Sinopsis Padiwarada Episode 12 - Part 3

  Sinopsis Padiwarada Episode 12 - 3



Sesampainya di rumah, Naris langsung menyambut Duang dengan antusias. Duang dari mana saja? Dia sudah menunggu agar mereka bisa makan bersama.

"Kenapa kau menunggu? Ini makanan dari rumahku. Orang tuaku lah yang membayarnya. Kau makan gratis di sini. Silahkan, kau makan." Sinis Duang.

"Aku kan cuma tanya, cuma penasaran. Bagaimana bisa kita menjadi sebuah keluarga kalau kita tidak saling mengkhawatirkan satu sama lain?"

"Jadi seperti ini saja. Kaku seperti ini." Sinis Duang.


Orang tua Duang datang saat itu. Ada masalah yang jauh lebih penting sekarang. Tadi mereka bertemu dengan Khun Ying pemilik tanah yang rencananya mau mereka beli.

Tapi Khun Ying bilang kalau sampai sekarang perusahaan mereka sama sekali belum menghubunginya tentang tanahnya. Bagaimana bisa Naris akan membangun sebuah pusat perbelanjaan kalau dia bahkan belum membeli tanahnya? Kapan dia mau membangunnya kalau begitu?

Naris malah bingung. Dia benar-benar tidak tahu apa-apa... soalnya dia mempercayakan semuanya pada Mr. Jim. (Hah? Ini orang lugu apa bego, sih?)

Ayah jelas kesal mendengarnya. Dulu, Naris memohon-mohon padanya untuk dikasih pekerjaan dan Ayah membiarkannya menjadi manager. Dan sekarang dia malah bilang tidak tahu apa-apa tentang masalah sepenting ini.

"Kalau begitu, aku akan segera menanganinya."

"Segera? Kapan? Hubungi Mr. Jim sekarang juga!"

Tapi Naris malah masih memikirkan kesopan-santunan, dia takut mengganggu Mr. Jim soalnya sekarang sudah jam 2 dini hari. Ayah tidak peduli, telepon Mr. Jim sekarang juga! Cepetan!


Naris akhirnya pergi melaksanakan perintahnya. Ibu benar-benar khawatir sekarang. Mereka sudah menyerahkan seluruh kekuasaan mereka secara resmi pada Naris. Itu kan artinya, semua uang mereka dipegang Naris? Apa tidak apa-apa?

Ayah jadi cemas juga mendengarnya dan langsung berusaha menyuruh Duang untuk membantu Naris. Ayah stres melihat Duang keluyuran terus kerjanya tiap hari. Apa Duang mau menunggu mereka mati dulu, baru dia mau kerja?

Tapi Duang seperti biasanya, tidak mau tahu dan masa bodo saking sibuknya memikirkan masalahnya sendiri lalu pergi.


Sementara itu, Rin sedang sibuk mengawasi para pekerja yang merenovasi rumah Sivavet. Dia tampak benar-benar antusias.


Saran memimpin 3 orang polisi mengendap-endap ke sebuah perkampungan yang diduga tempat tinggalnya Kao. Di sebuah gang, dia melihat setelan baju di jemuran dan dia langsung bisa mengenali baju itu. Jelas itu adalah bajunya Kao yang dia lihat waktu Kao naik kereta.

Para polisi pun langsung bersiap dengan pistol-pistol mereka. Tapi saat mereka menggerebek tempat itu, tempat itu malah kosong. Tapi ada piring makan yang jelas bekas orang.

Saran menduga mungkin makanan ini sisa kemarin. Mungkin Kao menginap di sini semalam sebelum pergi menangani urusannya. Tapi apa kira-kira urusannya di ibu kota? Tanya salah satu polisi.

"Entahlah. Lebih baik kita tanya-tanya warga."


Tapi saat mereka menyusuri gang yang sangat amat sepi itu, Para Polisi merasa aneh dengan udara yang mendadak dingin dan berkabut ini. Saat itulah Saran baru sadar dan langsung cemas.

Saat dia menajamkan pandangannya menembus kabut, tiba-tiba dia melihat Kao sudah berada di dekat mereka. Saran sontak panik menyuruh anak-anak buahnya menunduk dan seketika itu pula Kao menyerang mereka sambil terus merapalkan mantra untuk menghalangi pandangan para polisi.

Lucunya, para anak buahnya Saran malah nggak ngeh dengan aksi tembak-tembakannya Saran. Dia lagi nembakin apa sih?... Baru saat salah satu polisi menoleh ke arah kabut, dia melihat Kao di sana.

Si polisi langsung mengeluarkan pistolnya. Tapi Kao dengan cepat merapal mantra hingga membuat pistol para polisi macet. Jadilah Saran harus melawan Kao seorang diri.


Para polisi itu jelas heran melihat pistolnya Saran baik-baik saja sampai-sampai mereka menduga kalau pistolnya Saran pastilah punya kekuatan magis juga.

"Si*lan! Kalian tidak pernah membersihkan pistol apa? Peluru-peluru kalian itu sudah tua! Kapan terakhir kali kalian menggunakan pistol-pistol kalian?" Kesal Saran.

"Aku tidak ingat, Pak." Kata salah satu polisi sambil nyengir tanpa dosa. (Pfft!)

"Aku cuma bawa pistol buat menakut-nakuti penjahat."

"Kami tidak pernah membersihkannya, Pak." (Wkwkwk! Geblek semua)

"Tuh, kan! Mantra sihir itu tidak bisa diandalkan. Kesadaran dan kecerdasan lah paling bisa diandalkan. Sekarang ini kita kehabisan peluru, dia juga."


Maka Saran pun memutuskan untuk meninggalkan pistolnya lalu maju menghadapi Kao. Kao pun melakukan hal yang sama sambil kesal ngelabrak Saran. Dia sudah hampir mati karena Saran, tapi Saran masih saja mengikutinya sampai kemari.

"Kenapa kau datang ke ibu kota?" Tuntut Saran.

Kao beralasan kalau dia cuma mau cari cewek. Tentu saja Saran tidak percaya, lebih baik mereka mengakhiri dendam kesumat mereka sampai di sini. Satu lawan satu, tanpa pistol ataupun bom.

Kao tak gentar. "Kau dan aku, satu lawan satu. Ini adalah hari di mana kau akan mati! Kalau kau mati, maka aku hidup. Kalau aku hidup, maka kau mati." (bedanya apa coba?)

"Hari ini adalah hari kematian. Kalau kau mati, maka aku hidup. Kalau aku hidup, maka kau mati!"


Kao langsung merapalkan mantra untuk memberi kekuatan pada kepalan tangannya. Saran tak takut, Kao pun sontak menyerangnya dengan kekuatan luar biasa. Tapi Saran dengan mudah melawan balik dan membanting Kao tanpa ampun.

Sementara Saran berusaha keras melawan Kao, trio polisi geblek malah cuma nonton sambil menyoraki Saran seolah lagi nonton pertandingan MMA.

Kao bangkit dengan cepat lalu berusaha mendekap tubuh Saran sekuat tenaga sampai Saran menjerit kesakitan seolah tulangnya hampir remuk. Untung saja dia berhasil mendapatkan kekuatannya kembali dengan cepat dan sekali lagi membanting Kao ke tanah dengan keras.

Pertarungan terus berlangsung dengan sengit. Kao hampir saja menginjak Saran, tapi Saran berhasil menghindar tepat waktu. Saran berusaha menendangnya, tapi Kao sigap menangkap kakinya.


Tak kurang akal, Saran langsung menendang Kao pakai kaki satunya dan jadilah mereka berdua sama-sama tersungkur. Mereka terus berusaha menyerang dan menghajar satu sama lain.

Tapi kemudian Kao menemukan sebuah pipa lalu menggunakannya untuk menyerang Saran. Dengan sadisnya dia menggunakan pipa itu untuk mencekik Saran sekuat tenaga. Untung saja Saran berhasil melawan balik dengan cepat dan membantingnya sekuat tenaga.


Tapi tiba-tiba rekannya Kao muncul sambil menembaki Saran. Saran pun langsung bergulingan menghindari peluru-peluru itu hingga dia aman dibalik tembok.

Kao pun langsung memanfaatkan kesempatan itu untuk kabur, tapi dia bersumpah kalau mereka berdua pasti akan bertemu lagi lain kali.

Alih-alih mengkhawatirkan Kao pergi ke mana, trio polisi geblek malah heboh sendiri mengagumi Saran yang tidak kena tembakan sama sekali. Dia punya kekuatan apa sih? Perasaan dia tidak merapal mantra apa-apa tadi? Apa dia punya kekuatan magis?

"Kalau kalian ingin menggunakan mulut kalian untuk bekerja, pergi tanyai para warga sana! Selidiki kenapa White Tiger ada di sini! Pergi!" Bentak Saran.


Menurut pengakuan salah satu bibi, rumah yang tadi itu sudah lama kosong. Orang terakhir yang tinggal di sana, sudah meninggal setahun yang lalu. Dan orang itu adalah Bibinya Kao.

"Beberapa hari yang lalu, ada seseorang yang tinggal di sana. Mungkin keponakannya Maen. Apa anda pernah melihatnya?" Tanya Saran.

"Kalau seseorang tinggal di sana, kami pasti akan melihat ada cahaya lampu. Tapi tidak ada sama sekali." Ujar Bibi.

Trio polisi geblek juga tidak menemukan informasi yang berarti. Tapi saat Saran tanya apakah Bibinya Kao punya sanak saudara lain, Bibi membenarkan. Ada seseorang bernama Chin, dia seorang gangster dan sekarang ada di penjara.

Saran mengerti. Karena semua anggotanya sudah mati, Kao sekarang pasti menginginkan Chin untuk masuk kelompoknya.

"Tapi dia kan ada di penjara. Bagaimana mungkin dia bisa masuk grupnya?" Heran si polisi.

"Jangan-jangan... dia melarikan diri dari penjara?"


Benar saja. Tepat saat itu juga, tiba-tiba terjadi ledakan besar di sebuah lapas. Begitu dia mendapat kabar itu, Saran langsung bergegas kembali ke kantor untuk melaporkannya pada Kepala Sheriff.

Kabar itu masuk koran dengan cepat. Para polisi pun langsung rapat darurat. Seorang polisi senior melapor bahwa saat itu mereka belum tahu apakah ada tahanan yang kabur. Tapi setelah pengeboman itu terjadi, mereka mendapati para napi itu sudah kabur jauh.

Saran yakin kalau Kao sekarang akan kembali ke Paktai karena di sanalah dia mendapatkan uang dan berkuasa. Saran tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Kepala Sheriff pun segera memerintahkan mereka untuk pergi mencari White Tiger dan para napi itu.

Bersambung ke part 4

Post a Comment

0 Comments