Sinopsis Are You the One Episode 4

Yang tidak Xing Zhou sangka, Zhao Quan bertemu dengan Mian Tang di sini ternyata hanya untuk membawanya ke rumah seorang pelukis, pelukis yang melukis lukisan yang Zhao Quan hadiahkan untuk Mian Tang waktu itu.
 
Mian Tang sangat menyukai lukisannya, terutama bagian ukiran stempel lukisannya. Dan dia juga bisa memahami makna di balik lukisan ini. Karena itulah, Mian Tang datang menemuinya hari ini untuk merekrutnya untuk bekerja pada mereka.

Dia benar-benar tulus melakukan semua ini demi membantu usaha pria yang dia anggap sebagai suaminya tersebut. Dia benar-benar mengira bahwa pria yang dia anggap suaminya itu sangat mencintai dan tulus padanya.

Dia merasa sangat bersalah karena mengira suaminya tersebut telah menghabiskan banyak hartanya demi dia, makanya dia ingin sekali membantu membangkitkan kembali usaha tembikar suaminya.

"Ciu Jiu itu sungguh beruntung," gumam Zhao Quan.
 
 
Mian Tang janji, jika si pelukis setuju, maka dia akan memberikan bayaran mahal untuknya. Namun sayangnya, si pelukis ngotot tidak setuju karena sebelumnya sudah pernah kecewa.

Hampir seumur hidupnya dia selalu melukis tapi tidak pernah sukses dan akhirnya cuma bisa hidup sederhana di tempat ini, dia bahkan tidak punya uang untuk membeli obat saat istrinya sakit hingga akhirnya istrinya meninggal dunia dan dikuburkan di sini, di tempat yang kurang layak.

Istrinya dulu juga sama seperti Mian Tang, selalu mendukungnya dan mengorbankan segalanya untuknya, tapi pada akhirnya dia cuma menjadi orang yang tidak berguna.

"Tuan, suamiku bukan orang yang tidak berguna."

"Jika dia ingin membangkitkan usaha keluarga, lalu kenapa dia tidak datang bersamamu?"
 


"Aku hanya datang terlambat!" ujar Xing Zhou yang mendadak muncul setelah mengamati semua pembicaraan mereka sedari tadi, menyadari bahwa Mian Tang benar-benar tidak mencurigakan, malah sangat tulus padanya. 

Makanya dia kemudian memperkenalkan dirinya sebagai Cui Jiu, suaminya Mian Tang, dan memohon pada si pelukis untuk mengabulkan keinginan istrinya.
 
 
Setelah mereka berhasil membuat si pelukis setuju, Xing Zhou baru memprotes Zhao Quan, menuduhnya mengganggu rencananya menangkap Lu Wen. Hmm, tapi kayaknya karena dia cemburu juga.

Zhao Quan masa bodoh, masalah menangkap Lu Wen tuh urusannya Xing Zhou sendiri. Dia cuma menikmati lukisan bersama Mian Tang. Dia seorang tabib dan Mian Tang adalah pasiennya, dia tidak rela pasiennya dimanfaatkan oleh Xing Zhou yang pada akhirnya tidak akan berakhir baik.

"Jangan diulangi lagi," geram Xing Zhou.

"Atas dasar apa aku harus menurutimu? Aku akan mengulanginya. Akan kuulangi setiap hari. Aku akan membuatmu kesal!"
 
 
Hmm, kayaknya Xing Zhou memang cemburu deh. Dalam perjalanan pulang, Xing Zhou memperingatkan Mian Tang untuk tidak lagi pergi bersama Zhao Quan, tidak pantas pergi bersama pria lain yang bukan suaminya. 

Seharusnya Zhao Quan tuh jaga sikap, malah cari-cari alasan untuk membawa Mian Tang untuk bertemu dengan si pelukis. Dia hampir saja merusak (rencananya), tapi dengan cepat dia ubah jadi merusak aturannya.

Mian Tang benar-benar sabar menghadapi kemarahannya dan mengakui bahwa dia yang salah karena hanya memikirkan urusan toko sehingga membuatnya salah paham. 

Untung saja Xing Zhou tadi cepat datang sehingga si pelukis akhirnya menyetujui penawaran mereka. Tapi Xing Zhou malah terus cemburut, Mian Tang jadi penasaran, apakah Xing Zhou cemburu?

"Tidak!" sentak Xing Zhou yang mendadak sadar sedetik kemudian sehingga dia buru-buru menurunkan nada suaranya, "pokoknya, tidak."

"Fujun, apakah ada masalah?"

"Mengapa kau bertanya seperti ini?"
 
 
Karena belakangan ini Mian Tang selalu merasa kalau suasana hati Xing Zhou tidak stabil. Sebentar dia tersenyum, lalu sebentar kemudian dia mengernyitkan alis, dan selalu ragu untuk bicara.

Seolah-olah dia ditindas seseorang dan sangat kesal, tapi tidak bisa bercerita kepada siapa pun. Dia yakin kalau Xing Zhou pasti menyembunyikan sesuatu dalam hatinya, tapi kalau Xing Zhou tidak mau bilang, dia juga tidak akan memaksa.

Namun dia percaya, suatu hari nanti, mereka akan bisa saling berterus terang. Dia meyakinkan Xing Zhou bahwa Xing Zhou bisa percaya padanya, dia akan selalu menemani Xing Zhou melewati berbagai rintangan apa pun.

"Selama kita tetap sehati, semuanya pasti bisa dilalui."

Xing Zhou jadi canggung tapi juga tersentuh mendengarnya... dan langsung berubah bad mood lagi saat Mian Tang mendadak membahas masalah obat dan 'penyakitnya'. Wkwkwk!
 
 
Malam itu di dermaga, Xing Zhou dan anak buahnya mengamati Yun'er dan rekannya dari kejauhan, jelas mereka sedang menunggu kedatangan Mian Tang, tapi Mian Tang sekarang ini sedang di rumah dan tidak ada niatan untuk keluar rumah.

Yun'er benar-benar heran, apakah Mian Tang sungguh sudah melupakan segalanya? Dia juga melupakan semua simbol-simbol Gunung Yang yang mereka sebarkan di hampir setiap sudut kota?
 
Tepat saat itu juga, mereka melihat sebuah perahu di kejauhan. Jelas mereka mengetahui perahunya siapa itu sehingga Yun'er memutuskan untuk mengakhiri misi mereka dan pergi dengan perahu lain. Xing Zhou melihat perahu di kejauhan tersebut adalah milik Shi Yi Kuan, Panglima Qingzhou, saingannya Xing Zhou.
 

 
Menurut gosipan para tetangga penggosip, selama ini Raja Huaiyang dan Panglima Qingzhou selalu bersaing dalam menangkap bandit.
 


Hari ini toko tembikar Keluarga Cui akhirnya buka. Produknya memang bagus-bagus dan berkualitas tinggi, tapi sayangnya, harganya terlalu mahal untuk kemampuan ekonomi orang-orang di kota ini, dan akhirnya tidak ada yang mau membelinya.
 
 
Seperti biasanya, Xing Zhou tidak ikut menemani Mian Tang dengan alasan belajar catur lagi, padahal sebenarnya dia sedang memata-matai Mian Tang dari lantai atas restoran di depan toko tembikar karena dia masih sangat yakin kalau Lu Wen pasti akan muncul.

Dari gosipan para tetangga penggosip, Mo Ru mendengar bahwa si Tuan Muda penggoda itu sekarang menghilang entah ke mana. Owww, apakah ini ulahnya Xing Zhou? Namun Xing Zhou menyangkal.
 
 
Mian Tang memperhatikan ada satu pria yang sedari tadi mondar-mandir di depan tokonya tapi tidak masuk-masuk, jadi dia langsung saja mengundang orang itu masuk, tidak sadar kalau orang itu sebenarnya adalah pengawal bayangannya Xing Zhou.

Ada barang yang menarik perhatian si pengawal bayangan, satu set piring berukiran simbol Gunung Yang. Namun Mian Tang membuat ukiran gambar itu bukan karena dia ingat, tapi cuma karena terinspirasi oleh gambar-gambar yang ada di lampion malam itu.

Si pengawal bayangan akhirnya memutuskan membeli piring-piring tersebut untuk diperlihatkan pada Xing Zhou. Mengingat begitu santainya Mian Tang membuat simbol ini jadi ukiran piring, Xing Zhou jadi berpikir kalau Mian Tang sepertinya memang benar-benar amnesia.
 
 
Hanya satu set piring itu yang berhasil terjual seharian ini, tentu saja Mian Tang sebenarnya agak kecewa. Namun tepat saat mereka hampir menutup toko, mendadak muncul seorang tuan kaya yang tanpa banyak pikir, langsung membeli sepuluh set piring yang tadi.
 
 
WOW! Mian Tang jelas senang, lalu malam harinya dia menceritakan tentang hal ini pada suaminya dengan riang gembira, makanya makan malam kali ini menunya lumayan mewah.
 
 
Mendadak Ketua Chen, pamannya si Tuan Muda penggoda, datang membawa rombongan pengawalnya dan menuduh Mian Tang menyembunyikan keponakannya.

Xing Zhou awalnya tidak mau ikut campur, tapi Ketua Chen mendadak membawa-bawa nama Raja Huaiyang dan mengklaim dia punya hubungan dekat dengan Raja Huaiyang untuk menakut-nakuti Mian Tang.

Dia memang tahu kalau Xing Zhou adalah Raja Huaiyang dan punya hubungan baik dengannya, tapi dia baru tahu kalau Raja Huaiyang ada di sini. 

Dia hampir saja membuka kedoknya Xing Zhou, tapi bahkan sebelum dia sempat mengucap apa pun, Xing Zhou langsung marah-marah membentaknya dan mengancam akan menghukumnya dan keponakannya yang telah melakukan perbuatan amoral pada wanita. Ketua Chen langsung paham situasi dan akhirnya membawa pergi semua anak buahnya.
 
 
Mian Tang senang dan cukup terkesan dengan suaminya, tapi dia sama sekali tidak terkesan dengan Raja Huaiyang. Fakta kalau Ketua Chen bisa marah-marah melabrak orang yang tidak bersalah secara terbuka seperti ini sambil membawa-bawa nama Raja Huaiyang membuat Mian Tang yakin kalau Raja Huaiyang itu sama korupnya dengan Ketua Chen. Pfft!
 
 
Malam itu, Mo Ru datang membawakan kabar bahwa Panglima Qingzhou sudah menempati penginapan pejabat dan mengirim orang untuk mengantarkan permohonan pertemuan dengan Xing Zhou. Katanya dia ingin merayakan ulang tahun Ibu Ratu Chu (Ibunya Xing Zhou).

"Panglima Qingzhou, Shi Yi Kuan ini tidak pernah mengatakan hal haik tentang anda di pemerintahan, kenapa kali ini berinisiatif memperbaiki hubungan?"

"Merayakan ulang tahun itu alasan palsu. Sesungguhnya dia ingin memberiku peringatan. Para bandit itu pergi dari Zhenzhou, mungkin mereka ingin melakukan hal yang lebih penting daripada menemukan Liu Mian Tang."
 

Keesokan harinya, Xing Zhou menemani Mian Tang di toko tembikar walaupun yang dia lakukan cuma main catur sambil mengawasi Mian Tang.

Sama seperti kemarin, hari ini toko mereka sangat sepi dan belum ada satu pun pelanggan yang masuk. Hanya Bibi Li dan Mo Ru yang datang siang harinya untuk mengantarkan makan siang.

Mian Tang jelas agak kecewa mengingat kemarin dia berhasil menjual semua piring, tapi hari ini malah tidak ada pembeli sama sekali. Eeeh, Bibi Li malah mendadak keceplosan bahwa pelanggan yang membeli semua piringnya kemarin adalah orangnya Xing Zhou.

Mian Tang jelas kecewa mendengarnya. Bibi Li buru-buru berusaha meyakinkan Mian Tang bahwa Xing Zhou melakukan ini karena dia sangat menyayangi Mian Tang, dia mengirim orang itu untuk membeli semua piringnya karena mengkhawatirkan Mian Tang.

Namun tetap saja itu tidak bisa menghibur Mian Tang karena itu artinya, apa pun niatan Xing Zhou, namun tetap saja Xing Zhou membohonginya. Siapa juga yang suka dibohongi? Apalagi dibohongi oleh suami sendiri.
 
 
"Fujun, kelak kau jangan membohongiku lagi, ya?"

Xing Zhou bercicit mengiyakannya, Bibi Li dan Mo Ru langsung kompakan meyakinkan Mian Tang bahwa Tuan pasti tidak akan melakukannya lagi.

"Selama kita tetap sehati dan berdagang dengan tekun, kehidupan kita pasti akan semakin baik."
 

Sekarang Xing Zhou harus pulang ke rumahnya sendiri untuk merayakan ultah ibunya. Selain pura-pura jadi suaminya Mian Tang, Xing Zhou sebenarnya sudah dijodohkan dengan Lian Bing Lan yang juga merupakan sepupunya (Ibunya Bing Lan dan Ibunya Xing Zhou adalah kakak-adik), dan Ibu Ratu sangat berharap mereka bisa menikah secepatnya.

Bing Lan tampaknya sangat menyukai Xing Zhou, tapi Xing Zhou tidak. Ibu Ratu meyakini kalau Bing Lan adalah gadis polos baik hati, tapi Xing Zhou sebaliknya, meyakini kalau Bing Lan dan ibunya adalah orang-orang licik yang berupaya keras dengan cara apa pun untuk mempertahankan posisi calon ratu.
 
Panglima Qingzhou, Shi Yi Kuan juga ikut hadir, namun jelas dia datang dengan tujuan khusus, dan niatannya itu terlihat dengan jelas saat dia secara halus memaksa Xing Zhou untuk mengurangi kekuatan militernya dan menyuruh Xing Zhou untuk hidup santai dan menikmati kekayaan saja.

Tak gentar, Xing Zhou langsung menunjukkan peta daerah Kabupaten Zhenzhou yang di dalamnya termasuk Kota Lingquan sebagai hadiah ultah untuk Ibu Ratu dan mengumumkan tentang rencananya untuk mengerahkan tenaga dan uang untuk mengelola sungai dan memperluas saluran air di Kota Lingquan yang setiap tahun sering terkena musibah banjir.

Dia lebih memilih melakukan semua ini alih-alih cuma sekedar menikmati kekayaan. Inilah wujud baktinya untuk rakyat dan mendiang Raja (ayahnya).

Para tamu sontak kagum padanya dan Shi Yi Kuan cuma bisa diam tak berkutik lagi dan terpaksa menyetujui rencana Xing Zhou, mengingat rencana ini memang benar-benar bisa memberi manfaat untuk rakyat Zhenzhou secara keseluruhan dan bagi Qingzhou juga. 
 
Makanya dia kemudian mengumumkan bahwa dia mau tinggal selama beberapa hari lagi untuk melihat proses dimulainya pembangunan jalur sungai.
 

Setelah itu, Xing Zhou ingin menyendiri ke gazebo, tapi Bing Lan malah mendadak muncul membawakan sup pereda mabuk. Xing Zhou berterima kasih dengan sopan tapi tidak menyentuhnya sama sekali.

Keluarganya Bing Lan punya koneksi di pemerintahan dan militer, makanya dia berusaha menawarkan bantuannya, tapi langsung ditolak mentah-mentah sama Xing Zhou.

Dia juga tahu kalau Bing Lan mengirim pelayannya untuk membuntutinya di Kota Lingquan dan langsung menyindirnya secara halus sebelum kemudian pergi. 
 
 
Dan yups, dia memang benar tentang Bing Lan dan seluruh keluarganya yang sangat palsu. Bing Lan dan ibunya sekarang sudah tahu kalau Xing Zhou punya wanita lain di Kota Lingquan. Bing Lan santai meremehkan wanita itu karena wanita itu kan cuma wanita simpanan.

Namun ibunya tidak setuju dan dengan gigih meyakinkan Bing Lan untuk tidak meremehkan wanita itu dan membiarkan wanita itu memiliki calon suaminya. Pokoknya Bing Lan harus mendapatkan posisi Ratu Huaiyang.
 
Jelas sekali bahwa ibunya-lah yang paling bernafsu untuk menjadikan Bing Lan sebagai Ratu karena sebenarnya, dulunya yang mau dijodohkan dengan Ayahnya Xing Zhou adalah dirinya, tapi dia menolak karena dia tidak mau dimadu.
 
Sekarang dia menyesali keputusannya itu, dia iri dengan kakaknya yang sekarang hidup nyaman dan mewah menyandang status Ibu Ratu. Makanya dia bertekad kuat untuk menjadikan Bing Lan mendapatkan posisi Ratu yang dulu gagal didapatkannya karena kesalahannya sendiri.
 

Xing Zhou benar-benar frustasi dengan semua ini. Keluarganya Bing Lan tuh semuanya penjilat, mereka sebenarnya tidak berguna, tidak bisa apa-apa, malah terang-terangan meminta jabatan padanya dengan alasan untuk mempererat hubungan dan ini didukung oleh Ibu Ratu yang terperdaya oleh bujukan dan kepalsuan mereka.

Bersambung ke episode 5

Post a Comment

0 Comments