Rumah itu bukan hanya mewah, tapi juga memiliki pemandangan indah menghadap laut yang membuat Seyran semakin suka sama rumah itu. Apalagi saat Latif mengantarkannya ke kamarnya, kamarnya Ferit yang sudah sedikit direnovasi untuk menyambut sang pengantin baru.
Err... sebenarnya renovasinya biasa saja sih, maklum, yang merenovasi adalah Latif sendiri. Namun Seyran suka banget sama kamar itu, sederhana dan elegan dengan pemandangan indah menghadap laut, bahkan bersebelahan langsung dengan laut. Tapi setelah Latif pergi meninggalkan mereka berduaan, Seyran baru sadar kalau kasurnya cuma satu. Mereka tidak akan tidur satu ranjang kan?
"Kita akan tidur seranjang."
"Jangan bicara omong kosong, Ferit! Kau sendiri yang bilang kalau ini bukan pernikahan sungguhan."
"Iya, tapi kan yang tahu cuma kita berdua, Abi (Abidin) dan Pelo (Pelin). Ah, aku lupa menelepon Pelo... Tidak diangkat, mungkin masih di pesawat."
"Ferit, aku tidak peduli dengan pacarmu. Pikirkan sesuatu, aku tidak mau tidur satu ranjang denganmu."
"Terserah kau saja. Kalau kau tidak mau berbagi ranjang denganku, kau tidur saja di kamar mandi seperti sebelumnya," santai Ferit sambil membuka kaosnya yang jelas saja langsung menghebohkan Seyran.
"Apa yang kau lakukan?!"
"Apa lagi memangnya? Ganti baju lah."
"Ganti di kamar mandi, napa sih?! Kaos dibuang sembarangan lagi."
"Kau harus membiasakan diri. Bagaimanapun, kita akan tinggal sekamar. Kurasa... kita harus mulai membiasakan diri untuk melihat satu sama lain tanpa busana," goda Ferit.
"Pergi sana!"
Saat Ferit keluar dari kamar mandi tak lama kemudian, dia mendapati Seyran tertidur di sofa. Geli, Ferit menyelimutinya dengan selembut mungkin. Ferit sendiri ikut ketiduran dan mereka baru bangun malam hari saat teleponnya Ferit berbunyi dari Pelin.
Sudah waktunya makan malam sekarang, mereka pun bergegas ganti baju karena aturan Keluarga Korhan adalah semua orang harus sudah berkumpul di meja makan sebelum Kakek turun. Ferit, lagi-lagi, santai saja buka kaos di hadapan Seyran yang jelas saja langsung mendapat protes lagi dari Seyran.
"Kenapa sih? Apa aku membuatmu terkesan?" goda Ferit narsis.
"Tidak bagus untuk perutku sebelum makan malam (bikin mual)."
"Kalau begitu aku akan ganti baju usai makan, istriku sayang."
Kecuali Halis Aga, semua orang sudah berkumpul saat mereka turun dan Seyran disambut ramah oleh Fuat yang saat itu baru pulang kerja. Tapi tetap saja Seyran agak canggung dan gugup juga dengan budaya makan malam sekeluarga di meja makan seperti ini, mungkin karena di rumahnya dia biasanya cuma makan di dapur kayak babu.
Sama seperti ayah dan kakaknya yang menarikkan kursi untuk istri masing-masing, Ferit juga membantu menarikkan kursi untuk istrinya. Halis Aga baru turun tak lama kemudian dan sesuai instruksi Korhan, kedua pengantin baru pun menyambutnya dengan salim mencium tangannya.
Seyran terus menundukkan kepala dengan gugup, tapi Halis Aga dengan tangannya yang gemetaran hebat, menyuruh Seyran untuk mengangkat kepalanya. Sekarang Seyran adalah menantu Keluarga Korhan, jadi Seyran tidak boleh menundukkan kepala.
Tapi suasana makan Keluarga Korhan bisa dibilang, sepi walaupun banyak orang... sampai Halis Aga sendiri yang memecahkan keheningan dengan memberi mereka petuah-petuah.
"Kesepian adalah tantangan bagi seseorang di dunia ini. Kesepian dimulai saat seseorang lahir dan berlangsung hingga akhir hayatnya. Karena inilah para ayah berbuat dosa. Tapi jika kita tidak kesepian, maka segalanya akan berbeda. Jika kita tidak sendirian, maka kita bisa menyembunyikan kesalahan kita, kita bisa bersatu dan menghapus dosa-dosa orang-orang terkasih kita, menyembuhkan rasa sakit satu sama lain dan berbagi masalah kita. Hanya jika kita tidak sendirian, saat itulah kita bisa bilang bahwa kita benar-benar hidup. Karena itulah kita selalu bertemu di meja makan ini setiap malam, untuk saling mengingatkan satu sama lain bahwa kita tidak sendirian, bahwa kita satu keluarga. Berterima kasih pada Allah yang telah memberikan kita begitu banyak keberkahan. Mulai malam ini, Seyran bergabung dengan keluarga kita. Keluarga kita berkembang semakin besar, aku bahagia. Semoga Allah memberi kalian kebahagiaan."
"Amin."
"Terima kasih, Kakek."
Usai makan malam, Seyran dipanggil menghadap Halis Aga, sendirian, yang jelas saja membuat Seyran gugup sampai tangannya gemetaran, padahal Halis Aga cuma mau mengajaknya ngobrol tentang Ferit.
Terlepas dari sikap kerasnya terhadap Ferit karena memang tuh anak susah diatur, namun jelas Halis Aga menyayangi cucunya tersebut saat dia meminta Seyran untuk memperlakukan Ferit dengan baik dan lembut.
"Hanya cinta dan respek yang bisa membuat orang menjadi orang. Aku sudah memberitahu Ferit tentang ini, dia pasti akan mengerti, dan kau juga akan mengerti. Dan yang paling penting, kamarmu di mansion ini adalah rumahmu. Kadang akan ada kebahagiaan di dalam rumah, kadang pula akan ada kesedihan. Namun apa pun yang terjadi di sana (di dalam kamar), harus tetap di sana. Aku yakin orang tuamu pasti mengajarkan ini padamu. Kuharap kau tidak bosan mendengar kata-kata indah ini."
"Terima kasih atas nasihat-nasihat anda yang begitu indah. Saya akan mengingatnya," ujar Seyran sebelum kemudian pamit dan kembali ke kamarnya.
Saat Seyran kembali ke kamar, dia mendapati Ferit baru selesai ngobrol di telepon dengan pacarnya. Ferit penasaran dengan apa yang Seyran obrolin sama kakeknya, tapi ujung-ujungnya dia malah mendadak ganti haluan menggodai Seyran dengan mengajak Seyran duduk di sampingnya di ranjang.
Dih! Seyran ogah dan langsung mengambil bantal untuk dibuat tidur di kursi malas. Bodo amat biarpun dia tidak akan nyaman tidur di kursi malas, pokoknya dia ogah tidur seranjang sama Ferit.
Dia santai saja mengambil satu baju tidur tanpa melihat jenis baju apa yang dia ambil... sampai Ferit dengan nada menggoda berkata, "aku bisa jantungan kalau kau memakai itu."
Pfft! Saat itulah Seyran baru sadar kalau itu baju tidur seksi. Batal! Batal! Ganti baju yang lain. Yaaaah.... Ferit kecewa. Ferit menyesal sudah mengatakannya, seharusnya dia tidak mengatakannya biar bisa lihat Seyran pakai baju itu.
Di balkon gedung seberang, Sultan sedang menatap kamar Ferit di kejauhan lalu tiba-tiba saja dia membayangkan dirinya bermesraan dengan Ferit. (Errr... aku nggak yakin ini khayalan atau ingatan masa lalu. Tapi masa sih Ferit pernah tidur sama dia, cewek yang seumuran ibunya?)
Di Gaziantep, Yusuf sedang bersedih karena ditinggal pacarnya nikah sama orang lain. (Salah siapa? Kamu sendiri yang terlalu takut memperjuangkan Seyran, malah berharap Seyran akan memperjuangkan kebebasannya sendiri). Ujung-ujungnya dia jadi menyalahkan Ferit dan sekarang bertekad mau merebut Seyran dari suaminya itu. (Halah! Cowok brengsek)
Ibunya Seyran merindukan putrinya dan agak khawatir juga, namun dia menolak untuk menelepon Seyran sekarang karena bagaimanapun, Seyran harus membiasakan diri dengan keluarga barunya.
Sedangkan Suna, tampak jelas dia masih agak iri dengan Seyran. Dia juga ingin segera menikah dan keluar dari rumah ini. Ibu meyakinkannya untuk tidak khawatir, Suna juga pasti akan segera menikah dan membangun keluarganya sendiri.
Ibu mengaku bahwa dia sudah menghubungi mak comblang dan dia pasti akan segera membawa kabar baik untuk Suna. Wah! Mood Sunna langsung membaik seketika dan langsung makan dengan lahap.
Keesokan paginya, Seyran bangun lebih dulu dan langsung mengecek HP-nya, tapi ternyata HP-nya mati dan tidak bisa di-charge. Maklum, itu HP butut. Mumpung Ferit masih tidur, Seyran berniat menggunakan charger-nya Ferit, tapi saat dia hendak meraih kabel charger yang berada di bawah bantalnya Ferit, itu membuat Ferit jadi terbangun.
"Apa yang kau lakukan? Baru hari pertama kau sudah ingin mengecek HP-ku, apa kau tidak malu?"
"Charger HP-ku rusak, aku cuma ingin mengecek apakah bisa pakai charger-mu."
Ferit yakin tidak bisa, soalnya HP-nya Seyran adalah HP lawas yang jelas charger-nya beda dengan HP model baru... "Met pagi, istri kecilku," goda Ferit.
"Mulai lagi dia."
"Kau mimpi apa semalam?"
"Tidak mimpi apa-apa."
Astaga! Ferit pikir mereka bisa mulai ngobrol baik-baik, tapi Seyran malah merusak mood-nya sepagi ini. Ah, sudahlah. Hampir waktunya sarapan, ayo bersiap-siap. Seyran sebenarnya malas turun karena dia biasanya tidak sarapan, tapi Ferit menegaskan bahwa kewajiban di mansion ini adalah sarapan bersama sekeluarga, sarapan dan makan malam bersama itu penting.
Sementara itu di dapur, sang koki dan Latif baru ingat kalau mereka lupa menanyakan apa menu sarapan kesukaan Seyran. Sultan mendadak sinis memberitahu mereka untuk membiarkan Seyran makan seadanya.
Latif yang bisa melihat dengan jelas kecemburuan Sultan, saat itu juga langsung memutuskan untuk mengalihkan tugasnya Sultan (membersihkan kamarnya Ferit) pada Dicle, putrinya Sultan. Jelas saja Sultan langsung protes, tapi keputusan Latif sebagai kepala pelayan di mansion ini, sama sekali tidak bisa diganggu gugat, mau tidak mau, Sultan harus menerima keputusan ini.
Bersambung ke part 3
0 Comments
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam