Sinopsis Padiwarada Episode 13 - Part 1

  Sinopsis Padiwarada Episode 13 - 1



Duang melarikan diri dari rumahnya dan langsung mendatangi kantornya Saran. Begitu Saran datang, dia langsung menghambur ke dalam pelukannya dan menangis.

"Tolong aku, Saran. Aku sudah tidak punya apapun lagi. Tolong aku."


Prihatin, Saran akhirnya memutuskan membawa Duang ke rumah saudaranya yang sekarang ditinggalinya bersama Ibu. Ibu yang juga prihatin dengan keadaannya, menyambutnya dengan ramah. Sementara Nuer membawa Duang ke kamarnya, Ibu dan Saran membicarakan masalah ini. 

Saran yakin besok masalah itu akan jadi berita besar. Duang ngotot tidak mau pulang, makanya Saran membawanya kemari. Nanti dia akan minta izin bibinya. Tapi Ibu memberitahu kalau Bibinya Saran pergi ke luar kota sekarang ini untuk urusan bisnis, mungkin baru akan kembali bulan depan.

"Ini bukan masalah kecil. Kita berdua pernah mengalami masalah ini dulu. Ibu akan membantu menjaganya. *Sigh* Kita bisa senang dan sedih, kaya dan bangkrut hanya dalam waktu semalam. Tidak ada yang mengerti kecuali pernah mengalaminya sendiri."


Rin senang melihat perkembangan ayahnya dalam terapi fisik. Bahkan sekarang ia sudah bisa mengangkat kedua kakinya. Ahli terapi memberitahu Rin bahwa Ayah setiap hari latihan agar ia bisa menunjukkan pekembangannya pada Rin, biar Rin memujinya. Ia benar-benar termotivasi berkat Rin.

Rin heran sebenarnya. Sudah lama Ayah seperti ini, lalu apa yang tiba-tiba memotivasinya?

"Cinta... cinta."

"P'Chalat?"

"Cinta Rin."

"Cinta aku?"

"Cinta saudara."

"Cinta Bibi? Cinta bisa mendorong kita sampai sejauh ini? Pantas saja, aku merasa tidak bisa bernapas belakangan ini." Rin sedih.

Tapi tiba-tiba dia teringat akan nasehat Tuan Bumrung bahwa cinta harus diciptakan. Ingatan kontan memotivasi Rin jadi lebih bersemangat, hari ini dia akan membangun cinta dan memperjuangkan cinta itu.

"Ayah restui aku, yah?" Pinta Rin. Dan Ayah langsung menjawabnya dengan meletakkan tangannya di atas tangan Rin.


Chalat membaca berita tentang perusahaan keluarga Duang yang kena tipu itu. Cemas, dia langsung pergi ke rumah Duang, tapi hanya mendapati Naris yang masih duduk di tempat dengan wajah pucat pasi. 

"Aku sudah dengar beritanya dari koran. Aku mencemaskan Duang. Bagaimanapun, dia adalah temanku."

"Dia sudah tidak ada di sini lagi."

"Dia melarikan diri. Lalu kenapa kau masih ada di sini?"

Tentu saja karena nama Naris terdaftar di perusahaan. Dia sudah pasti akan ditahan, dia juga tidak tahu harus lari ke mana. Semua orang membencinya, dia sudah menghancurkan hidup Duang.

Chalat menyarankannya untuk pergi menyembunyikan dirinya dulu saja sebelum dia didatangi penagih hutang dan awak media. Lebih baik dia pergi dan mencari solusi dulu.

Tapi Naris menolak dan ngotot mau bertanggung jawab. Bahkan kalau para penagih hutang itu ingin membunuhnya, dia akan tetap di sini dan membiarkan mereka membunuhnya. Bahkan istrinya saja menyuruhnya untuk mati.

Lebih baik Chalat pergi saja. Dia mau tetap menunggu Duang di sini, dia ingin Duang tahu kalau dia sedih. Dia ingin Duang tahu betapa dia sangat mencintai Duang. Dia benar-benar menyesal.


Dengan tekad barunya untuk membangun cinta dan memperjuangkan cinta, Rin pun pergi mencari Saran ke rumah saudaranya Saran.

Tapi tepat saat itu juga, Saran malah sedang berusaha membujuk Duang untuk makan. Dia cemas karena Duang demam, makanya dia berusaha membujuk Duang untuk makan dan minum obat. Tapi Duang menolak makan.

"Ran, jangan meninggalkanku. Aku tidak punya siapapun."

"Iya. Aku tidak akan meninggalkanmu. Makanlah."

Duang bersikeras tidak mau makan dan terus meminta Saran untuk menemaninya. Dia sangat membutuhkan Saran sekarang ini. Berusaha menenangkannya, Saran menggenggam kedua tangan Duang dan meyakinkan Duang bahwa dia tidak akan meninggalkan Duang... tepat saat Rin masuk dan melihat pemandangan tidak menyenangkan itu.


Mereka sama sekali tidak menyadari kehadiran Rin dan Duang terus memaksa Saran untuk berjanji bahwa Saran tidak akan meninggalkannya.

Semua ini terjadi karena karma atas perbuatannya pada Saran. Seandainya saja waktu itu dia tidak menikahi Naris, mereka berdua pasti akan hidup bahagia bersama.

"Kau masih saja membicarakan hal-hal yang tidak mungkin bisa diubah. Bagaimana bisa kau membaik kalau begini?"

"Saat kau melompat dari jembatan karena kau sedih aku memilih menikah dengan orang lain, bayangan itu selalu menghantuiku. Kau kehilangan segalanya karena aku tidak mencintaimu. Apa yang kulakukan padamu hari itu, aku mendapatkan karmanya hari ini."

Duang langsung memeluk Saran dan meminta maaf berulang kali dengan berlinang air mata. Dan Saran bahkan tidak menolaknya, malah mengusap-usap punggung Duang dengan lembut dan berusaha menenangkannya.


Patah hati, Rin langsung pergi dari sana dengan berlinang air mata. Ibu yang baru dari kebun, melihat mobil itu, tapi beliau tidak tahu itu mobilnya siapa dan tidak terlalu memikirkannya juga.


Rin langsung pergi ke rumah keluarga Bumrung sambil menangis. Bu sontak cemas melihatnya. Apa yang terjadi padanya? Bagaimana bisa orang kuat seperti Rin, menangis seperti ini?

"Perasaan ini... perasaan dia tidak membutuhkanku." Tangis Rin.


Saat Braranee mendengar hal itu, dia sontak marah-marah merutuki Saran dan menuduhnya sudah balikan dengan mantannya.

"P'Braranee! Kan sudah kubilang kalau semua koran memberitakan tentang apa yang terjadi pada rumah Duangsawat." Tegur Bu.

Duang sedang mengalami kesusahan sekarang ini. Bu yakin kalau Duang pasti pergi ke sana cuma untuk minta bantuan teman lamanya.

Braranee tak percaya, teman lama macam apa yang berpelukan bahkan sampai membiarkan Duang tidur di rumahnya? Waktu itu Saran marah-marah hanya karena Rin menjadi tuan putri dalam sekejap mata, dan sekarang dia melakukannya lagi.

"Semua pria itu egois!"


Walaupun sedih, tapi Rin memutuskan tidak akan mengatakan apapun saat ini. Dia akan menunggu Duang merasa baikan dulu. Dia sungguh tidak mengerti karma apa yang terjadi saat ini.

"Kami bahkan belum membicarakan masalah yang terakhir kali. Atau mungkin... kami memang tidak ditakdirkan bersama."

"Tenanglah dulu, Rin. Mungkin tidak ada apa-apa."


Dalam rapat hari itu, Kepala Sheriff marah-marah karena mereka masih saja belum bisa menemukan Kao dan gengnya padahal mereka sudah memasang barikade di semua jalan selama beberapa hari.

Saran menyarankan agar mereka meningkatkan jumlah pasukan. Kalau Kao sampai tiba di Paktai, masalah akan jadi makin runyam bagi semua orang, termasuk bagi Saran.

"Dia punya dendam kesumat padamu, kan?"

"Dia dan aku, jika kematian tidak memainkan perannya, maka masalah tidak akan berakhir."


Tanpa mereka ketahui, Kao dan gengnya sebenarnya sudah hampir tiba di Paktai setelah beberapa hari mengayuh rakit. Kao mengajak mereka jalan kaki melewati hutan di pegunungan karena hanya itu jalur paling aman dari pengawasan Saran.

Salah satu gengnya cemas karena jalan yang dia pilih itu terlalu jauh. Mereka mungkin bisa mati sebelum sampai di markas mereka.

"Kau dan aku punya musuh yang sama, yaitu Saran. Begitu kita tiba di Pak Tai, aku punya rencana bagus." Ujar Kao lalu melangkah duluan memimpin jalan mereka.


Ibu masuk ke kamar Duang untuk membawakan makan siang dan obat untuknya. Ibu meyakinkannya untuk jaga kesehatan dulu sekarang, setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Tapi Duang terus saja mencari-cari Saran. Dia pergi ke mana?

"Dia kerja. Dia tidak akan pulang sampai besok."

"Dia tidak akan pulang? Aku seperti ini, dia masih bisa pergi bekerja? Apa dia ingin aku mati dulu?"

"Dia itu sheriff yang tugasnya melindungi masyarakat. Bukankah terlalu egois kalau kau menyuruhnya untuk menjagamu seorang?" Tegur Ibu. "Makan saja dan minum obatmu. Besok atau lusa, dia pasti pulang."

Ibu lalu pergi, tapi Duang malas terus-terusan di rumah dan akhirnya memutuskan pergi. Dan tempat yang didatanginya ternyata diskotik. Parahnya lagi, dia bahkan memesan alkohol yang sangat kuat biar dia bisa tidur... dan jauh lebih baik kalau dia tidak bangun lagi.


Kebetulan, Braranee juga ada di diskotik yang sama dan duduk tepat di meja sebelah. Kesempatan, Braranee langsung mendekatinya sambil nyinyir. Dia tidak menyangka kalau Duang masih punya muka untuk menampakkan dirinya di hadapan orang lain padahal berita tentang keluarganya sudah viral di mana-mana.

"Berita? Beritanya sudah tersebar?" Panik Duang.

Duang tidak percaya? Braranee pun dengan sengaja teriak-teriak mengumumkan pada semua orang yang ada di sana untuk melihat Duang yang baru saja bangkrut setelah kena tipu orang bule ini. Beritanya sudah masuk koran loh.

Bersambung ke part 2

Post a Comment

0 Comments