Sinopsis Padiwarada Episode 13 - Part 2

 Sinopsis Padiwarada Episode 13 - 2



Duang kesal dan malu. Tapi Braranee jadi makin getol menyindirnya. Duang berani datang kemari, apa dia tidak takut ditangkap polisi?

Tak ingin malu, Duang langsung menyapa dua orang temannya yang ada di sana. Tapi kedua wanita itu mendadak pura-pura tak kenal sama dia. Braranee sontak terkekeh sinis melihat hal itu.

"Dulu kau cantik, arogan, dan tidak peduli dengan orang lain. Tapi sekarang kau bangkrut, semua orang akan menginjak-injakmu sampai kau hancur dua kali lipat!"

"Hei! Apa kau cari perkara denganku?"

"Rin sekarang punya status sosial yang tinggi. Dia menghinamu sebagai seorang bangsawan. Tapi hinaannya mungkin tidak membuatmu merasakan apapun. Orang sepertimu harus berhadapan dengan orang sepertiku. Berhentilah terlibat dengan Saran. Berhentilah menyakiti perasaan orang lain. Karena sekarang ini, tidak ada seorang pun yang peduli padamu lagi!"

PLAK! Duang sontak menamparnya keras-keras. Tapi Braranee langsung membalasnya tanpa ampun. Duang rupanya belum mengerti juga, yah. Dulu, semua orang bergaul dengannya hanya karena status sosialnya dan kekuasaan uang.

Tapi jika sekarang Duang tidak segera bertobat dan melakukan kebaikan, maka semua temannya akan berbalik melawannya, termasuk Saran.

"Tidak benar! Saran tidak akan pernah meninggalkanku! Saran tidak akan meninggalkanku!"

"OI! Berisik banget! Semua orang di sini sedang bersenang-senang! Sini kau!"


Braranee langsung menyeretnya keluar dengan kasar lalu mendorongnya sampai Duang tersungkur ke lantai, tepat di hadapan banyak orang.

"Pergi sana! Komunitas di sini tidak membutuhkan orang bangkrut sepertimu. Enyah kau dari sini! Dan jangan lagi dekat-dekat dengan orang-orang terdekatku! Menyenangkan sekali! Orang jahat sepertimu memang harus berhadapan dengan orang jahat sepertiku!"

Braranee langsung pergi meninggalkan Duang untuk jadi tontonan orang-orang di sana.


Ibu sudah gelisah saat Nuer dan Saran pulang tak lama kemudian. Mereka semua cemas karena Duang mendadak menghilang entah ke mana. Apalagi tadi siang dia terus mengeluh kalau Saran tidak peduli padanya lah, Saran tidak mencintainya lagi lah.

Ibu sudah berusaha menghiburnya dengan meyakinkan kalau Saran cuma pergi bekerja, tapi Duang tidak mau dengar. Dia tampak seperti Ayah Saran dulu saat beliau sudah tidak memiliki apapun lagi dalam hatinya. Ibu takut kalau Duang akan bunuh diri.

"Aku akan pergi mencarinya." Ujar Saran.

 

Duang mengendarai mobilnya entah ke mana dengan perasaan kalut. Secara bersamaan, Rin kembali ke rumah Sivavet yang sekarang kosong dan gelap. Dia masuk ke sebuah ruang kerja dan mendapati sebuah kotak kayu yang di atasnya ada patung Buddha.

Rin langsung tahu kalau ruangan ini pastilah tempat kematian Ayah Saran. Rin pun langsung bersujud memberikan penghormatannya dan meminta maaf pada mendiang karena telah membuat Saran bersedih.

Tapi tiba-tiba dia tergerak untuk membuka kotak kayu itu dan menemukan pistol yang digunakan Ayah Saran untuk membunuh dirinya sendiri.


Saran pergi ke rumah keluarga Duang, tapi hanya mendapati Naris yang masih belum beranjak dari tempatnya. Wajahnya bahkan sudah semakin mengkhawatirkan, matanya memerah dengan air mata yang terus mengalir tiada henti. Dengan tanpa semangat sedikit pun, dia cuma tanya Saran siapa? Hakim? Pengacara? Atau wartawan?

"Aku Saran."

Nama itu kontan menarik perhatian Naris. Dengan susah payah dia beranjak bangkit dan tanya apakah Duang ada bersamanya? "Aku merindukannya. Aku menunggunya."

"Tidak. Dia sudah tidak bersamaku lagi. Aku datang untuk mengecek apakah dia sudah pulang kemari. Dia tidak pulang?"

Melihat Saran malah membuat Naris semakin rendah diri. Saran memang tampak jauh lebih baik darinya. Sekarang dia mengerti kalau dia tidak akan bisa mengalahkan Saran. Apa Saran tahu kalau perasaan Duang padanya tak pernah berubah?

"Aku sudah menikah. Aku dan Duangsawat, kami tidak akan pernah sama seperti dulu lagi. Apa kau baik-baik saja?" Cemas Saran

Naris langsung terjatuh lemas. "Kau tidak akan bisa menolongku. Tidak akan ada seorang pun yang bisa menolongku." Tangis Naris.


Tak tahu harus bicara apa lagi, Saran akhirnya pamit dan pergi sambil bertanya-tanya ke mana kira-kira Duang pergi. Tiba-tiba dia kepikiran ucapan Duang waktu itu, saat dia mengaku kalau dia selalu terbayang-bayang akan image Saran waktu Saran melompat dari jembatan.

"Jembatan?" Cemas Saran.


Dugaannya benar, Duang berjalan linglung ke dermaga tempat Saran menceburkan dirinya ke laut. Pada saat yang bersamaan, Nuer juga cemas kalau-kalau Duang akan bunuh diri seperti Ayah Saran dulu.

"Saat kita mengalami penderitaan yang sangat dalam, semua orang pasti kepikiran untuk melakukan bunuh diri. Beberapa orang ingin mati karena mereka ingin mengakhiri hidup yang mereka kira tidak ada jalan keluar. Beberapa orang ingin mati agar mereka bisa hidup... hidup bersama orang yang mereka cintai. Karena mereka ingin orang-orang yang mereka cintai, mengingat mereka. Orang-orang itu mati dalam ambiguitas."

Karena itulah, orang menyebut bunuh diri sebagai pikiran sempit. Orang-orang seperti itu lemah dan kurang cerdas. Sedangkan orang-orang yang kita hina, mereka tidak akan menangis lama. Mereka akan melupakan kita dan menghabiskan hidup mereka bersama kekasih baru mereka. Begitulah hidup.


Dan tepat saat itu juga, Rin mengambil pistol itu dari dalam kotaknya. Pistol yang membuatnya membayangkan betapa besar penderitaan Ayah Saran hingga ia memutuskan bunuh diri.

Dan bayangan itu sontak mempengaruhi Rin sampai-sampai dia juga berpikir untuk mengakhiri penderitaannya dengan pistol itu.

Segalanya terjadi pada saat yang bersamaan. Naris terus menerus menangis dan menyalahkan dirinya sendiri. Sedangkan Duang sudah berdiri di pagar jembatan, menatap lautan di bawahnya sembari teringat rutukan Rina padanya waktu itu dan hinaan Braranee.

Saat itu juga, Naris tiba-tiba berhenti menangis dan sebuah keputusan melintas dalam benaknya. Dia langsung menenggak obat-obatan dalam jumlah besar, sementara Duang menceburkan dirinya sendiri ke laut. Dan Rin pun hendak menempelkan pistol itu ke kepalanya sendiri.

"Mereka yang berpikir bahwa mereka sudah tak punya apapun lagi adalah orang yang paling buruk. Mereka diperbudak oleh perasaan mereka sendiri. Mereka mengabaikan orang-orang yang mencintai mereka. Mereka tidak bisa melihat alasan lain untuk menyelesaikan masalah mereka. Sanuer, kita hidup untuk menyelesaikan masalah. Kita hidup untuk bahagia dan bukannya bersedih." Ujar Ibu Saran.

Tapi syukurlah Rin tiba-tiba sadar dan langsung mengembalikan pistol itu ke kotaknya. Pada saat yang bersamaan, Saran menceburkan diri ke laut tepat waktu untuk menyelamatkan Duang.

Rin menutup kotak itu lalu mengembalikan patung Buddha kembali ke atasnya sebelum kemudian pergi dari sana. Begitu Duang sadar, Saran langsung mengomelinya dengan cemas. Tapi Duang sangat lemah dan langsung pingsan lagi.


Sayangnya, Naris tak terselamatkan. Saat seorang pembantu membangunkannya keesokan harinya, Naris tiba-tiba terkapar mati dengan mata terbuka.


Saran, Ibu, dan Nuer ada di sana saat Duang siuman. Dia langsung histeris saat menyadari dirinya masih hidup. 

Saat akhirnya dia sudah mulai tenang, Saran memberinya kabar yang jauh lebih buruk, Naris mati bunuh diri semalam. Kabar itu tampaknya membuat Duang benar-benar menyesal.


Chalat memberitahukan kabar tentang kedua orang itu pada Rin. Duang selamat, tapi Naris tidak. Rin shock mendengarnya, tapi dia yakin kalau Saran pasti menjaga Duang. Chalat ingin mengunjungi Duang, dan dia ingin Rin ikut.


Di rumah sakit, Nuer kasihan melihat Duang yang ingin bunuh diri hanya karena Saran sudah tidak mencintainya lagi. Kalau Saran balikan sama Rin, jangan-jangan Duang akan mencoba bunuh diri lagi.

"Benar. Cinta segitiga mereka masih jadi masalahnya. Kalau dia melakukan ini lagi, Saran bisa tambah sakit kepala."


Saran sendiri sedang merenung di luar saat dia melihat Rin datang. Keduanya agak canggung bertemu satu sama lain. Apa Rin mau menjenguk Duang? Tanya Saran.

Rin membenarkan. Dia datang bersama Chalat. Tapi setlah dipikir-pikir, jauh lebih baik kalau Duang tidak melihat wajahnya. Kondisinya mungkin akan memburuk, makanya dia memutuskan keluar dan membiarkan chalat menjenguk Duang sendiri. apa Saran tidak menjaganya?

"Ibu dan Nuer ada di atas. Duang tidur setelah minum obat."

"P'Chalat bilang kalau Khun Duang mencoba bunuh diri karena kau."

"Mungkin ada banyak alasan. Bukan cuma karena aku seorang."

Bersambung ke part 3

Post a Comment

0 Comments