Sinopsis Padiwarada Episode 12 - Part 5

 


Duang makin sinis memanas-manasi suasana. Kedua keluarga berteman dan terluka seperti ini. Yang pasti, karena Rin dan Saran adalah pasangan, itu artinya Rin dalam masalah sekarang.

"Pikiranmu tidak benar. Bagaimana bisa mata orang lain jauh lebih penting daripada perasaanku dan Rin? Rin tidak pernah memiliki seorang kakak ataupun ayah. Dia bahkan tidak pernah memiliki sebuah nama keluarga. Tapi sekarang dia punya. Seharusnya kau bahagia untuknya. Itulah yang seharusnya kau lakukan." Kesal Chalat.

"Aku bahagia kok. Aku sangat bahagia sampai aku tidak ingin menjadi bebannya." Sinis Saran.

"Khun Saran!"

"Kau boleh tinggal di sini. Tinggallah dan rawat ayahmu dan temani kakakmu. Tinggallah dan urus kekayaanmu. Aku masih ada pekerjaan yang harus kulakukan. Begitu aku selesai dengan pekerjaanku, baru kita akan bicara."


Saran langsung melangkah pergi dari sana. Rin tidak terima ditinggal begitu saja. Dia kan tidak tahu apa-apa tentang apa yang terjadi di antara Rapeepan dan Sivavet.

Tapi Saran tetap dingin padanya. Sekarang Rin sudah punya kakak yang bisa menjaganya, dia juga punya aset kekayaan yang bisa dia gunakan sepanjang hidupnya. 

"Seorang deputi miskin sepertiku tidak cocok denganmu lagi."

"Kenapa kau bicara begitu."


Duang dengan pedenya mendekat lagi ke sisi Saran. Nuer sampai gregetan banget melihatnya, ingin sekali rasanya dia melempar vas bunga ke mulut 'seseorang'. Apa dia bakalan dipenjara?


Saran menegaskan kalau dia tidak pernah bermimpi untuk kembali ke rumah ini. Sheriff miskin yang harus bekerja seumur hidup sepertinya, tidak akan pernah bisa membeli kembali rumah ini. Rin sangat beruntung.

Rin berusaha meyakinkan Saran kalau dia melakukan ini bukan karena memandang kekayaannya, dia melakukannya demi Saran dan Ibu. Berbeda dengan Saran yang keras kepala, Ibu benar-benar tersentuh mendengar ucapan Rin dan berterima kasih padanya.

Bu pun berusaha meyakinkan Saran bahwa Chalat hanya berniat mengembalikan rumah ini kembali ke Saran karena Chalat berpikir kalau Saran adalah temannya.

"Aku minta maaf karena tidak tahu. Apa kita sungguh marahan hanya karena masalah ini?"

"Rin, jangan minta maaf. Semua ini salahku sendiri." Kesal Chalat. "Hari ini aku baru tahu bahwa persahabatan kita ternyata tidak berarti. Sama sekali tidak berarti, kan?"


Tak punya jawaban, Saran lagi-lagi menggunakan pekerjaan sebagai alasan lalu pergi. Duang senang sekali melihat reaksi Saran itu.

"Dia pergi tanpa perasaan sedikitpun, tanpa jawaban akan apa yang harus dia lakukan dengan istrinya ini. Dia tidak bisa berpisah dan tidak bisa tinggal bersamamu. Aduh, cinta!" Sinis Duang lalu pergi sambil ngakak puas. Sedangkan Rin langsung menangis dalam pelukan Bu.


Rin menangis dalam pelukan Ibu setelah semua orang pergi. Dia sungguh tidak mengerti kenapa malah jadi begini. Dia baru menyadari bahwa walaupun mereka berdua saling mencintai, tapi cinta saja tidak cukup untuk membuat mereka saling mengenal satu sama lain.

"Berilah dia waktu, yah?" Pinta Ibu.

Rin setulus hati meminta maaf pada Ibu. Tapi Ibu sungguh tidak marah pada Rin. Ibu sudah tua dan mengalami banyak hal, tidak ada alasan bagi Ibu untuk marah. Ibu tahu kok kalau Rin dan Chalat tidak mengharapkan hal ini terjadi.

"Terima kasih, Ibu. Apa yang harus kulakukan sekarang? Apa yang harus kulakukan agar dia berhenti marah padaku?" Tangis Rin. Tapi Ibu pun tak tahu harus bagaimana dan hanya bisa memeluk Rin.

 

Bahkan saat dia kencan dengan Bu keesokan malamnya, Chalat masih gelisah memikirkan kejadian kemarin. Tapi bagaimanapun, dia berterima kasih pada Bu karena telah membantunya.

"Kemarin, aku dan Rin berpikir bahwa Saran akan bahagia melihat rumah Sivavet hidup kembali. Tapi ternyata kami salah. Aku tidak pernah menyangka."

Bu jadi semakin terpesona mendengar ucapannya. Chalat sudah melakukan perbuatan baik, walaupun dia tidak mendapatkan imbalan kebaikan. Tapi Chalat malah mengira kalau Bu sedang mencacinya.

"Aku tidak pernah tahu seberapa besar luka teman dekatku. Tapi seharusnya dia memberitahuku sejak dulu. Masalah ayah menyita rumahnya, aku tidak pernah tahu dan tidak pernah ikut campur dalam masalah itu."

"Khun Saran suka berpikir berlebihan. Kita tidak tahu bagaimana dia akan menghabiskan hidupnya bersama Rin. Sekarang ini, Rin adalah Rapeepan. Dia adikmu. Dia pemilik rumah Sivavet. Tidak ada apapun yang bisa dikembalikan ke semula."


Dalam rapat hari itu, Kepala Sheriff tanya apakah mereka sudah mendapatkan berita tentang White Tiger? Sayangnya belum padahal mereka sudah menginspeksi semua area mulai dari pagi sampai malam.

Jelas mereka tidak bisa menemukan White Tiger and the geng di berbagai jalur darat, karena ternyata geng bandit itu kembali ke Paktai lewat sungai.


Braranee berusaha mengendap-endap keluar. Seperti kemarin-kemarin, dia mau minum-minum di diskotik. Tapi baru sampai depan rumah, dia malah sudah dihadang oleh Arun. Dia sudah menduga kalau Braranee akan kabur lagi malam ini.

Braranee langsung kesal menyuruhnya minggir. Tapi Arun menolak, malah ngotot kalau dia juga mau ikut.

"P'Arun! Kenapa juga kau mengikutiku?!"

"Karena aku mencemaskanmu!"

"Terserah, deh!"


Di diskotik, Braranee melihat seorang wanita yang sedang merayu kekasihnya. Tapi dari percakapan mereka, jelas mereka pasangan selingkuh. Si wanita mengeluh karena si pria sudah lama tidak mengunjunginya lagi dan sekarang dia tidak punya uang untuk anaknya.

Apa boleh buat, si pria memang tidak bisa melakukannya karena istrinya tidak memberinya uang. Tadi pagi istrinya bahkan menemukan uang yang disimpannya. Si wanita langsung ngambek, dia tidak bosan apa sama istri tuanya itu? Bagaimana kalau dia bantu meracuni istri tuanya itu?

Braranee sontak emosi mendengar omongan mereka dan langsung menyiramkan minumannya ke mereka.

"Dasar iblis! Kau mau membunuh istrimu biar kau bisa bersenang-senang dengan gundikmu!"

"Hei! Aku kan cuma bercanda! Apa-apaan kau ini!"

"Kau juga! Macam-macam sama suami orang! Apa kau tidak memikirkan perasaan istrinya?! Di dunia ini ternyata ada orang-orang jahat macam kalian! Pantas saja tidak ada pasangan yang tahan lama!"

"Hei! Kenapa kau mencecarku! Kau tidak mengenalku! Kau sudah gila apa?!"

Arun berusaha menghentikan Braranee, tapi dia terus saja melabrak mereka. Si pria itu jadi kesal dan hampir saja menghajar Braranee. Untung saja Arun cekatan pasang badan melindunginya.

Dia memberikan uang untuk ganti rugi lalu buru-buru menyeret Braranee keluar. Pokoknya dia tidak akan membiarkan Braranee berpesta seperti ini lagi.


"Tidak baik mabuk dan cari perkara seperti ini."

"Kedua orang itu jahat! Mereka berbohong! Mereka menipu! Mereka pengkhianat!"

"Braranee, dengarkan aku. Kalau kau ingin balas dendam, maka kau harus membuat dirimu sendiri berharga. Buat dia menyesal, jangan cuma mabuk-mabukan seperti ini. Kalau dia tahu, dia pasti akan menertawaimu."

"P'Arun. Tolong aku. Tolong aku! Aku tidak punya siapapun lagi. Aku istri yang dicampakkan suaminya. Aku tidak punya siapapun lagi!"

Arun meyakinkan Braranee bahwa di luar sana, ada banyak janda yang bahagia. Kenapa Braranee tidak bisa seperti mereka? Tapi semua orang pasti akan menertawainya. Braranee yakin itu.

"Aku tidak punya siapapun. Cinta itu menyakitkan. Sangat menyakitkan. Cinta yang tidak menyakitkan itu sudah tidak ada lagi, kan?"

Prihatin, Arun langsung menarik Braranee dalam pelukannya dan berusaha menenangkannya.


Rin terus menangis dalam diam setelah ayahnya tidur. Keesokan harinya, Nuer mendatangi lokasi inspeksinya Saran untuk membawakan serantang makanan dari Ibu Saran.

Dia juga memberitahu kalau Rin sudah menutup rumah Sivavet sekarang. Tidak akan ada seorang pun yang tinggal di sana dan dia tidak akan membuka rumah itu lagi. Tapi...

"Dia menangis dan dia sangat sedih. Apa anda tidak mau membicarakan masalah ini dengannya?" Tanya Nuer. Tapi Saran masih saja terdiam keras kepala.


Rin sedang melamun sedih saat si pelakor datang lagi. Dia datang membawakan sebuah rekaman lagu kesukaan Chalat dan kue kesukaan Bibi... dan pastinya tujuan utamanya adalah untuk nyinyirin Rin.

Dengan sengaja dia menyodorkan saputangan mahal made in Perancis untuk Rin... biar Rin bisa nangis di saputangan itu.

"Kau pasti bahagia sekarang ini." Sinis Rin.

Tentu saja. Duang sangat senang. "Seorang pembohong sepertimu dan keluargamu, tidak pantas mendapatkan orang baik seperti Saran."

"Kebahagiaan palsu, dan juga kepercayaan palsu. Kau bilang kau punya alasan untuk menyakitiku. Tapi semua itu sebenarnya hanya karena kau cemburu. Karena hatimu penuh dengan keburukan."

"Kau merutukiku lagi!"

Rin menyangkal, dia bahkan tidak punya tenaga sama sekali saat Duang datang tadi. Tapi sekarang ini, Rin akan menyimpan saputangan ini sebagai pengingat untuk dirinya sendiri bahwa dalam hidupnya, ada seseorang yang selalu ingin menghancurkannya. Tapi Rin bersumpah dia tidak akan pernah membiarkan orang itu bahagia.

Bersambung ke part 6

Post a Comment

0 Comments