Sinopsis Dhevaprom: Dujupsorn Episode 4 - Part 1

Telepon dari dokter jiwa itu ternyata untuk mengabarkan bahwa Ibunya Fah baru bisa bertemu dokter tiga bulan yang akan datang. Lama sekali antriannya.

Petch jadi galau sepanjang perjalanan pulang. Pak Supir jadi khawatir padanya dan mencoba menanyakan masalahnya. Kalau petch tidak ada masalah di pekerjaannya, berarti dia ada masalah yang lain. Sudah sebelas kali Petch menghela napas melewati dua lampu merah, masalahnya pasti sangat mengganggunya.

Petch penasaran, apa yang akan Pak Sopir lakukan jika dia merasa bersalah setelah berbuat salah pada seseorang?

"Minta maaf padanya. Jika anda merasa telah berbuat salah padanya, maka minta maaflah padanya," ujar Pak Sopir. 

Dia langsung bisa menduga kalau ini pasti tentang Fah. Begitu Petch membenarkannya, Pak Sopir menyarankannya untuk memberi Fah waktu untuk menyesuaikan diri. Bagaimanapun, mereka berdua tumbuh dalam cara pengasuhan yang berbeda. 

Pengasuhan Fah mungkin lebih sulit dan lebih banyak tekanan dibandingkan Petch, dan pastinya itu membuatnya menjadi lebih matang daripada Petch. Karena itulah, menurut Pak Sopir, yang terbaik adalah berterus terang pada Fah.

Begitu Pak Sopir tiba di istana, Ayahnya Petch sudah menunggunya dengan antusias untuk mendapatkan update tentang putranya dari Pak Sopir.

Ayah tahu kalau Pak Sopir mengetahui siapa wanita yang disukai putranya. Aduh! Pak Sopir jadi galau, dia tidak bisa, tidak mau bilang, pokoknya dia harus melindungi privasi bosnya! 

Tapi dia meyakinkan bahwa wanita pilihan bosnya itu baik. Dia janji akan mengawasi mereka. Kalau ada sesuatu yang mencurigakan, dia pasti akan langsung melapor ke Ayah Petch.

Pfft! Ujung-ujungnya Pak Sopir tidak sadar kalau dia sudah kebanyakan omong yang jelas saja membuat Ayah langsung bisa menyimpulkan kalau wanita itu adalah salah satu karyawan di kantor.

Ayah sontak menggelitiki Pak Sopir untuk memancingnya lebih jauh sampai akhirnya Pak Sopir keceplosan membenarkannya. Pak Sopir jadi tambah panik dan bergegas kabur sebelum keceplosan terlalu jauh.

Malam itu, Petch akhirnya memutuskan mengirim pesan permintaan maaf ke Fah. Tapi pesan itu justru membuat Fah jadi semakin galau, apalagi barusan dia baru saja menenangkan ibunya yang mengamuk lagi. Dengan situasinya ini, lebih baik jika Petch membencinya saja.

Keesokan harinya, Petch tidak melihat Fah di kantor. Ternyata karena dia izin sakit dan tentu saja Petch jadi khawatir. Fah mengaku ke kedua bibinya bahwa dia lagi migrain seperti biasanya. Hari ini kedua bibinya mendapatkan pesanan yang sangat banyak, dan orang yang memesannya adalah Bosnya Fah. Pfft!

Bosnya Fah itu selalu memesan ke mereka setiap ada pertemuan besar. Bibi juga baru tahu belakangan karena sebelumnya hanya sekretarisnya yang mengurus pesanan.Bukan cuma memesan makanan, dia juga selalu menanyakan Fah setiap kali dia datang. 

Dia sangat gigih mengejar Fah. Dia juga sangat baik, kedua Bibi sangat mendukungnya dan berharap Petch serius terhadapnya. Kedua Bibi benar-benar berharap Fah bisa bahagia. Fah tentu saja senang mendengarnya. Tapi... dia sadar statusnya. Seseorang seperti Petch itu berada di luar kemampuannya. 

Mereka terlalu berbeda, mereka bahkan tersenyum dengan cara yang berbeda. Petch adalah seseorang yang terlahir dengan hak istimewa. Dia bahkan tidak mengerti apa yang dilihat Petch dari dirinya.

Selain masalah Fah, Petch juga sedang gelisah memikirkan Rumpa. Apalagi setelah sebelumnya dia berbicara dengan Bibi Ked (Saudaranya Rumpa yang sangat dibenci oleh Rumpa, sekaligus Ibunya Chavit dan Lisa. Berarti Fah tuh aslinya adalah sepupunya Chavit dan Lisa). Bibi Ked curiga bahwa ayahnya mungkin mengetahui kabar tentang Rumpa. 

Makanya hari ini Petch memanggil seorang polisi kenalannya untuk meminta bantuannya mencari Rumpa. Tapi dia ingin masalah ini diselidiki secara diam-diam dulu agar tidak menimbulkan kehebohan.

Esok harinya, Petch membawa Chavit dan Saruch ke lapangan tenis, dan bertemu dengan Poom di sana, sepupunya Petch - anaknya Khun Chai Ronnaphee. (Ooow, kayaknya dia nih yang bakalan ditarget sama Fah nantinya).

 

Chavit ngotot untuk tanding dengan Petch. Kalau dia menang, dia akan mulai merayu Ploy. Kalau dia kalah... juga dia akan tetap merayunya, dikit. Pfft!

"Jangan ganggu. Buang-buang waktu saja."

"Bantulah aku, Kakaknya Calon Pacar."

"Tidak secepat itu, Chavit."

Petch penasaran kenapa dia baru mengejar Ploy sekarang padahal sebelum-sebelumnya juga dia selalu menaruh perhatian pada Ploy.

Chavit meyakinkan bahwa dia mengejar Ploy bukan demi warisan atau karena ancaman ayahnya. Kedua hal itu hanya pemicu yang membuatnya memikirkan hal ini dengan serius, membuatnya bahwa Ploy adalah satu-satunya untuknya dan betapa berartinya Ploy baginya. Dia akan membuktikan pada Petch kalau dia beneran serius.

Namun yang tak disangkanya, Petch mendadak memberi lampu hijau. Tapi... dia juga memperingatkan Chavit untuk berhenti bermain-main dengan sembarang wanita. Jika tidak, maka sebaiknya Chavit menjauh. Jika dia menyakiti Ploy, maka dia bukan hanya akan kehilangan Ploy dan warisannya, melainkan juga akan kehilangan teman dan mungkin nyawanya. Wuih! Serem!

"Jangan mematahkan semangatku dulu. Aku sedang mencoba meningkatkan diriku di sini."

"Untuk seseorang seperti Ploy, kau tidak akan memiliki kesempatan kecuali kau bisa mendapatkan kepercayaannya. Dia sendiri yang akan memutuskan apakah dia akan mengizinkanmu masuk. Jadi silahkan saja. Berhenti bicara dan buktikan kalau kau serius. Apa pula yang kau takutkan? Paling buruk, kau akan mati."

Malam harinya, Petch ngobrol sama Poom yang mengaku bahwa belakangan ini dia mulai ingin punya pacar. Malah, dia punya feeling bahwa sebentar lagi dia akan bertemu dengan seseorang.

Namun apakah orang yang akan dia temui itu adalah belahan jiwanya atau belahan jiwa orang lain, dia tidak begitu yakin. Yang pasti, dia pasti akan bertemu dengan orang itu. (Oh? Dia punya feeling akan bertemu Fah?)

Malam itu, Petch menelepon Fah untuk menanyakan keadaannya dan apakah dia akan masuk kerja besok. Fah tersipu malu mengiyakannya, sekaligus berterima kasih atas pesanan Petch di toko makanan bibinya.

Petch memberitahu bahwa dia harus menghadiri rapat dewan sepanjang hari besok, jadi dia tidak akan bisa menemani Fah di kantor. Yang penting Fah jangan terlalu memaksakan diri di kantor besok. Sebelum menutup telepon, sekali lagi Petch meminta maaf karena marah pada Fah kemarin.

Keesokan harinya di kantor, Fah tidak melihat Petch di ruangannya, tapi dia menemukan kotak hadiah berupa syal dan sebuah pesan manis dari Pak Bos yang jelas saja membuat Fah semakin berbunga-bunga.

Lagi-lagi Petch memesan dari toko makanan Bibinya Fah untuk konsumsi rapat hari ini. Pak Sopir yang mengambilnya sendiri, dan dari salah satu Bibinya Fah yang cerewet, dia mengetahui bahwa ternyata di rumah ini juga tinggal Ibunya Fah.

Namun Ibunya Fah itu ngeselin minta ampun. Bukan cuma karena dia sangat jarang keluar kamar, tapi juga karena dia tidak pernah menyukai siapa pun. Bilang ke Petch, kalau Bosnya Pak Sopir itu beneran serius sama Fah, maka sebaiknya suruh dia datang dan bawa keluar Ibunya Fah dari sini.

Di jam istirahat, Fah bingung memikirkan target balas dendamnya. Soalnya Khun Chai Ronnaphee punya dua orang putra, Jak dan Poom, dia bingung memilih mana yang harus dia target.

Prissy dan Neung kembali saat itu dan langsung menggosip bahwa tadi di bawah, mereka melihat calon tunangan Pak Bos, alias Lisa, sedang makan siang bersama pria lain, arsitek proyek baru, Saruch.

Nus pun ikut bergabung dengan mereka lalu dengan cerewetnya mengeluh ke Fah dan yang lain tentang kesibukannya karena Pak Bos menyuruhnya untuk membuat persiapan pertemuan besok. Pertemuan dengan semua sepupu Jutathep untuk membahas pernikahan Phuthaneth Jutathep. 

Masalahnya, jumlah mereka tuh banyak banget. Ruang rapat sama sekali tidak akan cukup menampung mereka. Kalau semuanya datang, maka satu-satunya tempat yang bisa menampung semua orang adalah ruang pertemuan hotel. Makanya pertemuannya akan diadakan di JT Hotel. Dia asyik saja nyerocos tanpa sadar bahwa dia sedang memberikan informasi penting bagi Fah.

Bersambung ke part 2

Post a Comment

0 Comments