Episode 12: Apapun yang terjadi, aku akan tetap berada disisimu.
Setelah mereka bertengkar, Joo Yeon dan Joo Wan pulang sendiri-sendiri tapi Joo Wan tetap mengikutinya dalam jarak yang cukup dekat.
Saat sedang menyeberang jalan, mereka teringat permintaan Joo Wan agar dia tidak berkencan dengan Tae Yoon dan mencari pria lain yang lebih menghargainya bahkan sekalipun pria itu bukan Joo Wan sendiri.
Joo Wan memperhatikan Joo Yeon yang termenung sambil mengeluh karena Joo Yeon tidak bisa melihat pria yang ia maksud sebenarnya sedang berada disampingnya.
Tapi Joo Wan merasa menyesal karena mengatakan pada Joo Yeon bahwa dia benci melihat Joo Yeon berkencan dengan Tae Yoon dan tidak ingin kehilangan Joo Yeon pada Tae Yoon. Joo Wan menyesal mengatakan semua itu padahal Joo Yeon sudah banyak mengalami kesulitan, dan yang dia lakukan malah membuat keadaan Joo Yeon bertambah rumit.
"Seharusnya aku tersenyum saja padamu, karena itulah cinta"
Joo Wan terus mengikuti Joo Yeon dibelakangnya sampai akhirnya Joo Yeon berbalik padanya dan menyuruh Joo Wan untuk tidak mengikutinya.
"Bagaimana bisa aku tidak mengikutimu kalau kita tinggal di rumah yang sama? Kita menuju arah yang sama" protes Joo Wan
Saat Joo Yeon memutuskan untuk pergi ke arah yang lainnya, Joo Wan langsung meminta maaf, Joo Wan mengaku bersalah dan mau mengerti rasa suka Joo Yeon pada Tae Yoon.
"Aku mau mati karena harga diriku diinjak-injak oleh Oh Se Ryeong. Dan aku tidak mau menunjukkan sisi diriku yang ini padamu" keluh Joo Yeon
"Tidak, jangan mencemaskanku, kau bisa menangis didepanku. Tidak apa-apa" kata Joo Wan
Joo Yeon langsung heran, apa Joo Wan itu bodoh, yang dia maksud adalah dia menyukai Tae Yoon.
"Aku tahu" kata Joo Wan
"Insiden hari ini bukan kesalahan orang itu" ujar Joo Yeon
Mendengar Joo Yeon malah membela Tae Yoon, Joo Wan langsung emosi lagi dan mengingatkan Joo Yeon bahwa sebelum dia bicara tentang siapa yang bersalah, Joo Yeon sudah terluka duluan.
"Orang itu seharusnya melindungimu dulu! Kau bilang orang itu menyukaimu juga! Jadi seharusnya dia melindungi orang yang disukainya dulu!"
"Memangnya aku mau melarikan diri atau apa? Kenapa juga dia harus melindungiku? Kenapa juga aku terluka? Memangnya aku tidak tahu tentang kepribadian Se Ryeong. Semua orang disana tadi berhubungan dengan pekerjaan" balas Joo Yeon
Joo Wan jadi semakin emosi mendengarnya "Ah! kerja, kerja, kerja!"
Joo Wan bertanya dengan marah, apakah orang-orang yang berkumpul untuk bekerja tidak punya hati, apa mereka meninggalkan hati mereka di rumah. Dan lagi, kenapa Joo Yeon mengatakan bahwa dia tidak terluka padahal jelas-jelas dia terluka, apakah bersikap seolah semuanya baik-baik saja itu keren.
"Jangan mengikutiku, aku mau sendirian" protes Joo Yeon
Joo Wan langsung mengikutinya lagi dan berusaha menjelaskan bahwa dia hanya khawatir "Aku akan diam saja disisimu. Udaranya dingin, apa kau tidak mau naik taksi saja? Apa kau mau pergi ke tempat yang hangat?"
Mendengar ocehan Joo Wan itu, Joo Yeon langsung berbalik untuk mempelototinya dengan kesal.
Sesuai dugaan Joo Wan, Joo Yeon pergi ke restoran tempat ia biasa minum-minum, Joo Wan yakin dengan dugaannya karena Joo Yeon tidak punya tempat lain untuk dituju dan tidak punya teman juga.
Joo Yeon memperingatkannya untuk tidak masuk kedalam bersamanya dan Joo Wan yang tersinggung langsung mengatakan bahwa dia juga punya harga diri.
Saat Joo Yeon masuk ke restoran, unni pemilik restoran memberi Joo Yeon 2 buah sloki untuk minum soju karena unni itu tahu bahwa sebentar lagi pria tinggi semampai dan kelihatan baik itu akan masuk. Joo Yeon tersenyum mendengarnya lalu meletakkan gelas satunya di hadapannya sambil menanti kehadiran Joo Wan.
Joo Yeon minum seorang diri dan saat Joo Wan masih belum masuk juga, dia langsung melihat keluar jendela restoran, tapi sayangnya dia tidak melihat siapapun di luar.
Padahal Joo Wan sedang duduk di bangku luar restoran, tubuhnya gemetaran menahan dinginnya udara sambil memohon agar Joo Yeon segera keluar.
Saat unni pemilik restoran keluar, dia langsung kaget melihat Joo Wan sedang menggigil kedinginan, unni itu heran kenapa Joo Wan berada diluar dan bukannya masuk kedalam.
"Kalau aku bisa masuk, aku pasti sudah masuk" ujar Joo Wan
Joo Wan lalu memberi unni itu kartu namanya dan meminta unni itu untuk meneleponnya jika Joo Yeon mabuk nanti.
Saat unni itu membaca kartu namanya, dia langsung kagum karena Joo Wan adalah seorang pencipta lagu. Dengan bangganya Joo Wan mengatakan bahwa dia adalah orang yang sangat sukses. Tapi, dia bersikap seperti orang bodoh karena dia menyukai wanita itu. Sebelum pergi, Joo Wan meminta unni itu untuk tidak memberi Joo Yeon lebih dari satu botol soju.
Saat Joo Wan pulang ke rumah, dia bertemu dengan Tae Yoon yang sedang menunggu Joo Yeon. Tae Yoon heran melihat Joo Wan pulang sendirian, bukankah tadi Joo Wan pergi bersama dengan, Joo Yeon juga tidak ada di rumah. Joo Wan langsung menyindirnya apakah Tae Yoon sudah menyelesaikan semua urusan kerjanya.
Tae Yoon bertanya kemana Joo Yeon pergi tapi Joo Wan tidak mau menjawabnya. Joo Wan mengatakan bahwa seharusnya Tae Yoon tahu bahwa Joo Yeon sedang marah jadi sepertinya Joo Yeon tidak akan menjawab telepon dari Tae Yoon. Dan karena itulah dia tidak akan memberitahu Tae Yoon tentang keberadaan Joo Yeon.
Namun beberapa saat kemudian, Joo Wan teringat pada perkataan Joo Yeon yang mengatakan bahwa dia menyukai Tae Yoon. Maka dia berpaling kembali ke Tae Yoon untuk bertanya apakah Tae Yoon menyukai Joo Yeon dengan tulus.
"Kenapa kau terus bertanya tentang hal itu padaku?" protes Tae Yoon
"Menurutmu kenapa aku menanyakannya? Aku bertanya karena sebagai penonton, aku merasa sepertinya kau tidak menyukainya dengan tulus"
Tae Yoon langsung kesal mendengarnya, ia mengatakan bahwa rasa sukanya pada Joo Yeon, cukup Joo Yeon saja yang tahu. Kenapa orang lain harus ikut mengetahuinya.
"Bukan seperti itu. Sukailah dia agar semua orang disekitarnya tahu! Sukailah dia agar seluruh dunia tahu seberapa besar dia cintai" ujar Joo Wan
Tae Yoon memaksa Joo Wan untuk memberitahunya keberadaan Joo Yeon karena dia merasa hampir gila setelah melihat Joo Yeon pergi seperti itu. Setelah beberapa saat memandangi Tae Yoon dengan kesal, Joo Wan akhirnya menghela napas menyerah.
Seseorang datang menemui Joo Yeon yang sedang minum-minum sendirian, tanpa mendongakkan kepalanya, Joo Yeon langsung memanggilnya 'goguma'. Namun saat dia mendongakkan kepalanya, ternyata yang datang adalah Tae Yoon. Tae Yoon lalu duduk dan langsung minum-minum tanpa memandang Joo Yeon.
Joo Yeon bernarasi "Cinta adalah sesuatu yang kekanak-kanakan. Bahkan saat-saat yang dingin dan menyebalkan itu, bisa termaafkan hanya dengan kedatanganya padaku seperti ini"
Joo Yeon terdiam memandangi Tae Yoon yang terus menerus menuang soju dan meminumnya seorang sendiri, lalu tanpa memandang mata Joo Yeon, Tae Yoon meminta maaf padanya.
Joo Yeon melanjutkan narasinya "Orang-orang yang jatuh cinta hanya melihat apa yang ingin mereka lihat saja, mendengar apa yang ingin mereka dengar saja dan mempercayai apa yang ingin mereka percayai. Hanya dengan kata 'maafkan aku', hatiku yang membeku langsung mencair"
Saat mata Joo Yeon berkaca-kaca, Tae Yoon langsung menyuruhnya untuk tidak menangis dan mengingatkannya bahwa dia benci tangisan. Maka Joo Yeon langsung menahan air matanya.
Melihat Joo Yeon langsung menurut pada perintahnya, Tae Yoon langsung bertanya apakah Joo Yeon menahan air matanya hanya karena dia menyuruhnya.
"Masalahmu adalah kau mendengarkanku dengan terlalu baik" keluh Tae Yoon
Tae Yoon memberitahu Joo Yeon bahwa Joo Yeon tidak perlu mendengarkan semua yang dikatakannya, lagipula mereka sedang tidak di kantor sekarang dan disini dia juga bukan bosnya Joo Yeon.
"Shin Joo Yeon, aku tidak bisa memandangmu karena aku merasa bersalah. Aku tidak ingin membicarakan masalah pribadi dihadapan orang-orang yang berhubungan dengan pekerjaan dan aku juga tidak mau orang-orang mengalihkan perhatian mereka pada kita dengan mengatakan bahwa aku sudah putus dengan Se Ryeong, aku juga tidak mau percakapan tadi dibesar-besarkan dihadapan direktur senior"
Tae Yoon lalu teringat pada perkataan Joo Wan tentang mencintai Joo Yeon agar seluruh dunia tahu dan hal itu membuat Tae Yoon mengaku pada Joo Yeon bahwa sebagai sunbae di kantor ia adalah pria yang baik, tapi sebagai pacar dia adalah pria yang buruk. Dan sekarang dia merasa buruk.
"Kalau begitu katakan sekarang, hal yang tidak bisa kau katakan didepan Se Ryeong. Kenapa kau menyukaiku? Apa kau bahkan menyukaiku? Kau belum pernah mengatakan bahwa kau menyukaiku"
"Aku menyukaimu Shin Joo Yeon"
Joo Yeon bertanya apakah Tae Yoon menyukainya karena dia gampangan. Tae Yoon mengatakan bukan begitu, maka Joo Yeon bertanya lagi kenapa Tae Yoon menyukainya. Dan pertanyaan Joo Yeon itu langsung membuat Tae Yoon tertawa.
Saat Joo Yeon menuntutnya untuk memberi jawaban, Tae Yoon menyadari sesuatu yaitu saat berkencan Joo Yeon berubah seperti wanita biasa lainnya.
"Aku menyukaimu karena kau nyaman. Aku tidak merasa gelisah dan aku merasa nyaman. Aku pernah bilang bahwa kau cantik dan setiap kali kau tersenyum padaku, aku pernah bilang bahwa aku merasa gugup"
Joo Yeon langsung tersenyum senang mendengarnya. Tae Yoon semakin membuat Joo Yeon senang saat ia mengatakan bahwa akhir-akhir ini Joo Yeon sering menunjukkan wajahnya yang tersenyum padanya, wajah yang cantik.
Tae Yoon lalu menyeret sebuah kursi ke sampingnya dan memberi Joo Yeon isyarat agar dia duduk di kursi itu, tapi Joo Yeon malah tidak mengerti maksudnya. Maka Tae Yoon mengatakan dengan lantang agar Joo Yeon duduk disampingnya. Joo Yeon langsung tersenyum mendengarnya dan langsung bangkit untuk pindah kursi di samping Tae Yoon.
Tae Yoon lalu memegang tangannya dan memandanginya sampai Joo Yeon tertawa.
Tae Yoon bertanya apakah tadi Joo Yeon marah, Joo Yeon mengatakan bahwa dia sudah tidak mempermasalahkannya.
"Kalau kau tidak marah lagi, bagaimana jika kau memberiku kecupan di pipi?" goda Tae Yoon sambil menyodorkan pipinya.
"Kau sudah gila yah?"
Karena Joo Yeon tidak mau memberinya kecupan di pipi, maka Tae Yoon langsung melingkarkan lengannya di bahu Joo Yeon dan memutuskan sebaiknya mereka minum-minum dengan cara seperti ini saja. Tapi Joo Yeon penasaran darimana Tae Yoon bisa tahu bahwa dia sedang berada di restoran itu.
"'Partner pria' yang tinggal bersamamu yang memberitahuku" ujar Tae Yoon
"Aku kan sudah bilang jangan memanggilnya seperti itu. Dia hanya dongsaeng bagiku"
Di rumah, Joo Wan masuk ke kamar Joo Yeon dan bertanya-tanya pada boneka jerapahnya, kenapa Joo Yeon masih belum pulang.
Ia lalu berbaring dengan memeluk boneka jerapahnya lalu merengut dan mengeluhkan sikap Tae Yoon, seharusnya Tae Yoon cukup mengatakan apa yang perlu dikatakannya saja lalu mengantar Joo Yeon pulang.
Tiba-tiba sebuah ide buruk terlintas dalam pikirannya "Apa dia tidak akan pulang malam ini?"
Min Seok sedang sibuk memikirkan sesuatu yang membuatnya bingung, yaitu hubungan antara Min Jung dengan surat program pelatihan ibu, dia berusaha mencari info di internet tapi tidak menemukan info yang bisa membantu dan hal itu membuatnya tambah bingung. Namun beberapa saat kemudian, tiba-tiba dia mendapat ide.
Dia lalu pergi ke apartemen Min Jung yang saat itu sedang tidur, membunyikan bel dan mengetuk pintu sampai Min Jung terbangun. Dan saat Min Jung sudah membuka pintunya, Min Seok langsung menerobos masuk dan mencari surat itu diantara semua barang-barang Min Jung sampai Min Jung protes.
Min Seok yakin masih ada hal yang disembunyikan Min Jung darinya, karena itulah sekarang mencari surat itu lagi. Saat Min Seok menemukan suratnya, dia langsung menuntut penjelasan Min Jung. Tapi Min Jung mengatakan bahwa hal itu tidak ada hubungannya dan Min Seok.
"Apa kau hamil?" tanya Min Seok
Saat Min Jung hanya diam saja, Min Seok langsung paham bahwa Min Jung memang sedang hamil.
Min Seok bertanya apakah anak itu adalah anaknya. Min Jung menyangkalnya, tapi Min Seok tidak percaya, Min Seok yakin anak itu adalah anaknya.
"Bagaimana bisa kau hamil tanpa membicarakannya dulu denganku? Apa-apaan tentang kehamilan ini? Kau bilang kau tidak mau menikah?"
Mata Min Jung langsung berkaca-kaca mendengar perkataan Min Seok itu, tapi ia berusaha menahan emosinya dan mengatakan bahwa saat ini dia agak sensitif dan sedang mengalami saat yang sulit, jadi sebaiknya Min Seok pergi saja.
Min Jung mengatakan saat ini mungkin Min Seok merasa seolah dia sedang disambar petir, diapun merasa seperti itu. Tapi setidaknya jika Min Seok disambar petir maka masalah ini akan selesai baginya, tapi tidak bagi Min Jung.
"Kenapa masalah ini bisa selesai? Aku ayah bayi itu!" teriak Min Seok
"Aku tidak akan memintamu untuk menjadi ayah bagi anak ini" ujar Min Jung dengan kesal
Min Seok bertanya apakah Min Jung berniat untuk melahirkan bayi itu tanpa sepengetahuannya. Min Jung menyangkalnya tapi Min Seok tahu bahwa Min Jung sedang berbohong karena Min Seok sudah melihat surat itu, jadi sekarang kebohongan Min Jung tidak akan berhasil.
Kehamilan Min Jung itu bukan sesuatu yang bisa diputuskan oleh satu pihak saja. Apakah Min Jung akan melahirkannya atau tidak, mereka berdua harus membicarakannya dan memutuskannya bersama-sama demi bayi mereka.
Tetapi ada sesuatu yang tiba-tiba membuat Min Seok penasaran. Ia langsung memandang ke arah perut Min Jung dan bertanya sudah berapa bulan kehamilannya. Min Seok jadi khawatir, apakah sang bayi mendengar semua percakapan mereka. Min Jung mengatakan bahwa bayi itu sekarang masih sangaaaat kecil.
Min Seok berjalan pulang ke apartemennya dengan langkah lemas, kebingungan sendiri karena dia akan punya anak.
Sementara Min Jung bicara pada bayinya dan meminta bayinya untuk tidak mendengarkan percakapan kedua orang tuanya tadi, Min Jung berjanji bahwa dia pasti akan melahirkannya, dan mereka berdua pasti akan hidup berdua dengan baik.
Tae Yoon mengantarkan Joo Yeon pulang sambil bergandengan tangan. Tae Yoon bertanya apakah Joo Yeon mau pergi ke rumahnya. Tapi Joo Yeon langsung menolaknya, karena tadi dia bertengkar dengan Joo Wan.
Mendengar nama Joo Wan, Tae Yoon langsung bertanya dengan cemburu, sampai kapan Joo Wan akan tinggal di rumah itu, Tae Yoon merasa Joo Wan menyukai Joo Yeon.
Joo Yeon langsung menyangkalnya, semua ini hanya karena mereka selalu bersama-sama sejak mereka masih kecil. Tae Yoon lalu mengaku bahwa sejujurnya Joo Wan membuatnya merasa tidak nyaman, tapi dia akan mempercayai Joo Yeon.
"Apa barusan, kau cemburu?" tanya Joo Yeon dengan senang
Tae Yoon hanya tersenyum lalu menyuruh Joo Yeon untuk segera masuk rumahnya, tapi Joo Yeon malah ingin menggoda Tae Yoon dengan menyuruhnya untuk menunjukkan lebih banyak kecemburuannya.
Sesampainya di dalam rumah, Joo Yeon tidak langsung masuk ke kamarnya malah naik ke loteng untuk menemui Joo Wan. Tapi sesampainya di loteng, Joo Yeon malah melihat kamar itu ternyata kosong. Joo Yeon bertanya-tanya apakah Joo Wan belum pulang.
Joo Yeon lalu mengiriminya pesan: Kau dimana? Aku sudah di rumah. Diluar dingin jadi cepatlah pulang. Aku akan tetap menunggumu di dalam kamarmu sampai kau kembali. Cepat kembali. Aku khawatir.
Namun yang tidak diketahui Joo Yeon adalah ponselnya Joo Wan sedang berada di atas meja lantai bawah. Joo Yeon lalu berbaring di kasurnya Joo Wan, gelisah karena Joo Wan masih saja belum membalas pesannya.
Keesokan harinya, Joo Wan terbangun di kasurnya Joo Yeon dengan masih memeluk boneka jerapahnya. Saat dia tidak melihat keberadaan Joo Yeon di kamarnya itu, Joo Wan langsung panik karena ia mengira Joo Yeon tidak pulang semalam.
Ia berlari keluar dari kamarnya Joo Yeon lalu ngomel-ngomel menyesali perbuatannya kemarin.
"Seharusnya aku tidak memberitahunya. Karena aku bertingkah seperti orang idiot inilah aku dipanggil 'ubi'. Aku bahkan bukan perantara cinta atau semacamnya. Kita tidak hidup di sebuah dunia yang memberi penghargaan pada orang yang baik"
Joo Wan benar-benar bingung harus bagaimana, dia tidak bisa menerima kenyataan ini. Dia lalu mencari ponselnya untuk menelepon Joo Yeon dan bersumpah, jika Joo Yeon sampai tidur di rumah Tae Yoon maka dia akan...
Namun saat Joo Wan membuka ponselnya, dia melihat pesan dari Joo Yeon. Dan setelah membacanya, ia langsung tersenyum lebar.
"Shing Shiiing!" teriak Joo Wan dengan ceria
Joo Wan langsung berlari ke kamarnya dan saat ia melihat Joo Yeon sedang tidur di atas kasurnya, dia langsung tersenyum bahagia. Ia lalu melompat ke kasurnya dan memeluk Joo Yeon erat-erat.
Joo Yeon terbangun dan bertanya jam berapa, dan bukannya menjawab Joo Wan malah menyuruh Joo Yeon tidur lagi. Ia lalu mengajak Joo Yeon untuk tidur lebih lama lagi selama 10 menit lagi, tidak, 20 menit lagi saja.
Joo Yeon langsung protes dan mencoba melepaskan pelukan Joo Wan karena dia harus pergi bekerja. Tapi Joo Wan malah memeluknya makin erat karena dia tidak mau tahu dan cuma ingin tidur 20 menit lebih lama bersama Joo Yeon.
"Ah, aku harus pergi. Hei, aku harus kerja" rengek Joo Yeon yang masih setengah mengantuk.
Dan segera setelah itu, Joo Yeon langsung tidur lagi dan Joo Wan melingkarkan kakinya di tubuh Joo Yeon dengan bahagia.
Keesokan harinya, Hee Jae sedang berdandan dengan ceria sebelum berangkat kerja. Ia lalu mendapat pesan dari Woo Young bahwa Woo Young akan menjemputnya dalam waktu 5 menit lagi. Ia lalu keluar rumah untuk menanti kedatangan Woo Young.
Namun sebelum Woo Young datang, mantan pacarnya datang duluan. Dia datang karena dia dengar Hee Jae mencarinya di gosiwon. Hee Jae membenarkannya, dia datang dengan membawa makanan untuknya karena waktu itu dia tidak mengira bahwa hubungan mereka benar-benar telah berakhir.
Mantan pacarnya datang menemui Hee Jae hari ini dengan maksud untuk mengatakan kata putus dan mengakhiri hubungan mereka sepenuhnya.
"Hubungan kita memang sudah berakhir" ujar Hee Jae
Mantan pacarnya meminta Hee Jae untuk berpikir bahwa dia pria jahat saja karena dia tidak punya kepercayaan diri bahwa dia akan bahagia bersama Hee Jae karena Hee Jae sendiri tidak bahagia.
"Karena kau tidak tahu bagaimana membuat dirimu sendiri bahagia. Semua patokanmu berdasarkan bagaimana orang lain melihatmu" ujar mantan pacarnya Hee Jae
Hee Jae langsung tersinggung mendengarnya "Bilang saja kalau kau mencampakkanku karena kau sedang mencari wanita yang jauh lebih baik setelah kau lulus ujian pegawai sipil. Kau bahkan tidak memberitahuku bahwa kau lulus"
"Menurutmu kenapa aku tidak memberitahumu? Bagimu, yang terpenting bukan aku, tapi hasil ujiannya. Pikirkanlah baik-baik maksud perkataanku" ujar mantannya sambil berlalu pergi meninggalkan Hee Jae
Setelah mantannya pergi, Woo Young datang dan menyapanya dengan ceria. Tapi Hee Jae terlalu sedih untuk membalas sapaannya.
Sesampainya di kantor, Hee Jae curhat pada Woo Young bahwa semua yang dikatakan mantan pacarnya tadi benar. Dia memilih kuliah berdasrkan nilainya. Dia bekerja di tempat ini bukan karena dia menginginkannya tapi karena perusahaan ini yang mempekerjakannya berdasarkan resume-nya.
"Setiap kali aku mendengar kata mimpi, aku merasa sesak"
Hee Jae mengatakan bahwa dia ingin menikah, membeli rumah dan mendapat promosi tapi jika ditanya tentang apa impiannya, maka Hee Jae tidak tahu harus menjawab apa.
Woo Young mendengarkan semuanya dalam diam.
Woo Young lalu mengatakan pada Hee Jae tentang kenapa selama ini mereka tidak melihatnya pacaran, karena dia tidak mau pacaran hanya untuk bersenang-senang.
"Di usia kita ini, semua orang yah seperti itu. Tidak ada yang berusaha keras memilah perbedaan dan selama proses mempelajari orang lain, mereka cepat menyerah dan langsung berpaling. Mereka selalu berusaha untuk menghindari masalah"
Woo Young mengatakan bahwa dia juga pernah menjadi orang yang seperti itu dalam hubungan cintanya yang dulu dan sekarang dia merasa lelah dengan cinta semacam itu. Tapi Hee Jae berbeda, dia punya pengalaman pacaran seperti itu selama 5 tahun dan pengalaman itu jauh lebih berharga daripada orang lain yang melalui 100 hubungan pacaran.
"Apa kau mau pergi ke atap? Untuk menyumpahi si breng**k itu?" tanya Woo Young
Dan pertanyaan itu langsung membuat Hee Jae tersenyum.
Bersambung ke part 2
0 Comments
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam