Melihat Rumpa hendak keluar rumah, Bibi Pon langsung memperingatkannya untuk tidak menimbulkan masalah lagi. Rumah ini adalah rumahnya seorang, orang tuanya mewariskan rumah ini hanya padanya seorang, bukan pada mendiang Suaminya Rumpa, jadi Rumpa tidak punya hak apa pun di rumah ini.
"Kau sangat kasar!" bentak Rumpa tidak terima.
"Ini tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang kau katakan kepada putrimu pagi ini. Jangan bertindak seolah-olah ini terlalu berat untuk ditangani. Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu di masa lalu sebelum kau bertemu dengan Pong (mendiang Ayahnya Fah), dan aku tidak peduli juga, tapi aku membiarkanmu hanya karena aku mencintai keponakanku dan kasihan padanya. Kau jahat pada Pong, tapi aku tidak akan membiarkanmu menyakiti Fah juga. Dia sudah cukup menderita. Kau adalah ibunya, jadi bersikaplah seperti seorang ibu. Aku tidak peduli ke mana kau mau pergi. Sebenarnya, alangkah baiknya jika kau tidak kembali. Aku hanya mengkhawatirkan keponakanku, Fah terlalu baik untuk ibu sepertimu. Jangan biarkan aku melihatmu memperlakukan dia seperti yang kau lakukan pagi ini lagi."
Kesal, Rumpa akhirnya pergi ke istana Dhevaprom. Begitu melihat ayahnya panas-panasan di atas loteng, Rumpa yang sedari tadi kesal, langsung melampiaskan kekesalannya dengan mengomeli dan memarahi pelayan.
Padahal ini juga bukan masalah serius, ayahnya cuma berjemur atas saran Kakaknya Rumpa, Ked, tapi Rumpa malah marah habis-habisan seolah ayahnya bakalan mati terpanggang matahari.
Setelah itu, dia kembali ke kamar lamanya yang sudah lama dia tinggalkan. Namun saat Ayah masuk kamarnya tak lama kemudian, Ayah malah mendapati kamar itu sudah kosong.
Rumpa sudah pergi lagi dengan hanya meninggalkan secarik pesan yang sontak membuat Ayah shock dan cemas sehingga ia langsung menyuruh pelayan untuk menghubungi Ked, karena ternyata pesan itu berisi kutukan dan rencana Rumpa untuk menghancurkan Keluarga Jutathep.
Pekerjaan mereka hari ini selesai setelah berdiskusi dengan para warga. Kanlaya masih berusaha untuk mengusulkan agar Meena tetap tinggal, tapi tetap ditolak mentah-mentah sama Petch. Malah, Petch langsung mengajak Fah pergi bersamanya.
Meena dan Kanlaya jadi semakin kesal sama Fah. Tapi menurut Kanlaya, Meena juga salah sih, Meena mau mengejar Petch, tapi tidak mau usaha.
Fah bisa membantu pekerjaan Petch, sedangkan Meena tidak bisa apa-apa selain berdandan. Dia tidak bisa membantu apa-apa sampai-sampai petch bahkan tidak bisa mengingat namanya sampai sekarang. Tapi lihat saja nanti, Kanlaya tidak akan membiarkan Fah begitu saja.
Sekarang akhirnya mereka berdua saja, Fah penasaran apakah menurut Petch ada orang di balik masalah ini? Menurut Fah, jelas ada korupsi yang melibatkan banyak orang dalam masalah ini.
Tentu saja Petch juga berpikiran sama sepertinya, tapi sekarang ini mereka tidak memiliki bukti apa pun yang bisa dia gunakan untuk melawan para pelakunya.
"Artinya anda tahu siapa dalang di balik ini? Dan tahukah anda apa hubungan antara Kanlaya dan Kosol?" tanya Fah.
"Aku tidak tahu. Aku tidak pernah melihat latar belakang mereka. Apa kau menemukan sesuatu?"
"Aku mendengar mereka berbicara dan sepertinya mereka terlibat bersama. Mereka juga tampaknya sangat mengenal satu sama lain."
"Terima kasih telah memperhatikan aku dan perusahaan. Tapi jangan menempatkan dirimu dalam bahaya. Mengerti, tidak? Aku tidak ingin harus mengkhawatirkanmu."
Fah tersipu malu mendengarnya. Dia langsung beralih topik memberitahu Petch bahwa dia akan menginap di rumah temannya malam ini, tapi Petch mengaku bahwa dia sudah memesan kamar untuk Fah.
Dia perlu mendiskusikan pekerjaan dengan Fah. Makanya Petch mengusulkan agar Fah mengajak temannya untuk menginap di hotel saja bersamanya.
Karena acara menginap ini dadakan, jadi Petch mengajak Fah untuk berbelanja bersamanya. Setelah itu, mereka makan bersama di warung kesukaannya Fah.
"Apa kau tidak ingin mengunjungi rumahmu?" tanya Petch.
"Aku sudah menyewakannya. Aku tidak ingin membiarkannya kosong."
"Kenapa kau tidak memberitahuku sedikit tentang dirimu."
"Tidak ada yang menarik. Aku hanyalah seorang gadis dari pedesaan."
"Tidak. Pasti ada sesuatu. Kita semua memiliki kenangan. Katakan saja, aku ingin mendengarnya."
"Ingatanku terbagi menjadi dua periode. Ketika ayahku masih hidup dan setelah dia meninggal."
Saat ayahnya masih hidup, segalanya serba indah. Ayahnya suka mengajaknya jaan-jalan dan mengajarinya berbagai hal, termasuk mengajarinya berbahasa Inggris. Namun kemudian Ayahnya meninggal dunia saat terjadi hujan deras, itulah sebabnya dia benci dengan hujan. Kehilangan dia benar-benar tidak mudah bagi Fah, bahkan sampai sekarang.
Usai makan malam, mereka lanjut beli jajanan. Mereka memang serasi banget, makanya si penjual mengira mereka sepasang kekasih. Petch senang banget dan tidak repot-repot mengoreksi mereka.
Seperti biasanya, Fah sangat menikmati makanannya sampai-sampai dia malah tidak menyisakan untuk Petch. Fah sudah menceritakan masa kecilnya, jadi sekarang giliran Petch yang bercerita tentang betapa kacaunya masa kecilnya. Maklum, dia punya adik cewek dan saudara sepupunya banyak, dan mereka semua selalu mengikutinya.
Berhubung dia yang paling tua, jadi kalau para sepupunya melakukan kesalahan, dia yang kena marah dan harus bertanggung jawab. Dia bisa dimarahi puluhan kali dalam sehari gara-gara mereka.
Tentu saja dia pernah marah pada mereka, tapi Ayah dan Nenek Orn selalu bilang padanya bahwa dia harus berkorban untuk mereka dan menjaga mereka karena dia yang tertua.
"Kedengarannya menyenangkan. Aku anak tunggal, jadi aku kesepian."
"Kadang-kadang, aku ingin menjadi anak tunggal."
"Jika kau adalah anak tunggal, tidak perlu berkorban untuk siapa pun, apa yang akan kau lakukan pertama kali?"
Mendengar itu, Petch tiba-tiba menatap Fah penuh arti. Namun sebelum dia sempat mengucap apa pun, ponselnya tiba-tiba berdering, dari Poom yang protes karena Petch mengajak Fah ke Chiang Mai tanpa memberitahunya.
"Aku tidak tahu kalau aku harus memberitahumu dulu bahwa aku membawa Fah ke Chiang Mai," balas Petch agak sengit, namun sedetik kemudian dia sadar dan buru-buru menjelaskan, "kami datang ke sini untuk bekerja. Ada beberapa masalah di sini."
"Aku bercanda, P'Petch. Kau terlalu serius."
Petch kemudian menyerahkan ponselnya ke Fah dengan agak berat hati agar mereka bisa bicara. Sebenarnya tidak ada hal penting juga yang perlu Poom bicarakan, cuma mau menanyakan kabarnya dan berjanji akan menelepon lagi jam 9 malam nanti.
Mendengar itu, Petch langsung mengajaknya balik ke hotel sekarang agar Fah bisa menunggu teleponnya Poom. Fah sebenarnya enggan, masih ingin mengajak Petch jalan-jalan, tapi Petch sudah tidak mood untuk itu.
Selain itu, seperti yang tadi sudah dia bilang, sejak kecil dia diajarkan untuk selalu mengalah pada adik-adiknya. Menjawab pertanyaan Fah tadi, Petch berpikir bahwa alangkah bagusnya jika dia menjadi anak tunggal, karena dengan begitu, dia jadi tidak perlu berkorban untuk orang lain.
Setelah mendengar kedatangan Rumpa dari ayahnya, Ked langsung menyampaikan masalah ini ke Tharathon. Ked benar-benar tidak enak hati pada Keluarga Jutathep karena adiknya itu masih juga belum bisa melepaskan masa lalu, malah ingin balas dendam pada Keluarga Jutathep.
Tak lama kemudian, Petch dan Fah tiba di hotel. Yang tak disangka Fah, Petch cuma memesan satu kamar. Fah kan jadi canggung dan gugup, dia harus tidur di mana malam ini?
Geli mendengar kegugupannya, Petch memberitahu bahwa kamar ini punya dua kamar tidur. Kalau Fah mau, Fah boleh ambil kamar utama, biar dia tidur di kamar tidur kecil.
Lega menyadari mereka tidak akan benar-benar tidur sekamar, Fah pun langsung menyatakan kalau dia akan mengambil kamar kecil, dia tidak terbiasa tidur di kamar besar. Lagipula, bagaimana bisa dia membiarkan bosnya tidur di kamar kecil?
Usai ngobrol di telepon dengan Poom, tiba-tiba petir menggelegar lalu hujan turun deras yang sontak membuat Fah ketakutan dan teringat kembali kenangan terburuknya akan kematian ayahnya.
Petch jadi cemas dan langsung mengetuk kamarnya Fah. Namun saat Fah membuka pintu, dia pura-pura kuat padahal matanya jelas-jelas masih sembap.
Namun dia tahu kalau Fah tidak ingin membahas tentang masalahnya, makanya Petch beralasan bahwa dia cuma mau melanjutkan pembicaraan tentang pekerjaan mereka.
Ditengah pembicaraan pekerjaan, Fah mendadak melihat sebotol wine yang sontak membuatnya kepingin sampai dia tidak bisa fokus pada pekerjaannya, dan Petch memperhatikan itu, jadi dia mengizinkan Fah minum.
Dia cuma memberi izin satu gelas doang, tapi tak lama kemudian, Fah sudah mulai mabuk sampai dia cekikikan gaje. Petch langsung melarangnya minum lagi, tapi Fah langsung melindungi gelasnya dengan muka cemberut sambil mengatai Petch pelit.
"Bukan begitu, aku mengkhawatirkanmu."
"Kau mengkhawatirkanku? Apa kau punya perasaan padaku?"
"Iya," aku Petch tanpa ragu, "kau harus tidur sekarang. Aku akan memotong gajimu kalau kau bangun terlambat besok."
"Tidak. Aku ingin duduk di sini bersamamu."
"Errr, ayo kerja. Penaku mana?"
Geli, Petch langsung mendekat dan mengambilkan penanya yang dia selipkan sendiri di telinganya. Fah sontak merasa ini romantis banget kayak adegan lakorn di mana ML dan FL terjebak di sebuah gubuk di tengah badai.
"Menurutku situasi seperti itu... berbahaya," komentar Petch penuh arti. Pfft!
Fah jadi gugup, jadi dia langsung pamit, mau tidur. Tapi saking mabuknya, dia sampai mau membawa pergi kursinya sekalian, untungnya Petch cepat menghentikannya.
Namun saat keduanya mengembalikan kursi itu kembali ke tempatnya, tak sengaja wajah mereka saling menempel pada satu sama lain yang sontak membuat keduanya terbawa suasananya dan Petch pun mulai menciumnya mesra.
Bersambung ke episode 9
0 Comments
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam