Sinopsis Are You the One Episode 9 - Part 1

Mian Tang akhirnya bisa lega setelah mereka berdua membicarakan masalah hubungannya dengan Zi Yu. Sekarang dia ingi fokus memikirkan masa depan, ingin mempekerjakan pengurus toko yang baik setelah usaha toko tembikarnya semakin berkembang nanti supaya mereka berdua bisa keliling negeri berdua.

 

Mungkin saat itu mereka sudah punya satu putra dan satu putri, jadi mereka bisa mengajak anak-anak mereka jalan-jalan bersama. Itu benar-benar impian yang indah, Mian Tang pun tertidur dengan bahagia memikirkan itu.


Dia tidak sadar bahwa begitu dia terlelap, Xing Zhou langsung diam-diam keluar karena dia akan melakukan penyergapan pada Lu Wen/Zi Yu. Segalanya sudah siap. Pengawal bayangannya juga sudah memasuki kota secara diam-diam dengan menyamar dan mereka juga sudah mendapatkan peta sarang bandit. Semuanya sudah berada di dalam pengawasan mereka.

Mereka tiba pagi harinya dan berhasil menerobos masuk kediamannya Lu Wen/Zi Yu. Lu Wen sendiri masih santai di dalam kamarnya dan kedua musuh itu pun berbincang tanpa bertatap muka secara langsung, saling menyapa antar musuh yang baru bertemu lagi setelah sekian lama.

Namun bahkan sebelum mereka sempat menyerang ke dalam kamarnya Lu Wen, mendadak muncul Shi Yi Kuan dan pasukannya yang justru datang untuk menyelamatkan Lu Wen. 

Dia membawakan dekret pemerintah yang menyatakan bahwa Lu Wen dan bandit Gunung Yang sekarang telah menyerahkan diri pada negara sehingga Kaisar memutuskan untuk mengampuni mereka dan merekrut mereka untuk bekerja pada pemerintah.

Yang itu artinya, Xing Zhou sudah tidak boleh dan tidak berhak menangkap Lu Wen. Beuh! Xing Zhou jelas kesal, sepertinya Shi Yi Kuan sudah lama bekerja sama dengan Lu Wen dan bersikukuh untuk melindunginya.

Tapi Xing Zhou tidak mau pergi sebelum menanyakan satu hal pada Lu Wen, "aku tahu bahwa meskipun kau menjadi bandit, kau tidak mau bergaul dengan para pengkhianat dan pencuri itu, setidaknya kau adalah orang yang jujur dan dapat dipercaya. Namun pada malam Festival Tiga Ganda, aku telah menyalakan lampion langit sebagai sinyal. Mengapa kau melanggar janjimu dan tidak melakukan gencatan senjata? Kau bahkan melakukan hal tercela, membawa orang untuk diam-diam menyerangku."

Tampak jelas dari keterkejutan di wajahnya, Lu Wen sendiri tidak tahu menahu tentang itu dan langsung melirik Yun'er dengan curiga. Namun dia sengaja merahasiakan ini dan rela menanggung tuduhan ini ke dirinya sendiri dengan mengklaim bahwa segala tipu-daya itu sah dalam perang.

Lalu kenapa Lu Wen malah memutuskan menyerah kepada Qingzhou alih-alih kepada Xing Zhou? Lu Wen mengklaim bahwa dia menyerah pada siapa itu tidak penting, yang penting dia sudah menyerah pada pemerintah. Kenapa Xing Zhou terus terpaku pada masa lalu dan tidak bisa melepaskannya? Dia hanya berharap dendam di antara mereka berdua, berakhir sampai di sini.

Kesal, Xing Zhou akhirnya berbalik pergi. Namun Lu Wen belum selesai, karena masih ada satu hal penting yang perlu dia sampaikan pada Xing Zhou.

"Aku punya orang yang kucintai, dia terbawa ke Zhenzhou dan kini sudah menjadi wanita biasa, tidak ada lagi hubungan dia dengan Gunung Yang. Jika suatu hari Raja menemukannya, harap bermurah hati dan tidak menyakiti orang yang tidak bersalah," pintah Lu Wen. Xing Zhou tak menjawabnya dan langsung pergi dengan kesal.

Berkat kecerdasannya, hari ini Mian Tang berhasil menjual piring capungnya, mendapatkan untung besar, dan juga beberapa pelanggan baru sehingga toko tembikarnya pun mulai terkenal di Qingzhou.

Namun begitu kembali ke penginapan, Mian Tang malah cuma mendapati Mo Ru. Di mana suaminya?... Mo Ru beralasan bahwa Cui Jiu tadi kalah catur, makanya sekarang dia sedang merenung di halaman belakang.

Maka Mian Tang pun segera pergi ke sana untuk menemaninya dan menghiburnya, meyakinkannya bahwa tidak mengapa kalah, yang penting dia akan selalu menemani Cui Jiu. 

Xing Zhou agak kaget mendengarnya mengira dia kalah main catur, tapi kemudian dia iyakan saja. Tapi... "Furen, kali ini mungkin tidak hanya sesederhana kalah bermain catur. Apa kau masih ingat musuh lama yang kusebut?"

"Kau bertemu dengannya?"

Betul sekali. Permainan catur hari ini dimainkan bersamanya. Xing Zhou mengaku bahwa dia pernah bermain melawan orang ini tiga tahun yang lalu. Dia kalah waktu itu. 

Itu kekalahan pertama dalam hidupnya. Namun anehnya, dia tidak merasa sedih, malah sebaliknya, dia justru merasakan semacam kegembiraan karna bertemu lawan catur yang sepadan. 

Di hari-hari selanjutnya, dia bermain catur dengannya berkali-kali, kadang kalah, kadang menang. Setiap permainan adalah pertarungan kecerdasan dan keberanian, sangat menyenangkan. 

Daripada menganggapnya sebagai musuh lama, Xing Zhou justru menganggapnya seperti teman dekat, dia benar-benar sangat menikmati permainan catur mereka. Saat itu, apa pun hasilnya sebenarnya tidak penting... hingga saat itu. 

Dia menolak mengatakan lebih detilnya, tapi pokoknya dia ingin menentukan menang atau kalah darinya. Dia bahkan tidak bisa tidur semalaman memikirkan segala macam cara untuk mengalahkan orang itu. Bahkan demi itu, dia bahkan sampai tega menyakiti orang lain (Mian Tang yang dia maksud).

Saat itu akhirnya tiba hari ini, dia memasang umpan dalam permainan catur mereka dan mengepungnya dari segala arah, bidak orang itu sudah tidak berdaya lagi, bahkan langkah terakhir ada di tangannya. 

Namun di luar dugaan, pada saat-saat terakhir, orang itu bangkit melemparkan bidak rahasia yang ada di tangannya lalu berbalik pergi, meninggalkan permainan catur tanpa hasil baginya.

Mian Tang sontak kesal merutuki orang tercela itu. Pecatur buruk semacam itu pantas kalah selamanya! Namun Mian Tang juga tahu betul bahwa yang dipedulikan Cui Jiu sejatinya bukan permainan caturnya, melainkan musuhnya itu.

Musuh yang dia pikirkan siang dan malam hingga menjadi sebuah obsesi baginya. Namun saat akhirnya mereka bertanding lagi, ternyata orang itu sudah tidak sama seperti dulu sehingga perasaan dan ilusi Cui Jiu terhadap orang itu pun hancur.

"Bertemu lawan catur yang sepadan hanyalah angan-anganmu sendiri. Fujun, kesedihan dalam hatimu, aku memahaminya."

"Kau cerdas dan bijak."

"Namun aku tidak tahu bagaimana harus menghiburmu."

"Kau sudah menghiburku dengan baik. Masih ada satu hal yang ingin kutanyakan padamu. Meski permainan catur ini usai, namun bidak terakhir itu masih ada di tanganku. Aku tidak tahu harus kuapakan."

"Pertanyaanmu ini sangat aneh. Lawanmu sudah kabur, kau masih menyimpan bidak itu? Sudah larut malam, ayo kembali dan ganti pakaianmu. Buang saja bidak yang tidak berguna itu," ujar Mian Tang. (Yang dia maksud tuh kamuuuuuu, Mian Tang)

Shi Yi Kuan puas dengan kerja sama baik antara dirinya dengan Zi Yu. Karena sekarang Zi Yu dan Gunung Yang sudah menyatakan kesetiaan pada pemerintah Shi Yi Kuan pun menyuruhnya untuk melakukan sesuatu yang penting.

Bersambung ke part 2

Post a Comment

0 Comments