Sinopsis Padiwarada Episode 7 - Part 2


Rin sedang memetiki bunga melati saat tiba-tiba saja terdengar suara Saran memanggilnya dan langsung menghampirinya dengan emosi tingkat tinggi.

"Siapa yang mau menikah? Kau? Kau berani meninggalkanku? Beraninya kau?!"

"Bagaimana bisa kau datang kemari?"

"Di mana Arunlerk? Dia bilang kalau dia tinggal di sebelah rumahmu. Di mana? Di depan, kanan, kiri, belakang? Katakan! Di mana dia?!"

"Tunggu! Jangan pergi! Aku datang kemari untuk menghadiri upacara pernikahan. Pernikahan adikku!"

"Kau pergi bersamanya! Kau menjawab kalau kau mencintainya, kan? Katakan kalau memang iya. Kalau iya, AKAN KUBUNUH DIA!"

 

"TIDAK! Aku kemari untuk menghadiri pernikahan adikku! Kau seharusnya melindungi hukum! Kau tidak boleh membunuh siapapun!"

"Pria yang menghancurkan harga diri pria lain! Aku tidak bisa membiarkannya hidup!"

"Berhentilah menggila! Aku tidak pergi bersama siapapun! Aku hanya menginginkan waktu untuk diriku sendiri. Itu saja."

"Kau naik bis bersamanya semalam? Apa yang kalian bicarakan? Kalian duduk berdampingan? Katakan padaku!"

"Hei! Kau menjijikkan! Lihatlah apa yang kau lakukan dengan wanita lain! Jangan menuduhku! Aku tidak pernah menyentuh tangan siapapun! Aku tidak pernah pergi ke mana-mana! Aku langsung pulang! Kau boleh tanya!"


Bagus! Karena Rin adalah miliknya. Dia tidak pernah mengkhianati Rin. Jadi Rin juga tidak boleh mengkhianatinya. Bahkan tangan Rin pun miliknya, Arun tidak punya hak untuk menyentuhnya.

"Lepasin! Ada apa denganmu hari ini?!"

"Aku anak tunggal di keluargaku! Semua mainan di rumah adalah milikku seorang. Asal kau tahu saja, waktu kecil aku sering bertengkar dengan teman-temanku setiap hari karena mereka macam-macam dengan mainanku."

"Aku bukan mainanmu!"

"Dulu, aku janji kalau aku tidak akan menyentuhmu dan aku hanya akan menjadi temanmu. Tapi mulai sekarang... lupakan saja!"

 

Saran mendadak ganas mengec~p pipi Rin kanan dan kiri sambil mengklaim kalau kedua pipi Rin adalah miliknya seorang, si cowok sinting itu tidak punya hak untuk ikut campur!

Rin panik berusaha melepaskan diri, tapi Saran malah semakin mempererat cengkeramannya lalu perlahan-lahan, sepelaaaan mungkin mendekat untuk menci~m bibir Rin. Halah! Giliran nyosor pipi aja cepet. Wkwkwk


Tapi bahkan sebelum Saran sempat menc~~mnya, Jaew mendadak muncul dan jelas shock melihat Rin mau dici~m pria asing. Dia sontak jejeritan panik menuduh Saran peme~~~sa.

Rin berusaha menjelaskan, tapi Jaew tidak mau dengar dan langsung lari kembali ke dalam rumah mencari Tuan Bumrung sambil terus menuduh Saran pemer~$~a.

"Dasar gila! Aku tidak akan memaafkanmu!" Kesal Rin sebelum kemudian lari mengejar Jaew.

Rin meyakinkan Tuan Bumrung kalau pria itu bukan orang jahat. Jaew saja yang berisik dan tidak mau mendengarkannya. Loh, kalau bukan pemer~~~a, terus dia siapa?

"Suaminya." Sahut Saran "Aku suaminya. Jadi kau tidak bisa menggunakan kata 'pemer~~saan'."


Dia langsung memberi hormat pada Tuan dan Khun Ying dan meminta maaf atas keributan ini. Istrinya melarikan diri tanpa bilang-bilang, makanya dia jadi panik bergegas datang kemari sampai tidak menyapa Tuan dan Khun Ying lebih dulu.

"Melarikan diri? Ibu sudah menduga. Apa kalian bertengkar?"

"Anu..."

"Dia menuduhku punya wanita lain padahal tidak."

"Hei, Khun! Bisa tidak kau jangan banyak omong? Mereka orang tuaku, ini rumahku."

"Mereka bertanya padaku. Aku orang jujur. Makanya aku menjawab dengan jujur."

Bu geli melihat mereka. Mereka baru menikah beberapa bulan, tapi panasnya sudah sampai sebesar ini. Braranee rasa wajar saja kalau Saran punya wanita lain, dia secakep ini. Mungkin Rin saja yang berpikir terlalu berlebihan.

"Berhentilah menggoda kakakmu." Tegur Khun Ying

"Karena kau baru tiba, istirahatlah dulu. Ayo kita makan."


Tak lama kemudian, mereka semua berkumpul di meja makan, Khun Ying meminta maaf pada Saran karena Saran belum menerima undangan pernikahannya Braranee. Acara pertunangannya mendadak diubah jadi pernikahan.

Saran lega mendengarnya. "Saya kira dia sudah tidak mencintai saya lagi dan makanya dia melarikan diri bersama..." Rin sontak mempelototinya dengan panik. "... bersama teman ke Phranakorn."

Tuan Bumrung heran melihat sikap Rin sedari tadi. Padahal di rumah, dia biasanya selalu kalem. Tapi setelah menikah, kenapa dia jadi suka mendongkol seperti ini? Ada apa dengan Rin-nya yang selalu kalem dan baik?

"Iya. Ibu rasa juga tidak benar melakukan ini. Kalau ada masalah apapun, bicarakanlah. Dengan melakukan ini, Pak Sheriff bisa kehilangan pekerjaannya demi mencarimu. Ibu rasa ini tindakan yang tidak benar."

Melihat Saran membuat Tuan Bumrung jadi sedih teringat akan mendiang Ayah Saran. Waktu kejadian itu terjadi, Tuan Bumrung sedang berada di Inggris. Ia tinggal di sana selama 5-6 tahun dan tidak bisa kembali saat itu. Tuan Bumrung benar-benar sedih atas apa yang menimpa Ayah Saran. Apalagi mereka berdua adalah teman sejak kecil

"Saya berterima kasih karena anda mengasihani saya menyangkut masalah Rin."

"Rin adalah orang penting bagi kami. Kami menyerahkannya padamu karena kami yakin bahwa kau akan mendapatkan hadiah terbaik dari keluarga kami. Di masa depan nanti, apapun yang kau akan dengar, kuharap kau mau ingat kata-kataku bahwa putriku yang satu ini sangatlah berharga. Aku memberikannya padamu karena kami menginginkan yang terbaik untukmu."


"Lalu, malam ini kau akan tidur di mana?" Tanya Khun Ying.

"Suami dan istri harus tidur bersama. Atau kau ingin tidur di rumahmu?"

"Saya tidak punya rumah di Phranakorn. Malam ini, saya ingin tidur di sini bersama istri saya."

Rin refleks membentaknya dengan kesal. Tapi begitu menyadari tatapan aneh semua orang, terpaksalah dia mengalah dan setuju.


Setelah makan malam usai, Rin akhirnya membawa Saran ke kamar barunya dan Saran sontak mengedarkan pandangannya memperhatikan segala hal di tempat itu. Tapi saat dia melihat baju-baju di lemari, dia penasaran memperhatikan baju-bajunya Rin dan Bu yang jelas tampak beda.

"Baju-baju adikmu dibeli di toko. Tapi baju-bajumu dijahit dengan tangan. Berbeda sekali."

Rin canggung beralasan kalau dia cuma tidak suka buang-buang uang. "Kau tahu sendiri kalau aku bahkan menjahit tirai sendiri. Tidak semua orang punya selera yang sama. Apanya yang aneh?"

Tapi tentu saja Saran tidak mempercayainya begitu saja. Apalagi saat dia memperhatikan foto-foto di pigura, kebanyakan tidak ada Rin di dalamnya. Rin mengklaim kalau dia tidak pernah suka menghadiri event-event.

"Kedua adikmu tidak memanggilmu kakak. Bukankah itu aneh?"

"Kau tidak mempercayaiku? Kau pikir kalau kami membohongimu? Kalau begitu, pergilah dari sini dan pulanglah. Khun Duangsawat mungkin sedang menunggumu. Pulanglah dan aku bersumpah kalau aku tidak akan pernah kembali biar kau tidak perlu melihatku lagi."

"Nggak mau. Aku sudah menargetmu... sekaligus pipi kirimu dan pipi kananmu. Oh, ada satu tempat lagi."


Saran mendadak menyudutkan Rin lalu mendekat sangaaaat dekat untuk menci~mnya. Rin tampak tegang, tapi juga tidak berusaha menghindar. 

Sepertinya Rin tidak takut kali ini, Saran senang. Dia langsung mendekat lagi. Bibirnya hampir saja menyentuh bibir Rin, tapi tiba-tiba dia meringis kesakitan.


Pfft! Ternyata Rin diam-diam mengambil pisau lipat dan langsung menowelkannya ke perut Saran. Untung saja dia tidak kenapa-kenapa. Apa Rin mau membunuhnya?

"Jika kita tidak bisa jadi teman, maka kita bisa hidup sebagai musuh. Akan kusimpan ini bersamaku sepanjang waktu. Mati yah mati. Lihat saja nanti!"

"Aku cuma bercanda. Aku kan sudah bilang sebelumnya, aku akan menunggu sampai kau membuka hatimu. Aku cuma bercanda sedikit dan kau malah mau menusukku. Jahatnya."


Di rumah keluarga Rapeepan, Chalat tengah mempelajari dokumen perusahaannya sambil menemani ayahnya yang sedang tidur. Saat ia terbangun tak lama kemudian, dengan susah payah dan mata berkaca-kaca Ayah tiba-tiba mengucap kata-kata itu lagi. "Kao... Pa... yung."

Kali ini tiba-tiba Chalat kepikiran sesuatu lalu mengecek dokumen perusahaannya hingga akhirnya dia menemukan apa yang dicarinya. Di dokumen itu disebutkan bahwa keluarga mereka ternyata pernah memiliki sebuah perusahaan kayu di Kao Payung (Gunung Payung) sekitar 20 tahun yang lalu. Inikah yang Ayah maksud? Perusahaan lama mereka di Kao Payung?

Sepertinya Ayah ingin mengatakan sesuatu tapi sangat sulit hingga air matanya berlinang dan satu satunya yang bisa ia lakukan hanya menepukkan jempolnya dengan lemah ke tangan Chalat.


Alih-alih tidur, Rin seorang diri membuat jajanan tradisional untuk acara pernikahan nanti. Dia sedang membuat bulatan-bulatan adonan saat Saran mendadak muncul lalu duduk di sampingnya tanpa mengucap apapun sambil mengedarkan pandangannya kesana-kemari seperti sedang mencari sesuatu. Rina jelas heran melihatnya, dia sedang mencari apa?

"Kau tidak janjian ketemuan dengan si cowok mulut besar itu di malam hari, kan?"

"Hei! Dasar sinting! Siapa juga yang melakukan itu? Kau turun kemari cuma untuk mengawasiku?"

"He-eh."

"Oi! Aku tidak mau melakukan ini lagi! Tidur! Tidur! Tidur!"

Saran mandadak antusias mendengarnya. "Bagus sekali. Tidur, tidur, tidur. Aku tidur sekamar denganmu lagi."

Bersambung ke part 3

Post a Comment

0 Comments