Sinopsis Padiwarada Episode 11 - Part 4

 


Saat mereka semua berkumpul di kantornya Saran malam harinya, Chalat memberitahu mereka bahwa kalung Buddha ini cuma ada satu di dunia. 

Jika Tuan Bumrung dan Khun Ying menjamin bahwa kalung ini benar-benar milik Rin, berarti benar Rin adalah adiknya yang hilang.

Chalat bahkan membuktikannya dengan menunjukkan foto Ibunya Rin yang terlihat memakai kalung itu. Saat Khun Ying melihat foto wanita itu, ia ingat pernah bertemu dengan wanita ini dulu.

Flashback.


Dulu saat Reung membawa Rin yang masih bayi ke ibu kota, ia kelaparan dan berusaha meminta makan pada seorang pemilik restoran. Tapi Bapak itu menolak, bahkan mengusirnya tanpa rasa kasihan sedikitpun.

Tepat saat itu juga, Khun Ying datang dan langsung membelikan makanan untuk Reung dengan senyum ramah. Reung tersentuh dengan kebaikan Khun Ying dan mendadak membuatnya punya ide.

 

Diam-diam dia membuntuti Khun Ying sampai rumahnya. Dia melihat Khun Ying juga memiliki dua orang putri dan ia tampak begitu menyayangi putri-putrinya.

Saat itulah Reung memutuskan untuk meninggalkan Rin di depan rumah itu dengan harapan Rin diadopsi oleh keluarga ini. Dengan berat hati dia mengucap selamat tinggal pada Rin kecil.

"Aku harus meninggalkanmu di sini karena jika terjadi sesuatu padaku, maka kita akan mati bersama-sama. Tapi kalau kau di sini bersama orang-orang yang baik hati dan murah hati, aku yakin mereka akan membesarkanmu dengan baik." Tangis Reung sebelum kemudian dia terbatuk-batuk. Sepertinya penyakitnya sudah parah saat itu karena dia bukan batuk biasa, melainkan batuk darah.


Reung akhirnya meletakkan Rin di depan pagar dengan hanya meninggalkan sebuah kalung emas Buddha yang dibungkus secarik kertas yang bertuliskan nama Rin Rapee. Dan begitulah bagaimana kemudian Rin ditemukan oleh Khun Ying dan Tuan Bumrung keesokan paginya.

Flashback end.


Khun Ying mengaku bahwa selama ini ia selalu bertanya-tanya kenapa Ibu Rin meninggalkan putrinya di depan rumah mereka. Ia bahkan sudah tidak ingat wanita ini sampai ia melihat foto ini.

Arun yakin kalau Ibu Rin pasti meninggalkan Rin pada mereka karena mereka adalah orang baik hati yang pasti akan membesarkan putrinya dengan baik.

Chalat memberitahu mereka bahwa waktu itu Reung sakit parah. Setelah melahirkan bayinya, dia pergi ke ibu kota untuk mencari Ayah Chalat. Tapi karena sekarat, terpaksa dia meninggalkan bayinya. Tak lama setelah itu, Reung meninggal dunia sebagai pasien miskin di sebuah rumah sakit.

"Ibuku sudah meninggal dunia? Aku selalu mengira kalau ibuku itu tipe wanita yang tidak mau membesarkan anaknya sendiri. Tidak seharusnya aku berpikir seperti itu."

"Makanya aku selalu bilang kalau ibumu tidak bermaksud meninggalkanmu. Kalau dia orang yang serakah, dia tidak mungkin meninggalkan kalung emas itu padamu. Dia sangat butuh, tapi dia tidak pernah ingin menjualnya."

Rin sungguh menyesal. "Maafkan aku, Bu. Tidak seharusnya aku berpikir seperti itu."


"Juga ada secarik kertas bertuliskan Rin Rapee, makanya kami menamaimu dengan nama itu."

Dulu, Tuan Bumrung pernah berusaha mencari nama keluarga Rapee. Tapi ia tak bisa menemukan petunjuk apapun. Mungkin karena Reung buta huruf, makanya dia tidak bisa menulis nama Rapeepan dengan benar.


Duang masih ngotot menolak mempercayai cerita mereka. Bu sinis, Duang pasti sudah berharap untuk mempermalukan Rin sebagai seorang pelayan, tapi ternyata dia anak seorang milyuner.

"Bagaimana sekarang?" Nyinyir Braranee.

Duang sontak melayangkan tangan mau menamparnya, tapi untung saja Saran bergerak cepat mencegahnya. Rin dan Bu pun langsung maju melindungi Braranee, awas saja kalau Duang berani menyentuh saudara mereka.

Kesal, Duang tetap ngotot kalau Rin bukan keluarga Bumrung Prachakit. Mereka sudah menipu Saran. Dia menyarankan Ibu Saran untuk menangani masalah ini, Sivavet punya harga diri, jangan mau dibodohi seperti ini.

"Saran, bagaimana pendapatmu?" Tanya Ibu.

Duang bersikeras menyuruh mereka bercerai. Pernikahan mereka harus dibatalkan. Saran tak punya jawaban dan berusaha menghindar. Tapi tentu saja Duang tidak melepaskannya begitu saja dan terus berusaha memprovokasinya.


Alih-alih mendukung Duang, Ibu malah lebih membela mereka. Bagaimanapun, Saran dan Rin sudah menikah. Mereka tidak bisa berpisah begitu saja.

Arun pun berusaha meyakinkan Saran bahwa Rin benar-benar dibesarkan layaknya putri Bumrung Prachakit, dia tidak pernah dibesarkan sebagai seorang pelayan. Dia tahu itu karena dia juga tumbuh bersama mereka.

Lagipula, mereka berdua kan sudah menikah hampir setahun dan mereka juga sudah menandatangani akta pernikahan.


Rin meyakinkan Saran bahwa selama ini dia tidak pernah memikirkan ibunya ataupun leluhurnya. Dalam hidupnya hanya ada keluarga Bumrung Prachakit. Ibunya seorang milyuner atau orang desa, semua itu tidak berarti baginya.

"Hidupku ada bersama Bumrung Prachakit, hidupku bersamamu lah yang paling penting."

"Tidak tahu malu! Kau sudah berbohong padanya, tapi masih bicara seolah kau tidak berbohong!"

"Kaulah yang tidak tahu malu!"

Kesal, Duang sontak melayangkan tangan untuk menampar Rin. Tapi Rin sigap menangkap tangannya lalu mendorong Duang. Chalat sampai kagum dengan sikap Rin, dia memang cocok jadi istrinya sheriff.

"Berhentilah ikut campur dalam rumah tangga orang lain dan lihatlah kehidupan rumah tanggamu sendiri. Hidupmu terlalu tenggelam dalam kecemburuan sampai kau bahkan tidak bisa menemukan dirimu sendiri."

"Apa kau pernah dengar? Bagi beberapa orang, balas dendam adalah hidup mereka. Aku senang dan bahagia di sini. Aku senang bisa memberimu pelajaran!"

"Kau senang menang dariku, begitu? Aku tidak akan menyerah dan tidak akan memberimu kesenangan."


"Orang yang akan menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah atau apakah ini menyenangkan atau tidak adalah Saran. Lihatlah wajahnya. Aku sudah bersamanya selama 10 tahun, aku bisa menebak kalau kau tidak akan pernah mendapatkannya kembali! Akhirnya, akulah yang menang. Hari ini, aku benar-benar bersenang-senang. Mulai sekarang, perasaan Saran padamu tidak akan pernah sama lagi! Aku jamin itu!" Nyinyir Duang lalu pergi sambil ngakak penuh kemenangan.

Bu dan Braranee benar-benar kesal merutuki Duang. Apa menyenangkan menghancurkan hidup orang lain? Dasar orang gila sadis!

"Tanganku rasanya gatal sekali! Jangan sampai aku melihatmu lagi, Mak Lampir!"


Rin hampir menangis melihat Saran yang jelas-jelas masih marah padanya. Ibu juga marah, ia marah pada semua orang.

Tuan Bumrung meyakinkan semua orang bahwa Saran adalah keponakannya, putra teman baiknya. Ia sudah memikirkannya baik-baik dan ia benar-benar memberikan yang terbaik untuk Saran.

Mereka membesarkan Rin dengan baik dan memberinya pendidikan terbaik. Rin bukan pelayan mereka. Jika mereka tidak mencintai Rin layaknya putri mereka sendiri, mereka tidak akan pernah membesarkannya dengan baik.

Mendengar itu, Ibu akhirnya mengalah. "Aku menerima kebaikan Rin dan segala hal yang dia lakukan untuk Saran. Semua itu membuatku menyerah."

Rin menautkan jari mereka seperti biasanya dan berusaha meyakinkan Saran untuk mengerti dan mempercayainya. 

"Cinta, kepercayaan dan pengertian. Letakkan semua itu di dalam hatimu."


Saran hanya mengangguk tanpa memberi jawaban pasti lalu mengajaknya pulang. Tapi bahkan setibanya di rumah, dia langsung naik ke kamar tanpa mengucap sepatah kata sampai Rin sedih melihat sikapnya. Sepertinya Saran sangat marah.

"Saat Saran bilang tidak ada apa-apa, jangan percaya." Ujar Ibu.

Dalam kehidupan rumah tangga, jangan pernah bilang tidak ada apa-apa padahal jelas-jelas ada apa-apa. Apapun masalah mereka, bicarakanlah sampai tuntas.

"Semakin kalian berdebat, semakin kalian akan saling mengerti satu sama lain. Apa kau mengerti?"


Rin mengerti. Dia langsung menyusul Saran ke kamar mereka dan menuntut apa maksud Saran bahwa dia tahu tentang Rin sejak dulu? Saran akhirnya mengaku bahwa dia dan Chalat sebenarnya sudah pernah melihat Braranee jauh sebelum mereka bertemu Rin.

"Jadi alasanmu tidak bicara padamu ataupun menatapku itu bukan karena Khun Duangsawat?"

Saran membenarkan. Bukan karena Duang, tapi karena dia tahu kalau Rin berbohong padanya. Lalu kenapa Saran tetap menikahinya? Kenapa Saran tidak membatalkannya saja sejak awal?

"Itu... aku juga tidak tahu."

"Kalau kau ingin mengeluhkan apapun tentangku, silahkan saja."


Tapi alih-alih melanjutkannya lebih jauh, Saran malah mengalihkan topik menanyakan perasaan Rin setelah mengetahui tentang ibunya.

"Hidupku selalu bahagia. Aku tidak pernah ingin tahu tentang ibuku. Tahu ataupun tidak, toh ia sekarang sudah meninggal dunia."

"Tapi kau masih punya kakakmu, ayahmu dan seluruh kaluarga Rapeepan. Salah satu keluarga paling kaya di negeri ini. Apa kau tahu itu?"

"Saat ini, perasaanmu lah yang paling penting bagiku. Katakan saja apapun yang kau pikirkan. Katakan."

Bersambung ke part 5

Post a Comment

0 Comments