Sinopsis Padiwarada Episode 12 - Part 2

  Sinopsis Padiwarada Episode 12 - 2



Pagi itu, Rin terbangun karena alunan lagu yang merdu. Masih ngantuk, Rin ngedumel sebal mengira Chalat menyetel lagu keras-keras. Tapi sedetik kemudian dia mulai sadar sepenuhnya dan sadar pula kalau itu bukan rekaman.

Dia sontak sumringah dan melesat turun mencari asal suara... dan akhirnya dia menemukan Saran sedang memainkan gitar di ruang tamu. Bahagia, Rin langsung lari memeluk Saran erat-erat.

 

"Aduh, semua pria di dunia ini pasti cemburu padamu." Goda Chalat. Biasanya Rin kalem dan sopan. Tapi dia imut juga saat melakukan hal seperti ini. Saat itulah Rin baru sadar ada orang lain di sana dan langsung malu.

"Aku tidak menyangka kalau tergila-gila pada istriku bisa memberikan dampak sebesar ini pada hatiku." Kata Saran lalu memeluk Rin erat-erat. "Kalau tak ada siapapun di sini, aku pasti akan menci~mmu."

"Hei, P'Chalat ada di sini."

"Saat aku dekat-dekat kedua orang ini, pria jomblo sepertiku ini cuma bisa mati dan mati." Keluh Chalat.

"Chalat, bisakah kau menghilang 2-3 jam saja?" 

Tapi Chalat tidak mau dan tidak bisa. Soalnya Rin harus ke kantor bersamanya hari ini. Lagian Saran juga harus mengurus White Tiger, kan? 


"Kau sudah mendapatkan lokasinya White Tiger?" Tanya Rin

Saran mendapat petunjuk tentang rumah Bibinya Kao yang dipakainya bersembunyi di ibu kota. Saran berencana mau pergi ke sana.

"Lalu setelah bekerja, kau akan istirahat di sini atau di tempat lain?"

Tapi Saran jelas tidak nyaman dengan rumah ini. Dengan alasan lokasi rumah Bibinya Kao berada cukup jauh dari sini, Saran berkata kalau dia akan tinggal di biara saja selama 2-3 hari.

Rin cukup kecewa sebenarnya, tapi dia tidak mempermasalahkannya. "Mengetahui kau ada di dekat sini saja sudah cukup."

"Aduh, aduh, aku iri."


Setibanya di kantor, Bibi langsung memperkenalkan Rin pada para pegawai, bukan cuma sebagai putri kakaknya, tapi juga sebagai salah satu pimpinan di perusahaan.

Hah? Rin jelas kaget dan langsung protes, dia belum siap dengan hal itu. Tapi Chalat dan Bibi tak setuju. Chalat bahkan menyatakan bahwa mulai sekarang, Rin adalah Asisten Manajer perusahaan kayu Rapeepan. Semua orang langsung menyambutnya dengan tepuk tangan, sementara Rin cuma bisa mesam-mesem canggung.

Duang langsung nyinyir sinis saat teman-temannya memberitahunya tentang posisi baru Rin di perusahaan Rapeepan. Memangnya Chalat tidak tahu yah kalau si pelayan itu tidak bisa apa-apa? Kerjaannya setiap hari cuma membuat sambal, cuci baju dan menjahit. Orang seperti itu jadi asisten manager?

Tapi teman-temannya belum selesai memberinya informasi. Mereka berdua kan bekerja di departemen legal, dan mereka diperintahkan untuk menangani masalah tanah dan harta-harta lainnya.

Sepertinya mereka ingin memberikan semua aset pada Rin. Salah satunya adalah sebuah rumah. Duang jelas penasaran, rumah apa? Entah apa yang mereka katakan, tapi informasi itu jelas membuat Duang tampak cemas.


Saat rapat bersama para sheriff ibu kota, Saran diberitahu bahwa mereka sudah mengirim bala bantuan untuk Saran. Tapi saat dia keluar, dia malah mendapati Duang sudah menunggunya di sana. Dari mana Duang tahu kalau dia ada di ibu kota?

Tentu saja dari teman-teman mereka. Berhubung sekarang Saran sudah pulang kerja, ayo cari tempat untuk ngobrol. (Wah, wah. Dia ada rencana licik apa lagi, nih?)


Dugaan teman-teman Duang benar, Chalat dan Bibi memberikan beberapa dokumen kepemilikan berbagai macam aset pada Rin. Rin sampai melotot banyaknya dokumen itu, mereka memberikan semua ini padanya? Kenapa banyak sekali?

"Kan sudah kubilang, kau punyak hak karena kau pantas mendapatkannya."

Yang mencengangkannya, di salah satu dokumen aset itu ternyata ada Rumah Sivavet, rumah lamanya Saran. (Err... jadi keluarga Rapeepan menyita rumah Saran, gitu?)


Di restoran, Duang bisa menduga kalau Saran pasti datang ke ibu kota untuk mendatangi rumah keluarga Rapeepan. Saran pasti tidak ingin berhubungan dengan keluarga Rapeepan karena masa lalunya, tapi tiba-tiba istrinya menjadi ahli waris keluarga Rapeepan. Takdir benar-benar sudah mempermainkannya.


Chalat memberitahu Rin bahwa rumahnya, rumah Duang dan rumah Saran memang berdekatan satu sama lain. Dulu, setiap kali Ayah Saran membutuhkan sesuatu, beliau pasti akan meminjam dari Ibunya Chalat.

Rin mengerti, jadi Rapeepan adalah debtor terbesar Sivavet? Bibi membenarkan. Saat hutang Ayah Saran semakin meningkat, perusahaan Rapeepan harus menagih hutang mereka. Dan saat Sivavet tak punya apapun untuk membayar hutang mereka, terpaksa Rapeepan menyita rumah Sivavet.

"Dan sejak hal itu terjadi, kau dan Saran masih berteman baik?" Heran Rin

Chalat santai, hal itu kan masalah orang tua mereka. Sementara dia dan Saran hanyalah anak-anak yang tidak tahu apa-apa. Jadi kenapa juga dia dan Saran harus marahan. (Hmm, kayaknya dia nggak sadar kalau Saran beda pemikiran dengannya)


Duang berkomentar kalau Saran dan Chalat bisa tetap berteman, terlepas dari masalah keluarga mereka, karena Saran tahu kalau mereka tidak akan pernah bersama seumur hidup mereka.

Tapi sekarang, Saran dan Rin sudah mendaftarkan pernikahan mereka secara resmi. Lalu bagaimana kehidupan pernikahan Saran mulai sekarang?

"Apa sebenarnya yang sedang kau lakukan? Apa kau sedang berusaha memprovokasi aku dan Rin?"

Duang mengklaim kalau dia hanya bermaksud memperingatkan Saran. Dia kan sedang mengalami masalah besar dalam kehidupan rumah tangganya. Dia bermaksud baik dengan memperingatkan Saran agar Saran bisa bersiap diri untuk menangani apapun yang akan di hadapinya nanti.

"Kami saling mencintai. Kami tidak punya masalah terhadap satu sama lain."

"Kau begitu percaya pada Rin? Uang bisa mengubah orang, Saran." Sinis Duang. "Lihat saja dia sekarang, dia putri seorang milyuner. Apa menurutmu Rin tidak akan berubah?"

"Dia tidak pernah peduli tentang uang atau emas, kehormatan ataupun ketenaran. Nama keluarga Rapeepan tidak akan bisa mengubahnya." Saran percaya pada Rin.


Chalat mengaku kalau dia memang ingin memberikan rumah itu ke Rin karena Saran dan ibunya berhak untuk kembali ke rumah lama mereka.

Rin tentu senang, selama ini mereka harus selalu tinggal di rumah Bibinya Saran setiap kali mereka ke ibu kota. Tapi mulai sekarang, mereka bisa memiliki rumah itu kembali.

"Kita akan merenovasi rumah Sivavet biar lebih cantik, dan kita juga akan mengadakan pesta selamatan untuk rumah itu. Kita akan mengundang semua kerabat mereka dan kita juga akan mengumumkan bahwa rumah Sivavet akan kembali ke Saran. Bagaimana menurutmu?" Kata Chalat antusias.

Rin setuju. "Aku ingin melihat Khun Saran bahagia."


Saran percaya pada Rin, dia yakin kalau Rin tahu apa yang membuatnya bahagia dan apa yang harus dia lakukan. Duang sinis mendengarnya, Saran begitu mempercayai istrinya?

"Cinta pertamaku... menyakitiku sampai aku hampir mati. Aku sangat serius tentang cinta terakhirku."

"Tidak ada kehidupan pasangan yang sempurna."

"Tidak. Aku tidak akan membiarkannya gagal lagi. Aku tidak sanggup terluka lagi. Kalau aku terluka untuk yang kedua kalinya, aku akan hidup bagai mati."

"Semua yang kau ucapkan itu cuma harapan." Nyinyir Duang. Saran berharap kehidupan rumah tangga mereka akan begini dan begitu. Tapi kenyataannya belum tentu.

Tapi Saran tetap teguh dengan keyakinannya akan Rin, dia yakin Rin tidak akan pernah berubah. Rin sangat memahaminya, mereka terlahir untuk satu sama lain. Duang makin sinis mendengarnya, kalimat itu hanya akan membuatnya tertipu. Siapapun orangnya, suatu hari pasti akan dia akan berubah.

"Kau mungkin menginginkan kehidupan rumah tanggaku hancur sepertimu, bukan?"

"Kebanyakan pasangan di dunia ini, terlihat indah dan mewah dari luar. Tapi sebenarnya hancur di dalam."


Chalat meminta Rin untuk memikirkan keuntungan dengan memiliki rumah sendiri. Selama ini Saran sudah puas hanya dengan menjadi seorang sheriff dan tinggal di rumah dinas. Tapi jika ada perubahan, pasti akan terjadi masalah.

Rin mengerti. Jika mereka punya rumah mereka sendiri, maka Saran bisa bekerja dengan tenang dan tanpa mengkhawatirkan apapun. Betul sekali, Chalat yakin kalau Saran pasti akan senang.


Braranee merobek-robek foto-foto Panit sambil menangis dan jejeritan mengutuk Panit. Bu berusaha menenangkannya, tapi Braranee terus menangis histeris meratapi nasibnya yang sekarang jadi janda.

Saat Ibu datang, ia jelas kesal mengomeli Braranee. Dia kan masih muda dan cantik, dia masih punya kesempatan untuk memulai segalanya dari awal.

"Ibu pernah bilang bahwa sejak lahir, kita hanya boleh memiliki satu suami/istri. Tapi sekarang aku jadi janda, aku dicampakkan suamiku. Di mana aku harus menaruh mukaku sekarang?!"

"Kalau kau terus menangis dan takut orang lain mengkritikmu, maka mereka akan memandangmu menyedihkan. Tapi jika kau kuat dan percaya diri, takkan ada seorang pun yang berani mengejekmu. Kau ingin menjadi yang mana? Buat mereka melihatnya, jangan tunggu mereka mendiktemu."

Arun setuju. Lebih baik dia kembali ke ibu kota. Tinggalkan tempat ini dan mulailah dari awal. Tapi Braranee tidak mau dengar dan terus saja menangis meratapi nasibnya.

Bersambung ke part 3

Post a Comment

0 Comments