Sinopsis Bupphae Saniwaat Episode 4 - 3

 Sinopsis Bupphae Saniwaat Episode 4 - 3

Flashback.


Saat ibu dan neneknya fokus bermeditasi, Kade malah heboh garuk-garuk dan bergerak-gerak kesana-kemari sampai neneknya harus menegurnya.

Ibu mencoba menyuruhnya untuk mengosongkan pikiran dengan cara tarik napas dalam-dalam lalu keluarkan, tapi Kade malah ribut berseru-seru. "Tarik napas-keluarkan! Tarik napas-keluarkan! Tarik napas-keluarkan!"

Ibu kontan kesal menaboknya dan memperingatkannya untuk fokus. Kade akhirnya mencoba melakukan perintah Ibu dengan sungguh-sungguh dan kali ini berhasil.

Flashback end.


Kade mengaku bahwa nenek dan ibunya biasanya mengajaknya untuk bermeditasi setiap malam sebelum tidur. Por Date menatapnya tak percaya, tapi tentu saja Guru Chieprakao mempercayainya dan meyakinkan Por Date kalau Kade memang jujur.

Guru Chieprakao menyuruh Kade mendekat padanya lalu diam-diam mereka saling berkomunikasi via telepati.

"Dengarkan aku. Takdirmu sangat sulit. Pikiran terputus, tapi rohmu masih terhubung sehingga membawamu sampai kemari."

"Ya, jao ka."

"Kalau kau ingin membantu, maka bantulah sampai akhir. Jangan mengabaikannya (Karakade)."

"Bahkan sekalipun saya berpikir melakukan itu, pasti akan sangat sulit."

"Mulai sekarang, jangan bersedih. Terimalah. Karena kau akan menghadapi dan menyelesaikan lebih banyak rintangan yang akan datang. Kau harus menerimanya. Jika segalanya terlalu berat untuk kau tanggung..."


Guru Chieprakao lalu memberikan sebuah kotak berisi sebuah mantra dan menyuruh Kade untuk merapalkannya. "Apa kau bisa mengingatnya?"

"Saya bisa, jao ka."

"Sebelum kau merapal mantra ini, bacalah dulu 3 ayat pertama. Tapi..." Guru Chieprakao melanjutkannya via telepati. "... jangan biarkan siapapun mendengarnya. Bahkan sekalipun mantra ini singkat, tapi kekuatannya sangat hebat. Pikiranmu harus bisa berkonsentrasi dan fokus."

Jika Kade menghadapi rintangan yang menakutkan, dia bisa membaca mantra ini, maka dia akan bisa lebih fokus dan sadar. Jika dia harus melarikan diri dari situasi yang berbahaya, maka mantra ini akan melindunginya dengan cara membuatnya tak terlihat di mata orang lain.

"Jangan tutup matamu, gunakan pikiranmu." Nasehat Guru Chieprakao.


Kade mengerti. Kalau dia menutup matanya sambil lari, maka dia pasti akan tersandung dan akhirnya tertangkap basah. Kade dan Guru Chieprakao sontak ngakak yang jelas saja membuat Por Date makin kebingungan, tak tahu mereka lagi ngetawain apa.

Kade penasaran, apa ada mantra untuk menyamar atau melakukan sulap? Menyulap kerbau misalnya. (Pfft!) Tentu saja ada, jawab Guru Chieprakao.

"Kalau mantra untuk membuat orang tidur juga ada?"

"Ada."

"Meh. Itu tidak bagus. Bagaimana kalau sampai ada orang yang melakukan sesuatu waktu aku tidur?" Canda Kade.

Dia dan Guru Chieprakao sontak ngakak lagi dan Por Date yang nggak ngerti apa-apa cuma bisa kebingungan menatap mereka bolak-balik.

"Sesampainya di rumah, cobalah rapalkan mantra itu." Perintah Guru Kao.

Berhubung pertemuan mereka sudah usai, Por Date menyuruh Kade untuk pamitan. Kade pun bersujud pada Guru Chieprakao. Tapi saat dia mengangkat kepalanya, tiba-tiba saja di hadapannya ada sebuah kain dan tali suci untuk menyimpan mantra pemberian Guru Chieprakao tadi.


Kade keluar dari sana dengan linglung. Por Date cemas melihat wajahnya, mengira Kade masih merasa kedinginan. Bahkan dengan manisnya dia mengulurkan tangan hendak memegangi tangan Kade lagi. Tapi Kade menolaknya dengan senyum geli. Por Date sampai malu dibuatnya.

"Sudah tidak (dingin) lagi. Ayo pulang, Khun P'."


Begitu mereka keluar, Joi langsung berlutut memohon ampun di hadapan Por Date, sementara Pin dan Yam langsung heboh mengkhawatirkan nona mereka. Tapi Por Date sepertinya tidak marah dan santai saja menyuruh Joi menyiapkan perahu.

Baru berjalan beberapa langkah, Reung tiba-tiba memanggil Kade lalu mengajaknya untuk melihat Kuil Phuttaisawan. Apa Kade mau?

"Aku mau. Soot soot! (Banget - modern)."

"Soot Soot?" Reung tidak mengerti.

"Maak maak (sangat - dialek kuno)." Ralat Kade.

Ah, Reung menduga kalau itu pasti dialek dari Songkrae, tempat asalnya Karakade. Kade mengiyakannya saja. Sementara mereka asyik ngobrol berdua, Por Date tampak cemberut di belakang mereka.

"Aku akan menunggu di dermaga." Ketus Por Date lalu pergi duluan dengan mengajak Pin dan Yam juga. (Pfft! Cemburu, bang?)


Kade nyinyir melihat sikapnya. "Kentara sekali!"

Reung setuju. "Menurutmu karena apa?"

"Apa lagi? Dia tidak ingin kita bersama."

Lalu apa yang akan Kade lakukan? Tanya Reung. Kade ragu. Tapi... lebih baik ke kuilnya diundur lain kali saja, deh. Dia tidak ingin membuat Por Date marah. Ini saja dia sudah merasa bersalah. Reung setuju, Kade berpikir dengan bijak.


Por Date makin emosi saat melihat kedua pelayan Kade celingukan ke belakang mencari nona mereka. Dasar pelayan bodoh! Masa mereka tidak tahu kalau nona mereka itu sedang bersenang-senang?!

Pin bingung maksudnya. "Bersenang-senang bagaimana, jao ka? Itu kan cuma keliling kuil."

"Apa kau membantahku, Nang Pin?!"

"Tidak, jao ka."

"Kau berani membantahku dan sok pintar. Akan kucambuk kau 10-20 kali!"

"Jangan, jao ka." Pin ketakutan.

"Joi!"

"Saya akan menyiapkan perahu."

"Tidak perlu! Kau pulang jalan kaki!" (Wkwkwk! Jahatnya)


Tapi saat Kade datang dan menginformasikan kalau acara jalan-jalannya bersama Reung batal, Por Date sontak berubah senang walaupun wajahnya masih lempeng.

Tapi kemudian Reung memberitahu kalau dia juga akan ikut naik di perahunya Por Date. Dia mau ikut ke rumah Por Date.

"Untuk apa?!" Por Date sewot.

"Aku yang mengundangnya, Khun P'. Kami kan belum selesai ngobrol."

"Bicaramu aneh sekali. 'Belum selesai ngobrol', siapa yang bicara seperti itu?"

"Tapi bukankah kau mengerti?"

Reung penasaran. Por Date mengerti ucapan Kade atau tidak? Kalau dia sendiri tidak begitu mengerti kata-kata yang Kade ucapkan. Bahasa daerah Muang Songkare itu sangat aneh.

Alih-alih menjawab, Por Date meneriaki Pin dan Yam untuk naik ke perahu sekarang juga. Dia sendiri langsung pergi duluan. Kade bingung melihat Joi masih bengong di sana.

"Ayo, jalan. Khun P'Meun sudah jalan ke sana tuh."

"Meun Thun... menyuruh saya jalan kaki."

"Hah?!"


Jadilah mereka pulang secara terpisah, Por Date satu perahu bersama Reung dan Kade, Pin dan Yam pulang dengan perahu yang berbeda, sementara Joi terpaksa harus jalan kaki.

Di tengah jalan, Reung dan Kade saling tatap-tatapan sambil tersenyum manis pada satu sama lain. Dan Por Date yang dikacangin, cuma bisa terdiam menahan kesal melihat interaksi mereka berdua itu. Hehe.

Tentu saja menatap wajah Reung, membuat Kade jadi teringat akan kenangannya bersama Reungrit... kenangan saat dia menangkap basah Reungrit yang diam-diam memperhatikannya. Tapi Reungrit dengan cepat menyembunyikan perasaannya dan mengalihkan tatapannya dari Kade.


Setelah cukup lama tatap-tatapan dengan Reung, Kade akhirnya ingat Por Date dan langsung terkekeh geli melihat wajah cemberut Por Date. Reung bingung, Kade sedang mentertawakan apa?

"Menertawai Meun Reung."

"Menertawaiku?"

"Aku bercanda. Tapi aku sangat terkejut saat pertama kali melihatmu."

"Karena apa?"

"Karena Thun Meun..."

"Kau boleh memanggilku Meun Reung. Aku lebih suka begitu."

"Baiklah."

"Hmmmm!" Por Date mendadak menggeram kesal dan otomatis merusak momen Reung dan Kade.


Mengacuhkan Por Date, Kade mengaku bahwa awalnya dia terkejut melihat Reung adalah karena wajah Reung sangat mirip seseorang yang dia kenal. Sungguh, seratus persen!

"Seratus... seratus apa?"

"Aku tidak akan mengucapkannya lagi."

"Kalau begitu, aku akan terus mendatangimu agar kau mengucapkan kata itu padaku setiap hari. Bolehkah?"


Ucapan Reung itu membuat Kade begitu terpana menatap Reung... saat tiba-tiba saja perahu mereka mendadak digoyang si empunya. Wkwkwk! Por Date cemburu.

Dia bahkan mendadak makin semangat mendayung, tapi dia tidak mendayung perahunya ke arah rumah mereka. Loh? Kade dan Reung bingung, Por Date mau ke mana? Tapi Por Date terus saja mendayung dengan muka cemberut dan mulut membisu.

 

Hari sudah mulai gelap saat akhirnya mereka melaju ke rumah mereka... berdua saja. Wkwkwk! Ternyata Por Date tadi sengaja mengantarkan Reung pulang ke rumahnya sendiri.

"Baguslah. Meun Reung memberiku lentera. Jika tidak, kita bakalan harus mendayung pulang dalam kegelapan. Meun Reung... imut banget!"

Pfft! Sengaja banget dia memuji-muji Reung dengan gaya sok imut biar Por Date tambah cemburu. Tapi Por Date cuma membisu dengan muka datar.


Di tengah jalan, Kade terpesona melihat Kuil Chaiwattanaram yang tampak berkilauan indah tertimpa cahaya bulan... sementara Por Date malah terpesona menatap Kade.

Bahkan perlahan senyumnya merekah semakin lebar jadi cengiran... saat tiba-tiba saja Kade menoleh padanya. Pfft! Malu deh. Por Date sontak menghapus senyumannya dan mengalihkan pandangannya ke tempat lain.

"Ayo, pulang. Kau bersikap seolah kau tak pernah melihatnya saja. Duduk! Buka payungmu. Air embun akan turun."

Kade sampai geli mendengarnya memberi perintah yang penuh perhatian itu dengan muka datar. Tapi begitu Kade menurutinya dan tidak melihat ke arahnya, Por Date kembali terpesona memandanginya dengan senyum lebar.

Bersambung ke part 4

Post a Comment

4 Comments

Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam