Sinopsis Kleun Cheewit Episode 15 - 6 [END]

Sinopsis Kleun Cheewit Episode 15 - 6 [END]


Thit berusaha menyuapi Jee, tapi Jee masih saja bersikeras menolak. Terpaksalah Thit harus pakai cara kekerasan dengan menutup hidung Jee lalu menjejalkan makanan itu ke mulutnya.

Dia lalu menempelkan dirinya ke pe*ut Jee untuk bicara pada si jabang bayi. "Gimana, nak? Enak nggak? Jee, bayinya minta nambah. Kau lapar, yah? Hah? Khun, bayinya bilang ibu tidak boleh keras kepala, si bayi lapar. Oh, kenapa ibu kejam sekali padamu? Ayo lanjut makan."

Jee tersenyum mendengarnya, dan akhirnya dia mau juga makan dan menerima suapan Thit.


Piak baru tiba di lokasi syuting saat Thit meneleponnya dan mengabarkan kalau dia dan Jee sudah hampir pulang. Piak senang mendengarnya, akhirnya Jee mau melunak juga. Terus kapan Thit mau mengadakan konferensi press? Dia akan membantu menyiapkannya untuk mereka.

Selesai menelepon, Thit kembali ke Jee dan bersama-sama mereka melanjutkan pembuatan boneka tanah liat itu sambil bercanda mesra.


Chaiyan benar-benar bangga dengan Piak yang sekarang. Walaupun dia tidak terlalu menyukai Jee, tapi dia tetap membantu Jee dan Thit sebesar ini. Inilah Piak yang dia cintai. Manisnya~~~

"Kau tahu aku bukan orang suci, aku cuma tidak mau mendengar orang-orang menggosipkanmu dan Jee lagi. Itu saja."

"Aku semakin mencintaimu yang seperti ini. Tapi aku memohon satu hal... bisakah anak kita ini cowok aja dan jangan cewek? Karena jika dia cewek dan punya kepribadian sepertimu, dia tidak akan pernah menemukan seorang suami."

"Tidak akan menemukan seorang suami?"

"Tidak akan."

"Kalau dia tidak menemukan seorang suami... yah, biarkan saja dia single seperti ibunya."


"Single? Eh, tunggu! Ibunya siapa yang single? Kau tidak single."

"Aku single. Kita sudah bercerai, lupa?"

"Tunggu! Tunggu! Aku ingat. Tapi kalau kita bercerai, maka kita bisa menikah lagi. Hei, aku akan memberimu cincin baru dan kita tanda tangani akta pernikahan baru, yah?"

"Nggak mau. Bosen. Kalau aku menikah denganmu, kau hanya akan memperlakukanku seperti ban serep."

Chaiyan tidak terima. Terus Piak mau hidup tanpa menikah, gitu? Chaiyan tidak akan mengizinkannya.

Piak bersikeras kalau mereka harus menunggu dan melihat sikap Chaiyan dulu, sampai seberapa lama dia bisa bersikap baik. Piak tidak mau terikat karena siapa tahu Chaiyan tidak bisa bersikap baik.

"Khun, kau itu mau punya bayi, kita harus menikah! Kenapa kau tidak mau menikah denganku?!"

Perdebatan mereka jelas menarik perhatian para kru. Chaiyan sampai sebal melihatnya. "Hei, memangnya kalian tidak pernah melihat seorang sutradara memohon-mohon pada istrinya apa? Hah? Kerja sana!"


Jadilah Chaiyan ngotot merecoki Piak untuk nikah sama dia. Tapi Piak terus saja mengacuhkannya dan ngotot untuk fokus kerja dulu.

"Menikahlah denganku, yah? Ayo kita nikah hari ini, aku tidak keberatan."

"Kerja dulu, Chaiyan."

"Ayo kita nikah!"

"Hitung mundur, 5-4-3..." Dia langsung menyerahkan speaker-nya ke Chaiyan biar Chaiyan meneruskan hitung mundurnya, tapi Chaiyan malah terus ngotot ngajakin nikah.

"Chaiyan! Kenapa kau mengatakannya ke speaker?"

"Kenapa juga kau menyerahkannya padaku?"

"Biar kau menghitung mulai dari 2."

"Pokoknya aku mau nikah. Tamat!"


Dia langsung saja merebut speakernya lalu mengumumkan pada para kru bahwa Piak sudah bersedia menikah dengannya. Para kru sontak bersorak heboh untuk mereka dan Chaiyan langsung memluk Piak sambil memutar-mutarnya dengan penuh kebahagiaan.

 

Jee baru keluar saat tiba-tiba saja dia mendengar suara rintian seseorang. Saat dia mencari asal suara, dia malah mendapati si istri tergeletak di tanah dan air ketubannya sudah pecah. Jee sontak panik memanggil-manggil Thit dan bersama-sama mereka bergegas membawa si istri ke rumah sakit.


"Dia akan baik-baik saja kan?" Cemas Jee saat mereka menunggu di depan kamar bersalin.

"Kita membawanya tepat waktu. Dia akan baik-baik saja."

"Apa ibu dan anaknya akan selamat?"

"Jee, mereka berdua akan baik-baik saja."

 

Tapi tetap saja Jee tak bisa menghapus kecemasannya. Si suami datang tak lama kemudian, bersamaan dengan seorang suster yang keluar dan mengabarkan bahwa pasien telah melahirkan bayinya. Baik ibu dan anaknya selamat. Fiuh, syukurlah.

Si suami benar-benar senang mendengarnya lalu cepat-cepat pergi mengikuti si suster untuk melihat anaknya. Jee dan Thit pun segera menyusulnya.


Kejadian ini membuat Jee berpikir bahwa hidup dan mati itu sangatlah dekat. Jika saja mereka tidak menolongnya tepat waktu, kemungkinan mereka akan mendengar berita buruk.

"Apa kau takut?"

"Jika aku sendirian, apa yang harus kulakukan?"

"Jika waktunya tiba, aku akan selalu mengawasimu dan tidak akan membiarkanmu lepas dari pandanganku." Janji Thit. Thit meyakinkannya untuk tidak takut karena dia akan selalu berada di sisi Jee setiap saat. "Aku janji."


Saat mereka kembali ke penginapan, Thit mendapati Jee termenung sedih melihat boneka tanah liat yang pecah itu.

"Boneka-boneka ini harus dibentuk dan butuh waktu agar api membuatnya menjadi kuat. Sama seperti cinta kita, Jee. Harus melewati panas dan dingin sebelum akhirnya kita memiliki hari ini."

Bukan berarti cinta ini akan abadi, makanya mereka harus menghargai cinta mereka. Semakin sulit mendapatkannya, mereka harus semakin bertahan, menyokong dan memperhatikan cinta mereka selama mereka masih punya kesempatan.

"Dan jangan takut akan masa depan, cukup lakukan yang terbaik untuk hari ini, Jee."

"Dalam hidup ini, aku tidak pernah mendapatkan apapun tanpa kehilangan sesuatu. Seumur hidupku, segalanya harus ditukar oleh sesuatu."

Begitu pula dengan Thit. Dia adalah hal baik terakhir yang Jee miliki dalam hidupnya. Sangat baik hingga Jee takut mungkin Thit terlalu baik untuknya. Karena itulah dia tidak berani untuk menikah. Jee takut Tuhan akan mengambil Thit darinya. Sama seperti ibunya, neneknya dan semua orang yang dia cintai.


"Jee, aku juga kehilangan seseorang yang kucintai. Ayah dan ibuku... dan juga Tiw."

Tapi Thit mengungkit masalah ini bukan untuk menyalahkan Jee. Justru yang ingin dia sampaikan adalah jangan menyia-nyiakan waktu mereka untuk saling marah dan benci dan melarikan diri dari perasaan mereka.

"Sekarang ini kau melihatku, 5 menit kemudian, kau mungkin tidak akan melihatku lagi."

"Karena itulah aku takut."

"Kalau kau takut, bagaimaa kalau kau menggenggam tanganku? Kenapa kita tidak saling memeuk satu sama lain sebelum kita tidak punya kesempatan itu."


Mendengar itu, Jee sontak memluk Thit erat-erat. Thit sungguh menyesal karena terlalu terpusat pada dendamnya hingga dia hampir saja kehilangan Jee dan bayinya.

"Tapi hari ini aku tidak punya kebencian ataupun dendam. Satu-satunya hal dan satu kata yang kumiliki sekarang ini adalah... aku mencintaimu. Mulai sekarang aku ingin menjagamu dan menghabiskan hidupku bersamamu. Bukan karena tanggung jawab, tapi karena aku mencintai dari hatiku."

Jee terharu mendengarnya. Tapi Thit penasaran dengan perasaan Jee, apa Jee mencintainya? Jee terlalu malu untuk mengakuinya, tapi Thit terus memaksanya menjawab. "Apa kau mencintaiku?"

"Aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu. Bahkan hanya memikirkan bahwa suatu hari aku bisa kehilanganmu, aku merasa tidak bisa hidup."

Thit janji bahwa mulai sekarang mereka akan selalu bersama dan dia ingin menggunakan ini untuk menghentikan ketakutan akan masa depan. Satu-satunya hal paling penting yang perlu Jee pikirkan sekarang ini hanyalah cinta mereka berdua pada satu sama lain.


Thit lalu mengeluarkan sebuah cincin lalu berlutut di hadapan Jee. "Hukum bisa mengontrol apapun... kecuali hati. Aku tidak bisa menggunakan hukum untuk membuatmu menikahiku. Tapi aku akan menggunakan cintaku dan seluruh hidupku agar kau tidak merasa takut dan memberiku kesempatan. Agar kau menghabiskan hidupmu bersama pria yang tidak sabaran dan bermulut kotor sepertiku, tapi mencintaimu seorang. Apa kau bersedia?"

Terharu, Jee menjawabnya dengan mengcup kening Thit. Thit pun langsung memakaikan cincinnya lalu mengcup lembut kening Jee.


Mereka lalu berjalan ke pantai sambil bergandengan tangan. Thit penasaran sejak kapan Jee jatuh cinta padanya, tapi Jee malah menolak menjawab. Thit jadi curiga, Jee pasti sudah lama jatuh cinta padanya, yah?

"Nggak. Jangan asal berasumsi."

"Kalau begitu katakan kapan kau jatuh cinta padaku?"

"Kapan aku jatuh cinta itu tidak penting. Yang penting kan aku mencintaimu?"


Thit langsung sumringah mendengarnya lalu menghujani Jee dengan ke**pan di seluruh wajahnya sambil mengucap terima kasih karena Jee mencintainya. Thit janji akan membangun sebuah keluarga yang hangat bersama Jee.

"Bersama-sama kita akan melihat bayi kita tumbuh. Ingatlah Jee, seumur hidupku aku akan mencintaimu seorang." Janji Thit.

Epilog:

 

Ketiga couple hadir bersama untuk merayakan baby shower-nya Jee dan Piak dalam suasana yang penuh keceriaan dan kegembiraan. Foto-foto bareng, lomba ganti popok bayi dan err... lomba ngedot. Wkwkwk. (Thanks for reading guys, see you in next drama)

~THE END~

Post a Comment

7 Comments

  1. Yaaahhh sdh tamat...ditunggu lakorn selanjutnya min

    ReplyDelete
  2. Min tlng donk dilanjutin sinopsis unwilling bridenya... N padiwarada

    ReplyDelete
  3. Akhirnya, happy ending 😄 min lanjutin kakornny james jirayu dong, yg judulny buang hong 🤗🤗

    ReplyDelete
  4. akhirnya selesai juga😻😻 semoga bakal ada subber yg baik hati ngebikin subtitle nya. tx mba

    ReplyDelete
  5. terima kasih min untuk sinopsinya

    ReplyDelete
  6. Trmksh min...sngt bertrmksh sdh menterjemahkan drama thailand ini..akhirnya happy ending ♥️

    ReplyDelete

Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam