Sinopsis My Forever Sunshine Episode 2 - Part 1

Karena Paeng menolak pulang, jadi Artit memutuskan untuk mengajaknya karaokean bersama teman-temannya sekaligus untuk menghiburnya. Awalnya Paeng diam terus dengan sedih, tapi teman-temannya Artit seru banget dan baik banget sama dia... sampai akhirnya Paeng mulai bisa menikmati suasana, malah ujung-ujungnya dia jadi yang paling gila. Artit dan ketiga temannya sampai kaget melihat Paeng joget lebih heboh dari mereka.

Tapi Kot jadi suka banget sama Paeng yang ternyata gokil juga, dia jadi ingin punya nomor teleponnya Paeng tapi tidak dibolehin sama Artit yang protektif banget sama Paeng. Paeng tuh adiknya, jadi sudah pasti Artit tidak akan membiarkan Kot merayunya.

Puas bermain, Artit akhirnya mengantarkan Paeng pulang, "bagaimana? Sudah merasa lebih baik?"

"Jauh lebih baik. Terima kasih, P'Artit."

"Lain kali kau harus lebih tenang. Kau sudah besar sekarang, kau sudah bukan anak kecil lagi."

"Aku baru bilang aku merasa lebih baik tapi sekarang malah dimarahi."

"Aku tidak memarahimu. Aku hanya merasa kau terlaluemosional dan terlalu manja tentang ibumu."

"Aku hanya mengkhawatirkannya."

Artit mengerti kalau Paeng menyayangi ibumu, tapi suatu hari nanti Paeng harus dewasa dan berdiri di atas kakinya sendiri. Tapi Paeng bersikeras kalau dia tidak bisa hidup tanpa kedua orang tuanya. Dia tidak punya siapa pun selain orang tuanya.

"Kau benar-benar penyendiri? Tidak punya teman sama sekali?"

"Aku baru punya satu teman... P'Artit."

Paeng jujur mengaku kalau dia iri sama Artit yang memiliki teman-teman yang sangat baik. Artit menyarankannya untuk menjadi lebih terbuka pada orang lain. Tidak sulit kok untuk mendekati orang lain terlebih dulu. Kalau Paeng berhasil melakukannya, itu akan menjadi keuntungan untuk dirinya sendiri.

Paeng masih takut-takut saat dia akhirnya dia tiba di rumah, tapi atas dorongan Artit, Paeng akhirnya memberanikan diri untuk maju dan meminta maaf pada ibunya. Ibu juga setulus meminta maaf pada Paeng atas emosinya tadi. Ibu dan anak itu akhirnya berbaikan kembali.

Ayah benar-benar berterima kasih pada Artit, Ayah sungguh kagum pada Artit, dia orang pertama dan satu-satunya yang bisa menghadapi Paeng. Makanya Ayah harus selalu meminta bantuan Artit untuk mengurus Paeng. Dia sudah banyak merepotkan Artit.

"Tidak masalah, Om. Apa yang kulakukan ini tidak sebanding dengan bantuan Om pada ayahku. Jika ada yang bisa kubantu, aku akan melakukannya dengan senang hati."

"Terima kasih."

"Sama-sama, Om. Kalau begitu, saya pamit sekarang."

Keesokan harinya di kantin sekolah, Paeng galau ingin melakukan saran Artit untuk mendekati seseorang, tapi tidak tahu harus mulai dari mana. Dia mencoba mendekati salah satu siswi, tapi anak itu langsung menjauh dengan jijik.

Dia berusaha tersenyum ramah pada setiap siswa yang lewat, tapi anak-anak itu terlalu ketakutan padanya, jelas salah memahami senyuman ramahnya. Paeng pantang menyerah. Namun masalahnya, saat dia mencoba tersenyum lagi, yang dia senyumi kali ini ternyata seorang cowok yang langsung salah paham, kepedean mengira Paeng sedang merayunya.

Parahnya lagi, tuh cowok punya pacar yang kebetulan lewat dan sekarang pacarnya cowok itu yang salah paham menuduh Paeng merayu pacarnya. Hadeh! Usahanya beramah tamah untuk mencari teman, ujung-ujungnya malah berubah jadi perang lagi hingga para siswi itu dipanggil ke kantor BK.

Seperti biasanya, Paeng terus yang disalahkan. Bahkan guru BK pun tak percaya kalau bukan dia yang mulai duluan. Guru BK hampir mau menelepon orang tuanya Paeng. Namun anehnya, tepat saat itu juga, bahkan sebelum Guru BK menelepon, Ayahnya Paeng mendadak muncul.

Lebih anehnya, Ayahnya ternyata datang untuk menjemputnya dari sekolah bukan karena masalah dia berkelahi. Entah kenapa hari ini Ayah tampak sangat terburu-buru. Dia beralasan bahwa dia dan Ibu sedang ada urusan penting, jadi dia akan menitipkan Paeng ke tempat lain.

Entah urusan penting apa sehingga membuat Ayah tampak begitu panik sampai harus menitipkan Paeng di tempat lain, dia juga menolak memberitahu apa pun pada Paeng. 

Ayah ternyata menitipkan Paeng ke penjagaan keluarganya Artit. Dia juga tidak mengatakan apa masalahnya pada kedua orang tua Artit. Err... atau lebih tepatnya, dia menolak mengatakannya di hadapan Paeng. Dia hanya ingin bicara berdua saja dengan Ayahnya Artit, entah apa yang mereka bicarakan. Sepertinya masalah Ayah sangat berat. Raut mukanya tampak sedih dan panik. 

Lebih anehnya lagi, sebelum pergi, Ayah berkata, "Paeng, selama kau tinggal di sini, jaga sikapmu. Ayah sangat menyayangimu, kau tahu itu kan? Ayah ingin kau bahagia. Apa pun yang terjadi, kau harus kuat dan menghadapi rintangan apa pun yang ada di hadapanmu."

Err... entah kenapa ucapannya terdengar seperti kata-kata pamitan. Paeng jadi khawatir dan takut mendengar ucapan Ayah itu. Ayah memeluknya erat lalu pergi meninggalkannya ke penjagaan keluarganya Artit.

Ada satu pelayan bernama Duang di rumahnya Artit yang tidak suka sama Paeng karena menurut penilaiannya, Paeng tuh bukan cewek baik-baik, makanya dia kesal dan sinis saat Paeng harus menginap di sini.

Dia bahkan tidak mau repot-repot beramah tamah sama Paeng. Keesokan paginya saat waktunya sarapan, Peng menolak sarapan bubur dan ingin makan sandwich. Duang sontak menjawab sinis berkata padanya bahwa mereka tidak punya makanan itu.

Ibunya Artit dengan ramah menjelaskan baik-baik kalau mereka hanya punya bubur saat ini, dan Paeng langsung bisa mengerti dan mau-mau saja makan bubur. Tapi Duang tetap sinis, bahkan menyajikan buburnya dengan agak membanting mangkoknya di hadapan Paeng.

Paeng benar-benar khawatir. Dia terus mencoba menelepon ayahnya, tapi tidak diangkat-angkat. Tapi syukurlah saat dia menelepon Ibu, akhirnya diangkat juga. Dia memohon pada Ibu untuk mengizinkannya pulang karena dia tidak betah tinggal di sini.

Anehnya, Ibu malah tidak tahu apa-apa tentang masalah Paeng tinggal di tempat lain, dan jelas Ibu sedang tidak bersama Ayah. Hmm... Ibunya Paeng ini kok rada mencurigakan sekarang, sepertinya dia sedang berada di sebuah hotel. Paeng jelas bingung mendengar ibunya tidak mengetahui keberadaan Ayah padahal kata Ayah kemarin, Ayah sedang ada urusan penting sama Ibu.

Mendengar itu, sepertinya Ibu mulai curiga akan sesuatu tentang Ayah. Tapi dia juga menolak mengatakan apa pun pada Paeng dan buru-buru menutup teleponnya. Jelas saja Paeng jadi sangat khawatir.

Sementara itu di kampus, gara-gara Kot yang malah mainan telepon saat mereka lagi serius belajar, Artit cs akhirnya sepakat untuk mematikan semua ponsel mereka biar mereka bisa fokus. Sayangnya, itu membuat Artit melewatkan teleponnya Paeng.

Paeng jadi tambah bingung sekarang. Lebih anehnya lagi, saat dia menelepon pembantunya, ternyata kedua pembantunya juga sama-sama tidak ada di rumah karena Ayahnya Paeng menyuruh mereka berdua untuk cuti, Ayahnya Paeng bilang kalau dia mau pergi berkemah. Hah? Berarti Ayah berbohong pada semua orang. 

Ibunya Artit juga cemas, malah dia punya firasat buruk tentang Ayahnya Paeng. Dia penasaran apa yang sebenarnya kedua ayah bicarakan sebelum Ayahnya Paeng pergi waktu itu.

Tapi Ayahnya Artit mengaku kalau Ayahnya Paeng cuma bilang ada urusan penting tanpa memberitahukan detilnya padanya, makanya Ayahnya Artit juga tidak tahu apa-apa.

Tepat saat itu juga, Duang mendadak datang dengan heboh mengabarkan kalau Paeng hilang. Di kamarnya cuma ditemukan secarik pesan yang mengabarkan kalau dia kembali ke Bangkok karena mencemaskan ayahnya.


Paeng diam-diam naik ke truck pengantar barang milik perkebunannya Artit, tapi dia tidak sadar kalau dia tak sengaja menjatuhkan pitanya di truk itu begitu dia turun di Bangkok. 

Pembantunya Artit sendiri baru menyadari kalau pita yang dia temukan di belakang truk pastilah milik Paeng saat dia pulang ke perkebunan tak lama kemudian dan diberitahu tentang menghilangnya Paeng. 

Ayahnya Artit jadi semakin khawatir sama Paeng, apalagi tidak ada seorang pun yang menjawab teleponnya, Artit pun tidak bisa dihubungi. Tidak ada jalan lain, Ayahnya Artit pun memutuskan untuk pergi mengejar Paeng ke Bangkok. 


Setibanya di rumah, Paeng malah mendapati rumahnya kayak habis kerampokan tapi tidak tampak keberadaan ayah dan ibunya. Tapi saat dia teriak-teriak memanggil-manggil ayahnya, tiba-tiba saja dia mendengar suara tembakan dari lantai atas. Hah?

Cemas, Paeng bergegas ke kamar orang tuanya. Dengan takut-takut dia membuka pintu dan betapa shock-nya dia saat mendapati ayahnya tergeletak mati bersimbah darah dengan lubang di kepala dan pistol di tangan. (Hah? Ayah bunuh diri? Tapi kenapa?) Sontak saja Paeng histeris luar biasa menangisi Ayah.


Ayahnya Artit baru tiba di rumahnya Paeng saat malam, rumah itu sangat gelap, jadi dia hanya bisa menyalakan senter HP-nya. Namun alangkah terkejutnya dia saat mendongak ke atas dan mendapati Paeng berdiri kaku di tangga dengan kaos berlumuran darah dan tatapan kosong yang jelas menunjukkan bahwa dia mengalami trauma psikologis.

Bersambung ke part 2

Post a Comment

0 Comments