Sinopsis Padiwarada Episode 11 - Part 5


Tapi Saran malah menghindar dengan alasan mau mandi. Rin langsung mengejarnya dan bersikeras memaksa Saran untuk membicarakan masalah ini sampai tuntas, ini perintah Ibu. Kalau mereka tidak saling mengerti, maka mereka tidak akan bisa tidur.

"Tanyakan saja apapun yang membuatmu penasaran. Mengeluhlah kalau kau mau."

"Kubilang tidak ada apa-apa!"

"Tanyakan saja! Katakan! Jangan coba-coba menyembunyikan apapun dengan alasan tidak ada apa-apa. Katakan apapun yang kau inginkan biar aku tahu! Katakan!"


Terprovokasi, Saran akhirnya mengkonfrontasi Rin. Selama ini dia sudah berulang kali tanya pada Rin, tapi kenapa Rin tidak pernah menjawab pertanyaannya dengan jujur?

Karena selama ini Rin selalu menganggap dirinya sebagai salah satu putri Bumrung Prachakit. Dia selalu menginginkan itu sejak dia kecil. Bahkan sampai sekarang, dia ingin menghargai perasaan itu.

"Aku malu untuk memberitahumu... kalau aku cuma seorang anak yatim piatu yang mereka adopsi."

"Kau malu? Anak adopsi dan anak biara, apa bedanya? Kita cocok satu sama lain. Tidak perlu malu."

"Aku melakukannya bukan untuk melindungi keluargaku. Aku tidak pernah berpikir untuk membohongimu. Aku hanya tidak mau mengakuinya, itu saja."

"Lalu bagaiamana dengan Braranee dan Buranee. Kenapa mereka tidak mau menikah denganku?"

"Karena Khun Braranee sangat mencintai Khun Panit. Sedangkan Bu, dia ingin melanjutkan studi ke luar negeri. Terkait pernikahan, Ibu memintaku untuk melakukannya. Dan Ayah, ia memintaku untuk mengurusmu dengan baik dan menganggap hal ini sebagai tugas. Dia sungguh peduli padamu, dia tidak membencimu seperti yang Khun Duangsawat bilang."

"Tapi keluarga itu mengadopsimu terutama untuk menipuku."


"Kau akan mempercayai secarik kertas atau perasaan? Aku hidup bersama keluarga itu sejak aku kecil, tapi aku bukan pelayan di sana."

Rin memeluk Saran erat dan berusaha meyakinkannya bahwa perasaan mereka tumbuh karena mereka dan bukan karena siapa mereka. Mereka bahkan saling menemukan arti satu sama lain.

"Aku memilihmu dan mengkhianati Braranee... karena kau adalah keluargaku."

Saran hampir saja mengangkat tangannya untuk membalas pelukan Rin, tapi perasaannya masih gundah dan akhirnya dia hanya diam saja.

 

Mereka masih saling berdiam diri saat mereka berbaring bersama tak lama kemudian. Saran tak menolak saat Rin memintanya untuk tidur berpelukan seperti biasanya, tapi juga tidak mengucap sepatah kata.

Bahkan saat Rin meminta agar mereka tidur tanpa mengkhawatirkan apapun, Saran hanya menjawabnya dengan mengec$p singkat kening Rin.

Cemas, Rin berusaha meminta Saran untuk berkata sesuatu. Tapi Saran cuma menyuruhnya untuk tidur saja. Rin akhirnya tertidur dalam pelukannya, tapi Saran sama sekali tak bisa memejamkan mata.


Chalat datang pagi-pagi ke sana saat Saran hendak berangkat kerja. Dia tidak bisa tidur semalam saking antusiasnya setelah menemukan adiknya yang hilang.

"Silahkan ngobrol. Aku mau pergi kerja sekarang."

Rin tampak jelas tak nyaman dan berusaha meminta Saran untuk tidak buru-buru. Tapi Saran meyakinkannya untuk tidak khawatir, Chalat ini temannya sekaligus kakaknya Rin. Jadi, mereka bicara saja berdua.

"Adik ipar! Kau adik iparku sekarang!" Chalat senang.


Begitu Saran pergi, Chalat dan Rin pun duduk bersama di kebun. Tapi Chalat tampaknya masih begitu terpesona pada adik barunya itu sampai-sampai yang dilakukannya cuma memandangani Rin sampai Rin jadi tak nyaman.

"Sampai kapan kau akan terus menatapku?"

"Pertama kali aku melihatmu adalah saat kau menikah dengan Saran. Aku tidak pernah punya saudara. Lalu tiba-tiba aku punya seorang adik. Dia sudah besar dan sangat cantik. Aku jadi bingung."

"Apa kau yakin kalau ibuku sudah meninggal dunia? Kau tidak mengada-ada, kan?"

"Ayahku... ayah kita yang akan mengkonfirmasinya."

Tapi Rin ragu. Ayah Chalat pasti tidak pernah berniat untuk memperistri seorang wanita desa, itu pasti cuma perasaan singkat. Chalat yakin tidak begitu. Karena jika itu kasusnya, maka ayahnya pasti tidak akan membuat keajaiban setiap hari.

Ayah sebenarnya sakit parah. Sudah cukup lama beliau sakit. Karena penyakitnya itulah, Ayah terpaksa harus meninggalkan Ibu Rin hingga kemudian membuat Ibu Rin datang ke ibu kota untuk mencarinya.

"Aku ingin kau bertemu ayah, secepat mungkin sebelum terlambat."

 

Orang tua Duang mendapati Naris cuma duduk melamun setelah mengetahui Duang kabur. Ibu benar-benar kesal melihat menantuya yang oon itu, dia sangat tidak berguna, bagaimana bisa dia membiarkan Duang kabur?

Alih-alih marah pada Duang, Naris malah menyalahkan dirinya sendiri. Mengira dia pasti sudah sangat mengecewakan Duang sampai membuat Duang kabur lagi.

"Apa gunanya kau cuma duduk di sini dan mengeluh?! Kau bahkan tidak mau berdiri dan memperjuangkan dirimu sendiri! Cepat naik dan kemasi barang-barangmu! Bawa putri kami kembali!" Kesal Ayah.

"Sekarang?"

"Yah, sekarang! Bego! Masa aku harus mendiktemu tentang segala hal?!"


Baru juga Naris beranjak bangkit, Duang mendadak pulang. Dia menyangkal kalau dia pergi menemui Saran, dan beralasan kalau dia cuma pergi untuk menyelesaikan urusannya. Dan sekarang urusannya itu sudah beres.

Naris senang, itu artinya Duang sudah tidak mencintai Saran lagi, kan? Dia pulang karena dia sudah tidak mencintai Saran lagi, kan?

"Aku juga tidak mencintaimu. Aku hanya mencintai diriku sendiri. Kekecewaanku yang kudapat darimu dan Saran, membuatku mencintai diriku sendiri."

"Duangsawat! Kalian suami-istri. Bicaralah baik-baik pada satu sama lain." Tegur Ibu.

Duang tidak peduli. Pokoknya Naris harus benar-benar memenuhi janjinya untuk membeli kembali istananya. Jika tidak, dia tidak akan pernah memaafkan Naris. Kali ini dia benar-benar serius.

Senang, Naris langsung memeluk Duang erat-erat dan berjanji akan melakukan apapun yang Duang inginkan asalkan Duang kembali padanya.

"Khun Duang, kau harus percaya padaku. Percayalah padaku."


Setibanya di kantor, Saran malah mendapati para rekannya bukannya kerja malah sibuk berkumpul untuk menggosip. Tapi begitu melihat Saran, mereka langsung bubar yang jelas saja membuat Saran curiga kalau mereka lagi menggosipkannya.

"Jauh lebih menyenangkan daripada mendengarkan drama di radio." Kata Nuer.

"Drama? Drama apa?"

"Pak Sheriff, si penakluk wanita, punya dua istri." Jawab Chode.

"Istri satu mengungkap aslinya istri dua di hadapan publik dan menuduhnya seorang pelayan." Sahut Nuer.

"Tapi si istri yang diduga pelayan itu, ternyata keturunan seorang milyuner." Timpal Chode.

Saran jelas kesal dan langsung membentaki semua orang untuk fokus pada pekerjaan mereka yaitu menemukan markasnya White Tiger.

"Cari dan temukan bukti apakah Tiger Kao masih hidup atau tidak. Kalau kita bisa menemukan mayatnya, maka kita tidak akan berhenti mencari. Kita harus bergegas. Jangan memikirkan masalah yang bukan-bukan!"


Di markas White Tiger, Kao yang sudah pulih, memutuskan untuk pergi ke ibu kota. Dia mau pergi mencari temannya. Orang itu punya kemampuan yang sangat hebat dan dia punya pasukan. Mereka bisa membantu White Tiger bangkit kembali.

Poo protes cemas karena di sini cuma ada wanita dan anak-anak. Kalau Kao tidak kembali, mereka bisa mati kehabisan persediaan makanan.

"Bom saja tidak bisa membunuhku. White Tiger tidak akan pernah mati." Sumbar Kao.

Dan sekali lagi dia memperingatkan mereka untuk tidak kabur. Karena jika mereka kabur, maka obat yang dia berikan pada mereka akan mulai bekerja untuk membunuh mereka.


Chalat datang menemui Bu. Kali ini dia tampak benar-benar serius ingin bicara sama Bu. Dia sangat senang karena baru saja menemukan adiknya. Karena itulah, dia mau kembali ke ibu kota sore ini. Makanya dia datang untuk mengucap perpisahan pada Bu.

"Semoga beruntung." Santai Bu lalu berbalik mau pergi.

Tapi Chalat belum selesai bicara. Begini, dia harus pergi bersama Rin, berdua saja. Masalahnya, dia kan baru punya adik. Jadi dia bingung harus bersikap bagamana dan dia juga ingin tahu apa-apa saja yang disukai dan tidak disukai oleh Rin. Apa Rin suka dilayani orang atau tidak, de el el. Dia tidak tahu sama sekali tentang semua itu.

Bu geli juga mendengar curhatannya. "Apa kau seantusias itu punya adik?"

Benar sekali. Dia kan tidak pernah punya adik sebelumnya. Makanya dia tanya sama Bu. Rin itu cerewet atau pendiam? Mulai sekarang, mereka kan akan tinggal bersama sebagai saudara sepanjang sisa hidup mereka. Makanya dia butuh informasi segala sesuatu tentang Rin.

Bersambung ke part 5

Post a Comment

0 Comments