He Zhen mendapati Zhao Quan masih belum pergi juga dari pabrik tembikarnya. Dia berniat ingin membantu di sana, tapi tidak bisa apa-apa. Memotong satu kayu saja, tidak selesai-selesai sedari tadi.
Bisa dimaklumi, bangsawan yang sejak lahir hidup enak seperti Zhao Quan, mana mungkin pernah mengerjakan pekerjaan kasar seperti membuat tembikar. Lebih baik dia mengerjakan keahliannya sendiri saja. Namun Zhao Quan pantang menyerah dan terus berusaha untuk belajar membuat tembikar sebisanya.
Zhao Quan benar-benar sudah mulai jatuh cinta sekarang. Saat He Zhen selesai dengan pencatatan bukunya, dia malah mendapati Zhao Quan sedang menatapnya dengan penuh cinta. He Zhen kan jadi risih.
Tapi, Zhao Quan penasaran catatan apa yang He Zhen tulis sepanjang hari padahal dia perhatian seharian ini belum ada satu pun tembikarnya yang terjual. Dia bisa menanamkan model untuk He Zhen kalau He Zhen kekurangan modal.
"Ini bukan masalah uang. Meski kukatakan, kau juga tidak akan paham."
"Jika kau tidak bicara, aku mana bisa paham. Sejujurnya, melalui beberapa hari ini, aku sudah bisa membakar pispot yang bagus. Apalagi, bukankah aku adalah pekerja terbaikmu. Bukankah aku seharusnya tahu tentang apa yang dikhawatirkan pemilik toko setiap hari?"
"Kau sungguh ingin tahu."
"Iya."
Baiklah, He Zhen kemudian membawanya ke sebuah gudang tempat dia menyimpan koleksi guci-guci buatannya yang tak gagal. Sebenarnya guci-guci itu bagus-bagus saja, tapi He Zhen tidak puas karena kualitasnya tidak sama seperti yang pertama kali dia buat.
Selama ini dia terus berusaha tapi masih saja gagal membuat guci dengan kualitas yang sama dengan yang pertama, dan yang dia catat di buku besarnya sebenarnya adalah catatan-catatan dan setiap pengujiannya. Bahkan saking kecewanya, He Zhen langsung menghancurkan semua tembikar yang gagal.
Kabar jatuhnya Xing Zhou dari kuda demi menyelematkan putranya Raja Beizhou hingga menyebabkan kakinya lumpuh akhirnya sampai juga ke ibu kota yang otomatis membatalkan perjodohannya dengan Putri Wu Hua.
Ibu Suri Agung agak curiga, entah nasibnya Xing Zhou yang memang sial, atau dia melakukannya dengan sengaja untuk membatalkan dekret pernikahan.
Tapi ya, apa pun alasannya, mereka memang tidak boleh menikahkan Putri Wu Hua dengan orang pincang. Putri Wu Hua sih senang-senang saja, sejak awal dia memang tidak suka dan tidak pernah mau menikah sama tuh orang.
Namun Kaisar yang sudah berharap rencananya ini akan bisa memisahkan Xing Zhou dari Mian Tang, jelas tidak senang.Makanya dia meyakini bahwa Xing Zhou pasti melakukannya dengan sengaja, yang itu artinya, Xing Zhou tidak menghormatinya.
Dia bahkan hampir saja keceplosan mau bilang tentang permohonan Xing Zhou untuk Mian Tang beberapa waktu yang lalu, tapi untungnya dia cepat sadar dan cepat diam.
Xue Ji yang sadar dia hampir keceplosan, cepat-cepat bertindak menutupinya dengan berkomentar bahwa cedera kakinya Xing Zhou demi menyelamatkan putranya Raja Beizhou pastinya benar, tapi sengaja jatuhnya dia dari kuda untuk menolak pernikahan juga benar.
Semua itu demi menghormati dekret kerajaan dengan cara menolaknya secara tak langsung, sekaligus melindungi dirinya sendiri dari kemungkinan beredarnya rumor tentang dirinya bahwa mungkin dia bisa menjadi ancaman bagi kerajaan jika dia menjadi suami Tuan Putri.
Namun Xue Ji memperhatikan Kaisar tampak tidak senang mendengar pendapatnya dan itu membuatnya jadi takut, apalagi saat kemudian Kaisar memanggilnya untuk bicara empat mata.
Apalagi kemudian pelayan menyajikan daging besar kesukaan Xue Ji, membuat Xue Ji jadi khawatir, mengira bahwa itu adalah makanan terakhirnya sebelum dihukum mati.
Namun biarpun wajahnya Kaisar masih tampak kurang menyenangkan, dia justru tidak marah dan meyakinkan Xue Ji bahwa dia hanya ingin menenangkan diri. Dia mengajak Xue Ji makan bersama karena melihat Xue Ji makan membuatnya merasa tenang.
Mian Tang baru pulang dari pasar, tapi malah mendapati pintu pagarnya setengah terbuka, dan ternyata di sana, ada Xing Zhou yang menunggunya di kursi roda. Ngapain dia datang lagi?
Xing Zhou sontak ngedrama mengeluhkan sikap Mian Tang padanya padahal kan kakinya lagi sakit sampai dia harus duduk di kursi roda dan tidak bisa tidur semalaman. Ingat! Kakinya sakit di rumah Keluarga Qiao. Dia tidak bisa sembuh saat dirawat di kediamannya, makanya dia mau merawat kakinya di sini.
Hah! Alasan! Mian Tang mendadak punya ide licik, mendorong kursi rodanya Xing Zhou ke tepi sungai dan berniat meninggalkannya di sana.
Namun Xing Zhou dengan sengaja mendorong kursi rodanya biar dia meluncur ke sungai, dan itu sukses membuat Mian Tang balik secepat kilat untuk menyelamatkannya.
Mian Tang akhirnya mengalah dan membiarkan Xing Zhou tinggal di rumahnya. Malam harinya, dia memasakkan makan malam untuknya dan Xing Zhou menatapnya dari meja makan dengan penuh cinta.
Xing Zhou awalnya sudah senang saja saat Mian Tang menyajikan hasil masakannya, mengira Mian Tang memasakkan nasi saus kepiting untuknya, tapi ternyata tidak, itu nasi kepiting palsu yang dibuat dari telur bebek karena musim ini sedang tidak ada telur kepiting.
Xing Zhou akhirnya tetap memakannya dengan agak sedih, Mian Tang jelas jadi bingung dan canggung melihat itu. Kalau Xing Zhou memang benar-benar ingin makan kepiting, besok dia akan membelikannya.
Xing Zhou tersentuh mendengarnya, "kau masih mau membuatnya untukku?"
Canggung, Mian Tang mau pergi saja, tapi Xing Zhou langsung menariknya dan memeluknya hingga Mian Tang akhirnya luluh.
Tengah malam, Mian Tang tengah memandangi tusuk konde yang pernah dia pakai untuk menusuk Xing Zhou saat tiba-tiba dia mendengar Xing Zhou mendekati kamarnya. Namun Xing Zhou tidak masuk dan hanya bicara dari luar.
Dia mengaku bahwa setelah Mian Tang pergi, dia sempat menggila selama beberapa saat. Namun belakangan ini pikirannya sudah lebih jernih. Kepergian Mian Tang membuatnya mulai menyadari orang seperti apa Mian Tang, apa yang dia sukai, apa yang dia inginkan, dia memahami semuanya.
Dia mengerti bahwa sejak awal sampai akhir, yang diinginkan Mian Tang hanyalah perasaan yang setara. Mian Tang lebih memilih pergi tanpa membawa apa pun daripada harus pasrah menerima ketidakadilan. Mian Tang memang sebangga itu, tapi Xing Zhou menyukai sifatnya tersebut dan dia ingin melindungi kebanggaan Mian Tang tersebut.
Sejak dia tahu bahwa Mian Tang sebenarnya adalah Lu Wen, dia sadar bahwa yang dia pedulikan tentang Mian Tang adalah perasaan bertemu lawan yang setara. Kecerdasan Mian Tang dalam memecahkan masalah dalam situasi serumit apa pun, serta sifatnya yang ingin hidup bebas tanpa kekangan selamanya.
"Yang kusukai adalah semua bagian dari dirimu."
"Kau bicara seakan-akan sangat memahamiku."
"Aku tidak berani bilang aku memahami pikiranmu setiap saat. Namun, aku akan melakukan yang terbaik untuk memahaminya."
Dia tahu Mian Tang masih belum menyerah untuk membalaskan dendam saudara-saudaranya di biro pengawal. Dia tahu bahwa Mian Tang kembali ke Beizhou hanya untuk menyusun rencana dan bertindak di kemudian hari.
"Semua harapanmu yang belum terkabulkan. Petualangan yang belum dicoba, masa lalu yang belum berakhir, perlahan-lahan berubah menjadi hal yang tidak bisa kulepaskan juga. Aku ingin mengalaminya bersamamu. Di hadapanmu, aku sama sekali bukan seorang Raja. Aku hanya pria biasa yang ingin berpegangan tangan denganmu dan menjalani seumur hidup bersamamu."
"Namun, kau bukan pria biasa. Raja, kita berdua berawal dari sebuah penipuan. Mungkin, di Kota Lingquan dan bahkan di Beizhou, masih bisa menjadi keluarga pura-pura untuk waktu yang singkat dan menjalani kehidupan palsu. Namun, pada akhirnya akan terbangun dari mimpi. Aku tidak ingin kelak saat mengingatmu, semuanya adalah penyesalan."
"Kalau begitu, jangan hanya untuk waktu yang singkat. Aku mau menikah denganmu, kita menjalani seumur hidup bersama!"
0 Comments
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam