Sinopsis My Forever Sunshine Episode 1 - Part 3

Ayahnya Paeng benar-benar baik pada Ayahnya Artit, dia bahkan tidak akan memberi batas waktu tentang kapan Ayahnya Artit harus melunasi uangnya dan tidak menuntut bunga juga, pokoknya Ayahnya Artit boleh mengembalikan uangnya kalau dia sudah punya uang saja.

Bagi Ayahnya Paeng, persahabatan mereka adalah yang paling penting. Lagipula, dia yakin bahwa jika suatu hari dia memiliki masalah, Ayahnya Artit juga pasti akan membantunya.

"Sudah pasti. Jika kau butuh bantuan, kau bisa langsung memberitahuku. Aku akan dengan senang hati melakukan segalanya untukku."

"Tidak perlu sejauh itu."

Ibunya Artit meyakinkan bahwa mereka sungguh-sungguh rela melakukan apa pun untuk Ayahnya Paeng karena bantuannya untuk mereka hari ini sungguh sangat berarti bagi mereka.

Artit dan Paeng baru pulang saat itu dan perut Paeng langsung keruyukan keras banget. Duh! Malunya. Mereka semua lalu makan bersama. Artit penuh perhatian banget sama Paeng dengan mengambilkannya makanan.

Kedua orang tua pun senang melihat anak-anak mereka akhirnya berbaikan sekarang. Ayahnya Paeng senang karena putrinya akhirnya memiliki seorang teman, Ibunya Artit pun senang karena Artit akhirnya memiliki seorang adik perempuan. Artit dari dulu selalu ingin memiliki adik perempuan.

Pandangan Paeng terhadap tempat ini dan orang-orangnya pun sekarang sudah berubah dan itu membuatnya jadi betah tinggal di sini, dia bahkan berjanji pada ayahnya bahwa mulai sekarang, dia akan mulai menjaga sikap agar tidak membuat Ayah mengkhawatirkannya terus.

Ayah senang mendengarnya, "Paeng, kau adalah orang yang paling berarti bagi Ayah."

"Ayah dan ibu juga adalah orang yang paling penting bagiku."


Artit jelas kaget saat diberitahu kedua orang tuanya tentang Ayahnya Paeng yang melunasi hutang-hutang mereka, tanpa bunga dan tanpa tenggat waktu pembayaran. Wah! Baru kali ini Artit tahu ada orang yang sebaik itu. 

Karena itulah, Ayah menegaskan bahwa mereka sekeluarga berhutang budi sangat amat besar pada keluarganya Paeng. Ayahnya Paeng bukan hanya melunasi hutang mereka, namun juga menyelamatkan mata pencaharian ratusan pekerja perkebunan mereka. 

Hutang budi mereka pada Ayahnya Paeng sungguh sangat besar hingga Ayah bahkan tidak tahu bagaimana harus membalasnya. Mereka tidak boleh lupa terhadap jasa Ayanya Paeng terhadap keluarga mereka. (Wah! Seandainya di dunia nyata semua teman atau saudara bisa kayak gini yah. Sayangnya kadang yang dikasih hati malah minta jantung, usus dan lain sebagainya. Lagi butuh ngemis-ngemis, tapi setelah itu mereka melanjutkan hidup seolah tak punya beban, kalau ditagih atau kalau nggak dikasih, malah memusuhi. Sinting!)

Keesokan harinya, teman-temannya Artit datang mengunjungi Ayah bersama dengan seorang wanita muda bernama Nang yang merupakan adiknya Non, dan tampak jelas kalau Nang naksir sama Artit, malah kujungan mereka ini sebenarnya adalah usulan Nang, soalnya Nang ngebet banget ingin bertemu Artit.

Dan jelas saja saat Nang menyaksikan betapa perhatiannya Artit pada Ling, dia jadi kesal dan cemburu dan langsung berusaha menjilat kedua orang tua Artit, biar dia memiliki kesan yang baik di mata kedua orang tua Artit.

Kedua orang tua Artit dengan senang hati mengundang mereka makan siang bersama nanti. Namun berhubung sekarang belum siang, jadi Artit mengajak mereka jalan-jalan dulu. Errr... lebih tepatnya sih, Ling doang yang dia ajak jalan-jalan dan jelas saja itu langsung membuat Nang melotot cemburu.


Kot juga langsung protes karena hanya Ling yang diajak jalan-jalan, dan Artit dengan canggung buru-buru meralat maksudnya adalah mengajak mereka semua jalan-jalan.

Sepanjang jalan, Nang terus berusaha menarik perhatian Artit, tapi Artit cuek dan lebih fokus menjadi pemandu yang baik, dan satu-satunya yang paling dia pedulikan hanya Ling. Kesal dan cemburu, Nang langsung menyepak kaki Ling sambil pura-pura seolah dia tidak sengaja.

"Tidak benar!" sela Paeng yang mendadak muncul, "kau sengaja, aku melihatnya sendiri."

Nang ngotot kalau dia tidak sengaja karena tidak lihat jalan, tapi Paeng sama sekali tak percaya dan terus gigih mendebatnya. Kedua gadis itu mungkinbakalan bertengkar kalau saja Artit tidak segera menegur Paeng.

Ling juga tidak mempermasalahkannya, meyakini kalau yang barusan pasti cuma kecelakaan. Nang hampir saja senang, tapi tiba-tiba Paeng memberitahu Artit kalau dia mau pulang, dan Artit langsung meninggalkan mereka sebentar untuk mengantarkan Paeng. Nang mendadak ngamuk dan langsung menyatakan kalau dia juga mau pulang. 

Paeng sendiri penasaran sama wanita bernama Ling tadi, dia cantik, apa dia pacarnya Artit? Artit dengan canggung mengaku kalau dia dan Ling hanya teman (ya karena hubungan mereka saat ini memang hanya teman). Lalu bagaimana dengan Nang?

"Dia adiknya Non. Apa yang kau pikirkan?"

"Tidak ada. Aku hanya penasaran. Sepertinya kalian dekat."

"Orang yang dekat, tidak perlu menjadi pasangan."

"Jika seseorang tidak berpikir seperti itu, apa yang akan kau lakukan?" (Oww, apakah dia sedang mengisyaratkan sesuatu?)

"Ada apa denganmu? Anak sok dewasa?" goda Artit sambil mengacak-acak tatanan rambutnya Paeng yang sontak saja membuat Paeng langsung mengejarnya, dan jadilah mereka main kejar-kejaran dengan riang gembira.

Saat dia kembali ke teman-temannya tak lama kemudian, Artit melihat Non tampak sedang memandangi Ling. Ling penasaran siapa Paeng dan Kot langsung nyerobot menjawab dan menduga kalau Paeng pasti pacarnya Artit. 

Non setuju, dia juga yakin kalau tuh anak adalah pacarnya Artit dilihat dari interaksi mereka tadi. Artit sontak panik menjelaskan pada Ling kalau Paeng itu adiknya, sungguh, Ling jangan dengarkan omongan mereka. 

"Kenapa kau membuat alasan untukku? Aku kan belum bilang apa-apa," santai Ling. Tapi... "jika kau punya pacar, maka aku harus melupakannya." (Hah? Maksudnya? Apa dia sedang memancing Artit?)


Begitu tiba di rumah, mereka disambut oleh Ibunya Paeng, tapi Paeng masih ngambek sama Ibu dan langsung pergi mengabaikannya dengan ketus, tapi Ibu tetap sabar membujuknya.

"Paeng, kita berpisah beberapa hari, apa kau tidak merindukan Ibu?"

"Ibulah yang tidak merindukanku."

"Maaf karena ibu pergi tanpa memberitahumu, tapi... ibu membawa suvenir untukmu."

Suvenirnya adalah sepasang gelang ibu dan anak, Ibu membelinya khusus untuk Paeng loh. Paeng menolak dan masih ngambek, tapi setelah Ayah membujuknya dan menakut-nakutinya bahwa Ibu mungkin akan pergi lagi kalau Paeng ngambek terus, Paeng akhirnya luluh juga dan mau memakai gelang itu.

Setelah itu giliran dia yang memakaikan gelang itu ke tangan Ibu dan meminta Ibu untuk tidak pernah melepas gelang ini. Tapi Paeng masih ngambek, jadi bagaimana kalau mereka sekeluarga makan bersama di luar?

Tapi Ibu menolak, Bibi Jaem sudah membuatkan makanan untuk mereka. Ditambah lagi, Ayah pasti sudah lelah setelah menyetir cukup lama. Baiklah, kalau begitu, mereka pun sepakat menggantinya esok hari.

Tapi keesokan harinya saat Paeng baru pulang sekolah, dia malah mendapat chat dari Ibu yang mendadak membatalkan rencana makan malam mereka hari ini karena ada pekerjaan penting.

Tapi Paeng seketika curiga dengan ibunya, meyakini kalau ibunya pasti bohong. Kecurigaannya semakin bertambah saat dia menelepon supir tapi malah diberitahu bahwa Ibu tadi pergi menyetir sendiri ke sebuah hotel.

Maka Paeng langsung pergi mengejar ibunya ke hotel tersebut. Ada sebuah pesta di sana, dan di pesta itu, Paeng melihat seorang wanita memakai gelang yang sama, sedang bermesraan dengan seorang pria.

Jelas saja Paeng langsung marah melabrak wanita itu, tapi ternyata dia bukan Ibu. Ibu justru ada di sebelah dan jelas saja Ibu jadi kesal karena perbuatan Paeng ini jelas-jelas mempermalukannya, apalagi semua temannya di sana mengenali Paeng.

Tapi Paeng tak peduli dan terus bersikeras memaksa Ibu untuk pulang bersamanya sekarang juga. Kesal, Ibu langsung menyeret Paeng pergi dari sana dan mengomelinya di mobil. Ibu benar-benar marah pada Paeng, kenakalannya sudah terkenal di kalangan teman-teman Ibu hingga Ibu jadi sangat malu dan tidak tahu bagaimana harus menjawab setiap kali ada orang yang menanyakannya.

"Apa Ibu begitu memedulikan teman-teman Ibu?" tangis Paeng.

"Iya!"

"Tapi Ibu tak peduli padaku! Ibu takut teman-teman Ibu berpikiran buruk terhadap Ibu, tapi Ibu tidak pernah bertanya kenapa aku bertengkar dengan teman-temanku, kenapa aku bertengkar dengan semua orang!"

"Jangan membalikkan masalah ini. Kau berperilaku buruk! Ibu sedang mendisplinkanmu."

"Apa Ibu tidak pernah berperilaku buruk sama sekali?! Ibu melanggar janji Ibu! Ibu mengabaikanku dan Ayah! Apa yang Ibu lakukan? Ibu sudah tidak mencintaiku lagi!"

"Jangan membentak ibu!"

"Ibu sungguh sudah tidak mencintaiku! Ibu tidak mencintaiku!"


Paeng sontak kabur dengan berlinang air mata dan itu sontak membuat Ibu cemas. Ayah menelepon saat itu, menanyakan Paeng yang belum pulang-pulang. Mendengar Paeng kabur entah ke mana dan tidak bisa dihubungi sama sekali, Ayah akhirnya menelepon Artit untuk meminta bantuannya mencari Paeng.

Cemas, Artit pun bergegas pergi mencari Paeng sembari terus berusaha meneleponnya sepanjang jalan. Paeng awalnya ragu, namun akhirnya dia mau juga menjawab teleponnya Artit dan memberitahukan keberadaannya pada Artit.

Artit pun bergegas ke sana, di sebuah rooftop, tapi malah cuma mendapati tasnya Paeng, orangnya sendiri tidak ada yang jelas saja membuat Artit cemas setengah mati mengira Paeng bunuh diri.

Tapi tiba-tiba Paeng muncul dari belakangnya. Ternyata barusan dia cuma membeli jajan, soalnya dia lapar dan sengaja meninggalkan tasnya di sini biar tempatnya tidak diambil orang lain.

Lega, Artit langsung membantu Paeng memakai kembali tasnya lalu menelepon orang tuanya Paeng, dan setelah itu, dia langsung berbalik untuk mengomeli Paeng. Tapi berbeda dengan Ibu yang mengomeli Paeng dengan kasar, Artit tetap sabar menghadapinya dan mengingatkannya bahwa dia sudah membuat semua orang khawatir.

Tapi tetap saja Paeng bersikeras menolak pulang. Ibu memarahinya padahal Ibu sendiri yang salah. Baiklah, Artit tidak akan memaksanya. Senang, Paeng akhirnya bisa memakan snack-nya dengan tenang dan dengan senang hati menawarkannya untuk Artit.

Komentar:

Apakah Ibunya Paeng beneran berselingkuh? Kayaknya sih enggak, tapi kenapa Paeng begitu terobsesi dengan pikiran bahwa ibunya berselingkuh? Setiap kali ibunya pergi ke mana, apalagi ke pesta-pesta, Paeng pasti langsung heboh sendiri dengan pikiran kalau ibunya menemui selingkuhannya. 

Orang nggak mungkin terobsesi pada sesuatu kalau nggak pernah mengetahui hal yang menjadi obsesinya, kan? Jadi apakah mungkin dulu Paeng pernah melihat ibunya berselingkuh? Tapi kenapa tidak ada kesan kalau ibunya berselingkuh? Ya memang sih ibunya suka main di luar rumah dan berpesta, tapi nggak ada kesan kalau dia berselingkuh. Lalu apa yang mendasari Paeng untuk berpikir seperti itu tentang ibunya?

Bersambung ke episode 2

Post a Comment

0 Comments