Sinopsis My Forever Sunshine Episode 1 - Part 2

Episode 1 - Part 1

Di kampus, Kot dan Non melihat Ling gelisah karena menunggu Artit yang belum datang juga sedari tadi. Aneh, padahal menurut Kot dan Non, Artit sudah pergi duluan tadi. Lalu ke mana dia? Kot menduga kalau Artit mungkin menemui gadis yang semalam.

Dugaannya memang benar. Artit memang sedang mendatangi Paeng yang saat itu hendak bolos sekolah. Jelas Artit tidak akan membiarkannya bolos sekolah dan langsung menarik paksa Paeng kembali ke sekolahnya, tapi Paeng terus melawan sekuat tenaga sampai akhirnya Artit melepaskannya.

"Berhentilah bersikap seperti ini. Tidak ada orang tua yang tidak menyayangi anaknya. Mereka sangat menyayangimu, apa kau tahu itu?" ujar Artit.

Dia tahu kalau Paeng sudah berusaha menarik perhatian orang tuanya dengan berbuat segala kenakalan, tapi apakah semua itu berhasil? Kenapa Paeng tidak berusaha menarik perhatian orang tuanya dengan menjadi anak baik saja?

Ucapan Artit tampak jelas mengena hingga akhirnya Paeng memutuskan untuk membatalkan rencana bolosnya dan kembali ke sekolah walaupun dia agak terlambat.


Artit sendiri pun jadi terlambat gara-gara harus mengurus Paeng, dan teman-temannya langsung menggodainya saat mendengarnya mengaku bahwa dia terlambat gara-gara harus mengurus si anak manja.

"Kau menyukainya, ya?" tanya Kot.

"Gila apa? Aku tidak mau dipenjara (karena Paeng masih di bawah umur)."


Paeng bahkan pulang sekolah tepat waktu yang sontak membuat para pembantu di rumahnya terheran-heran. Tumben. Tapi mereka jelas senang dengan perubahan Paeng hari ini, semoga bisa seterusnya selamanya.


Hari ini Artit ke rumah orang tuanya dan langsung disambut heboh oleh para pelayan yang menyayanginya. Biarpun Artit anak tunggal, namun keluarga mereka sangat ramai... sangat bertolak belakang dari keadaan rumah Paeng yang sangat sepi.


Saat Artit makan dengan penuh keceriaan sekeluarga, Paeng hanya bisa merana makan seorang diri. Biarpun kedua pembantu Paeng menyayanginya, namun jelas mereka menjaga batas, tidak seperti para pembantunya Artit yang sudah seperti saudara sendiri.

Usai makan, Ayahnya artit menyambut beberapa tamu yang merupakan rekan kerja baru Ayah. Artit lalu memutuskan bersepeda keliling desa saat tiba-tiba dia berpapasan dengan salah seorang pembantunya yang sedang bermain sepak bola dengan beberapa anak desa, jadi dia langsung memutuskan untuk ikutan main.

Berbeda dari Artit, Paeng yang kesepian karena orang tuanya yang lebih sering absen dan ditambah tidak punya teman, akhirnya hanya bisa main dan jalan-jalan seorang diri, dan hanya bisa melihat dengan iri saat berpapasan dengan sebuah keluarga bahagia yang sedang bermain bersama.

Tapi begitu pulang, mood Paeng seketika membaik saat diberitahu pembantunya bahwa ibunya sudah pulang. Maka Paeng langsung menghubungi ayahnya untuk segera pulang. Dan begitu Ayah pulang, Paeng langsung menyuruhnya ganti baju, dia punya kejutan. 

Tak lama kemudian, Ayah sudah menunggu di sebuah restoran rooftop, dan tak lama setelah itu, dia melihat Paeng datang membawa ibunya yang hari ini tampak sangat cantik. Tapi jelas mereka datang kemari bukan untuk makan sekeluarga, soalnya Paeng tiba-tiba saja mau meninggalkan mereka berduaan. Ayah jadi heran, Paeng tadi bilang kalau dia punya kejutan, apa kejutannya?

"Paeng mau punya adik!" Ucap Paeng lantang yang sontak membuat semua orang di restoran berpaling ke arah mereka. Duh! Ibu kan jadi malu, tapi Ayah sih mau. Hehe.

Tapi baru juga satu hari senang, keesokan harinya Paeng malah diberitahu Ayah bahwa ibunya sekarang sedang pergi liburan bersama teman-temannya. Ayah santai-santai saja, tapi Paeng langsung panik dan khawatir bukan main, mengira ibunya pasti sedang berselingkuh. 

Dia bahkan bertekad mau mengejar ibunya dan membawanya pulang, tapi Ayah tegas melarang dan mengingatkan Paeng untuk bersikap lebih dewasa. Biarkan saja Ibu bersenang-senang dan menikmati me time-nya.

Tapi karena Paeng tetap tidak bisa mengalihkan pikirannya dari ibunya, Ayah memutuskan untuk mengajak Paeng ke tempat lain.


Tiba-tiba terjadi masalah di keluarga Artit, ayahnya terkena shock hingga harus dirawat di rumah sakit gara-gara rekan kerja barunya yang waktu itu datang ke rumah mereka, ternyata menipu mereka dan sekarang orang itu akan mengambil alih perkebunan mereka.

Ayah benar-benar sedih dan patah hati, tanah perkebunan ini bukan hanya ladang bisnis keluarga mereka, namun benar-benar sangat berarti baginya. Ayah membangunnya dari nol saat tanah ini dulunya masih berupa tanah tandus. Ayah sedih bukan cuma karena kehilangan tanah yang dia besarkan ini, namun juga karena menghancurkan hidup Artit. Berusaha tetap kuat, Artit meyakinkan Ayah bahwa masalah ini tidak seburuk itu, mereka pasti akan menemukan jalan keluarnya nanti.

Ayahnya Paeng ternyata membawa Paeng liburan ke perkebunan milik temannya, sepertinya Ayah dulu pernah membawa Paeng ke sini, tapi Paeng sudah tidak ingat. Paeng agak pesimis, meyakini kalau orang-orang pedesaan ini pasti orang-orang yang tidak beradab. Tapi Ayah meyakinkan bahwa orang-orang perkebunan ini sangat amat ramah, Paeng pasti suka sama mereka.

Ternyata temannya Ayah itu adalah Ayahnya Artit. Tapi setibanya di rumahnya Artit, mereka malah mendapati Artit sekeluarga baru saja berkelahi dengan sekumpulan preman. Paeng sontak sinis melihat itu, katanya mereka orang-orang yang ramah?

Err... sebenarnya sih, mereka anak buahnya pengacaranya si penipu yang datang untuk menyelesaikan urusan pemindahan kepemilikan tanah ini. Artit sekeluarga jelas menolak memberikan tanah ini pada mereka, makanya perang pun pecah, bersikeras kalau mereka akan bisa membayar hutang mereka. Pihak si pengacara pada akhirnya kalah tarung, tapi jelas masalah ini belum selesai begitu saja.

Setelah si pengacara dan para preman itu pergi, Artit sekeluarga menyambut Paeng dan ayahnya dengan ramah sembari mengenang masa kecil Paeng dan Artit dulu. Ternyata memang Paeng dulu pernah main kemari waktu Paeng berumur 5 tahun.

Dulu Paeng kecil bahkan merusak mainan robotnya Artit dengan memandikannya dan membedakinya seolah itu bayi, lalu Artit kecil balas dendam dengan mengurung Paeng di pondok di dalam hutan.


Ayahnya Artit lalu menyuruh Artit untuk mengajak Paeng keliling perkebunan. Paeng awalnya menolak, tapi karena desakan ayahnya, Paeng akhirnya mau juga. Dan begitu kedua anak mereka pergi, kedua ayah bisa membicarakan masalah tadi.

Jadi ceritanya, Ayahnya Artit terlalu percaya sama rekan bisnis barunya itu sehingga dia terhasut dan mau-mau saja mengambil pinjaman untuk memperluas perkebunannya, dan sekarang dia jadi terlilit hutang sangat besar. Dia hanya diberi waktu untuk melunasi semua hutangnya dalam kurun waktu dua bulan atau dia harus menyerahkan perkebunan ini pada si penipu itu.

Yang tak disangkanya, Ayahnya Paeng dengan senang hati menawarkan bantuannya, itu pun kalau Ayahnya Artit tidak keberatan. Ayahnya Artit begitu terharu mendengarnya hingga matanya berkaca-kaca.


Artit membawa Paeng jalan-jalan pakai ATV, tapi dia sengaja usil dengan ngebut yang sontak membuat Paeng jejeritan heboh bukan main. Tapi... Artit mau membawanya ke mana sih ini? Kok mereka terus masuk ke dalam hutan? Astaga! Jangan-jangan Artit mau bunuh dia terus membuang mayatnya di hutan ya?

"Kau kebanyakan berkhayal. Aku membawamu kemari untuk melihat sesuatu yang tidak pernah dilihat anak yang berasal dari Bangkok."

"Kurasa tidak ada hal yang belum pernah kulihat."

"Ikuti saja aku."


Tapi tempatnya jauh banget, Paeng sudah kecapekan, panas lagi. Artit sinis menggodanya, Paeng selalu berlagak sok tangguh, tapi ternyata dia lemah, masa baru segini saja sudah capek, sebentar lagi juga mereka akan sampai kok. Dasar anak-anak.

"Aku bukan anak kecil! Aku sudah dewasa!"

"Mau balapan? Ayo!"

Jadilah mereka balap lari hingga keduanya tiba di atas bukit di mana mereka bisa melihat pemandangan yang sangat indah. Inilah yang mau Artit perlihatkan pada Paeng. Wah! Bagus banget.

"Bagaimana? Sudah tidak lelah lagi, kan?"

"He-eh."

"Hei, aku ini lebih tua darimu, jadi bersikap sopanlah. Katakan 'Ya, P'Artit'."

"Ya."

"Ya, P'Artit," tegas Artit.

Paeng sebenarnya agak ogah, tapi akhirnya dia menurut juga."Ya, P'Artit. Puas?"

"Ini kemajuan. Mulai sekarang kau harus memanggilku, P'Artit. Dan aku akan memanggilmu Nong (adik). Oke?"

"Oke... baik, P'Artit."


Tapi setelahnya, Artit malah mengejek dan menggodai Peng lagi yang jelas saja membuat Paeng jadi gemas sama dia dan jadilah mereka mainkejar-kejaran dengan riang gembira.


Sementara itu di rumah, si pengacara yang sudah bonyok tadi, sekarang dipanggil kembali ke sana. Dia sudah takut-takut saja bakalan dihajar kayak tadi, tapi yang tak disangkanya, dia malah diberi kartu nama Ayahnya Paeng yang mengaku bahwa dia akan melunasi hutang-hutang Ayahnya Artit.

Pengacara jelas kaget karena bukan ini yang diinginkan kliennya, kliennya pasti akan sangat marah, tapi Ayahnya Paeng tidak peduli dan menyuruh mereka untuk mendatangi kantornya hari Senin untuk mendapatkan uangnya. Dia menegaskan bahwa perkebunan ini hanya akan menjadi milik satu orang, yaitu Ayahnya Artit, orang yang membangun perkebunan ini.

Puas bermain, Artit dan Paeng duduk di atas bukit sambil membicarakan permasalahan Paeng. Paeng mengaku kalau dia sebenarnya tidak ingin berkelahi, siapa juga yang suka berkelahi?

"Apa kau punya teman?"

"Aku tidak mau."

"Tidak ada yang mau berteman denganmu?"

"Kata siapa? Aku yang tidak mau berteman dengan mereka."

"Memangnya ada orang yang tidak ingin memiliki teman?"

Asal Paeng tahu saja, teman itu berguna agar kita tahu bahwa kita tidak sendirian di dunia ini, teman berguna untuk mendengarkan rahasia dan perasaan kita atau pasang surut kehidupan kita. Teman berguna untuk memberi mereka nasihat saat mereka sedang tidak bisa bicara dengan orang tua.

"Aku belum pernah bertemu dengan orang yang seperti itu. Saat aku melihat mereka, mereka pikir aku mau cari masalah," ujar Paeng sambil melempar tatapan menyebalkan sama Artit.

Artit mengerti kenapa orang-orang berpikir seperti itu tentang Paeng, tatapan mata sinis Paeng memang kayak ngajak orang gelut. Janganlah menatap orang seperti itu. Mulailah tersenyum pada orang lain agar mereka tidak menganggap Paeng arogan atau jahat. Coba Paeng tersenyum sekarang.

Canggung, Paeng akhirnya menurutinya juga dan tersenyum singkat. Baiklah, kalau begitu, Artit memutuskan bahwa dia akan menjadi teman pertamanya Paeng dan langsung mengulurkan tangannya pada Paeng, dan Paeng langsung menyambutnya dengan haru, tentu saja dia senang memiliki seorang teman.

Bersambung ke part 3

Post a Comment

0 Comments