannya lagi.


Por Date menasehati Kade untuk menerima saja keadaannya yang sekarang, jangan memikirkan masa lalu karena hal itu sama sekali tidak berfaedah.

"Orang tua yang telah meninggal dunia, tak peduli seberapa banyak kau merindukan mereka, mereka tidak akan pernah kembali. Hal itu hanya akan membuat arwah mereka merasa terbebani karena khawatir." Nasehat Por Date.

Dia lalu mengajak Kade kembali ke dalam karena biksu sudah mulai membacakan doa-doa. Saat Kade menuang air sucinya, dalam hatinya dia meniatkan derma kali ini untuk Dang dan juga untuk Karakade.

 

Saat dia pulang tak lama kemudian dan kembali ke kamarnya, tiba-tiba saja dia mendengar suara Karakade memanggilnya. Kade jelas bingung karena tidak melihat Karakade.

Tapi saat pandangan matanya jatuh ke cermin, tiba-tiba dia melihat penampakan Karakade di dalam cermin itu. Kade senang bisa melihatnya lagi, rasanya menyenangkan bisa mendengar seseorang memanggil nama aslinya. Dia bahkan hampir lupa dengan namanya sendiri.

"Kau ada di mana? Datanglah untuk ngobrol."

"Aku tidak punya raga. Seperti inilah aku sekarang."

"Benar juga. Di dalam ragamu, ada rohku di dalamnya."


Karakade mengaku kalau dia datang untuk berterima kasih atas derma yang Kade kirimkan untuknya. Derma yang Kade lakukan untuknya membuatnya merasa dingin dan nyaman.

"Biasanya tidak?" Bingung Kade.

Seolah menjawab pertanyaannya, tampak api neraka yang sangat panas yang menyelubungi Karakade. "Aku tersiksa. Rasanya sangat menyiksa. Kadesurang, tolong aku. Bagaimanapun, kita adalah..."

(Apa? Apa?) Tapi Karakade tak sempat melanjutkannya karena tiba-tiba saja bayangannya menghilang begitu saja. Kade langsung protes berusaha memanggil-manggil Karakade untuk kembali.


Untung saja dia tidak menyebut nama Karakade karena Por Date muncul di sana saat itu juga. Kade tidak menyadari kehadirannya awalnya... sampai saat dia melihat ke cermin dan langsung males banget melihatnya. "Thun... Meun."

"Khun P'!"

"Iya, Khun P'. Ada apa, anda yang datang tanpa bersuara dan mengagetkanku?"

"Bisa tidak kau bicara seperti orang normal?!"

"Salah lagi."

Por Date penasaran, dia bicara dengan siapa barusan? Kade berbohong menyangkal, tidak ada siapa-siapa kok di sini. Por Date tidak percaya, jelas-jelas dia mendengar Kade bicara barusan. Tapi dia tidak mendengar suara orang lain.


"Karena tidak ada siapa-siapa."

"Kau jelas bicara."

"Iya, aku bicara."

"Pada siapa?"

"Pada diriku sendiri."

Por Date jelas masih belum bisa percaya, tapi dia tidak bisa membantah lagi. Puas, Kade pun langsung masuk kamar. Tapi begitu Por Date pergi, dia langsung keluar kamar lagi.

 

Dia masih cemas, soalnya Por Date kan suka mendadak muncul. Untuk memastikan Por Date benar-benar pergi, dia melangkah ke depan... tepat saat Por Date mendadak muncul di sana dan langsung canggung mendapati dirinya ketahuan. Hehe.

Kade langsung balik badan sambil bergumam nyinyir. "Sudah kuduga."

 

Tapi saat dia berbalik kembali, Por Date malah sudah tidak ada lagi di. Apa-apaan dia itu, mendadak datang lalu mendadak hilang lagi.

Masih curiga, Kade mencoba mengintip mencari-cari keberadaan di depan... tanpa menyadari kalau Por Date sebenarnya ada di belakangnya, sama-sama sedang mencari Kade juga. LOL!

Tak menemukan orang yang mereka cari, mereka pun berbalik secara bersamaan dan langsung kaget melihat satu sama lain di sana. Kade sontak menatapnya dengan tatapan menantang yang membuat Por Date jadi semakin malu lalu buru-buru pergi.


Saat dia keluar menemui Ayah dan Khun Ying, Khun Ying langsung mengkonfrontasi perbuatannya barusan. Katanya dia bicara pada dirinya sendiri?

Yah, siapa lagi pengadunya kalau bukan Por Date. Kade sontak melempar tatapan kesal padanya. Tapi terpaksa dia harus mengakuinya.

"Bicara pada hantu dan arwah rumah ini?" Nyinyir Khun Ying.

"Tidak, jao ka."

Khun Ying tak percaya dan langsung mengadu ke suaminya. Ayah dengan bijak meminta Kade untuk tidak melakukan hal seperti itu lagi mulai sekarang, karena perbuatannya itu membuat para pelayan ketakutan.

"Takut apa, Paman?"

"Bisa tidak kau berhenti membantah sekali saja, Mae Karakade?" Kesal Khun Ying. "Selama 7 hari nanti, aku akan pergi ke Muang Lavo."

Mendengar itu, Kade langsung antusias minta ikut. Tapi Khun Ying sontak menjawabnya dengan pelototan tajam. Kade kecewa. Apalagi Khun Ying langsung pergi saat itu juga... dan tentu saja, terlebih dahulu ia mewanti-wanti Kade untuk tidak membuat masalah yang memalukan selama ia tidak ada di rumah.


Khun Ying pun pergi dengan diantarkan Por Date dan Kade hanya bisa menatap kepergiannya dengan wajah melas. Ayah sampai geli melihat wajahnya.

"Aku belum pernah pergi ke Muang Lavo, Paman."

Untuk mengobati kekecewaan Kade, Ayah mengajak Kade untuk ikut dengannya agar Kade bisa membaca. Ayah dengar kalau Kade bisa membaca.

Tapi saat Kade hendak mengikuti Ayah, dia mendengar Por Date kembali lalu memerintahkan Joi untuk menyiapkan perahu, dia akan pergi dalam 5 baht. Kade jelas bingung dengan kalimat terakhir Por Date itu.


Penasaran, dia mencoba menanyakan masalah itu ke Ayah. Tapi pertanyaannya malah membuat Ayah menatapnya dengan keheranan.

Canggung, Kade lagi-lagi menyalahkan mantra bulan sebagai kambing hitam yang telah membuatnya lupa dengan segala hal.

Alih-alih memberinya jawaban, Ayah malah menyuruhnya untuk memikirkannya sendiri. Ia lalu kembali menekuni buku yang ditulisnya... Buku yang sontak menarik perhatian Kade. Dia mengenali buku itu, Buku Jindamanee (buku literatur Thai kuno).

"Itu buku Literatur Jindamanee. Itu literatur yang Paman tulis, kan?"

"Bicaramu aneh sekali?" Heran Ayah.

"Saya tahu anda gurunya Nai Luang (Raja). Anda yang menulis buku ini sebagai buku tata bahasa pertama di Thailand."

"Kau sebut Khun Luang (Raja) sebagai apa?"

"Nai Luang, jao ka."

"Nai Luang? Aku tidak pernah mendengar siapapun menyebut Paduka sebagai Nai Luang. Biasanya hanya Khun Luang. Tapi (kata) itu masih bisa dimengerti."


Kade antusias minta izin untuk membaca buku itu. Tidak masalah, Ayah pun memberinya satu buah buku sebelum kemudian kembali menulis. Kade senang bukan main dan langsung membaca buku itu.

"Ini sama." Celetuk Kade sakinga antusiasnya.

Ayah penasaran apa maksudnya. "Sama dengan apa?"

"Sama dengan apa yang pernah saya lihat."

Ayah jadi salah paham mengira ada orang di kampung halamannya Karakade yang menyalin karya literaturnya ini. Kade diam saja membiarkan Ayah berpikir begitu, tapi dia memperhatikan huruf-huruf di buku ini tidak lengkap. Ayah tambah bingung mendengarnya. Semua huruf sudah tertulis di situ.

"Seharusnya ada 44 huruf. Tapi di sini cuma ada 37 huruf. Huruf yang hilang juga aneh." Kade lalu dengan santainya menyebutkan sisa huruf-huruf lainnya yang tampak jelas tidak dikenali oleh Ayah. (Mungkin karena ke-7 huruf yang hilang itu adalah aksara modern dan belum ada di masa Ayutthaya)

Begitu menyadari tatapan heran Ayah, dia lagi-lagi mengkambinghitamkan mantra bulan sebagai penyebabnya. Dia salah ingat gara-gara mantra bulan. Entah apakah Ayah percaya atau tidak, ia memang tidak membahasnya lebih jauh tapi tampak jelas ia merasa aneh tentang Kade.


Por Date yang tadi melihat Kade masuk ke ruang kerja ayahnya, bukannya pergi sesuai rencananya, malah terus berdiri di depan sambil menatap ruang kerja ayahnya. Mungkin penasaran Kade lagi ngapain di dalam. Bahkan saat Joi mengingatkannya bahwa sekarang sudah 5 baht, dia malah kesal sama Joi. Pfft! Joi jadi serba salah.


Tapi saat Kade keluar dari ruang kerja Ayah tak lama kemudian, Por Date sudah pergi. Masih penasaran dengan arti kata 5 baht tadi, Kade memutuskan untuk keluar ke dapur mencari kedua pelayannya.

Tapi setibanya di sana, dia menyadari semua pelayan di sana sengaja menghindarinya. Mereka bahkan terang-terangan menatapnya seolah dia setan yang wajib dibenci.

"Lihatlah, Karakade. Berapa lama lagi orang-orang akan menatapku dengan pandangan mata itu."

Tapi kebencian mereka pada Karakade cukup beralasan. Dulu, Karakade benar-benar kejam pada mereka. Pernah suatu hari beberapa pelayan dapur menolak memasak makanan yang Karakade inginkan, dan Karakade langsung menyiksa mereka dengan sangat kejam.

Bersambung ke part 2

Post a Comment

2 Comments

Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam