Di dalam restoran, Gulguen yang sedari tadi melihat dengan jelas kegelisahan dan keraguan Seyran tentang pernikahan ini, meyakinkan Seyran bahwa Ferit tuh sebenarnya baik walaupun dia rada nyentrik. Gulguen mengerti bahwa semua ini terjadi terlalu cepat bagi Seyran, tapi, Seyran pasti akan bisa terbiasa, kan?
"Terbiasa dari shock? Entahlah, saya tidak yakin. Ferit, dia sangat tenang, saya tidak tahu apakah dia bercanda atau serius. Saya merasa kami sangat berbeda."
"Itu bagus, kita harus mengubah ini menjadi kesempatan. Kalian bisa saling mengisi kekurangan satu sama lain. Itu pun jika kau mau. Semua ini butuh waktu, akan ada lebih banyak lagi di masa mendatang."
"Mungkin."
Gulguen mengerti kalau ini pasti sangat sulit bagi Seyran. Dulu, sulit juga bagi Gulguen waktu pertama menikah dengan Orhan. Namun yang paling sulit adalah masuk ke dalam keluarga besar itu karena hidupnya selalu diatur oleh orang lain, orang lain yang selalu membuat keputusan dalam hidupnya.
Awalnya memang sangat sulit, tapi... Gulguen dengan manisnya menggenggam tangan Seyran dan meyakinkan bahwa lama kelamaaan, segalanya pasti akan menjadi lebih baik dan Seyran pasti akan menemukan tempatnya sendiri dalam keluarga ini nantinya. (Aww, dia sangat baik, semoga hubungan menantu dan mertua ini akan selalu manis seperti ini sampai seterusnya)
"Aku akan selalu ada di sana untukmu," janji Gulguen, "aku merasa kalian akan saling jatuh cinta dan tergila-gila saat kalian sudah saling mengenal satu sama lain nantinya. Percayalah padaku."
Tepat saat itu juga, Ferit baru kembali dan langsung iri karena ibunya menggenggam tangan Seyran, dia sendiri saja belum pernah menggandeng tangan calon pengantinnya. Oh, kalau begitu, Gulguen mengusulkan agar mereka jalan-jalan saja berdua sekarang.
Ferit dengan senang hati menyetujuinya dan langsung mengulurkan tangannya pada Seyran. Agak ragu awalnya, tapi karena dilihat Gulguen, terpaksa Seyran menggandeng tangan Ferit.
Namun begitu mereka berduaan, sikap Seyran sontak berubah ketus lagi. Biarpun mertuanya baik dan ramah padanya, Seyran tetap keukeuh tidak mau menikah dan berusaha mendesak Ferit untuk bilang pada orang tuanya untuk membatalkan rencana pernikahan ini.
Ferit jelas tidak mau, errr... atau lebih tepatnya, tidak bisa. Lagipula, bukankah pihak Seyran yang lebih diuntungkan dari pernikahan ini? Seyran akan naik status sebagai menantu Keluarga Korhan. Sedangkan bagi Ferit sendiri, pernikahan ini sama sekali tidak menguntungkan apa pun baginya. Kalau Seyran tidak mau menikah, yah Seyran saja yang bilang pada orang tuanya untuk membatalkan pertunangan ini.
"Seyran, apa kau tahu berapa banyak gadis yang ingin berada di tempatmu?"
"Kalau begitu kenapa kau tidak menikahi mereka saja?! Kenapa kau melepaskan kakakku hanya karena dia menumpahkan kopi?!"
Hah? Ferit bingung, apa hubungannya sama kopi? Dia memilih Seyran, jelas bukan karena kopi. Tapi Seyran terlalu sedih untuk mendengarkan ucapan Ferit. Tepat saat itu juga, Abidin datang mengabarkan bahwa hari pernikahan mereka sudah ditentukan... besok. Hah? Secepat itu?
Sudah tidak bisa lagi menghindar dari nasibnya, Seyran pun menghapus air matanya dan pamit pulang. Tapi dia menolak pamit pada orang tuanya Ferit karena dia tidak mau mereka melihatnya dalam keadaan kacau seperti ini.
Jadilah Seyran pulang diantarkan Abidin saja. Melihat Seyran terus terdiam sedih sepanjang jalan, Abidin meyakinkan Seyran bahwa Ferit tuh sebenarnya orang yang baik, tapi Seyran jelas tidak bisa percaya begitu saja, apalagi setelah beberapa hari ini berdebat dengan Ferit tanpa hasil.
Abidin mengaku bahwa awalnya dia merasa kasihan pada calon istrinya Ferit karena awalnya dia mengira kalau calon istrinya Ferit adalah wanita mata duitan yang ingin menikah secepatnya atau mungkin wanita pendiam, lugu dan penurut.
Namun setelah melihat Seyran, Abidin jadi kasihan sama Ferit juga. Seyran adalah wanita kuat yang sama sekali tidak peduli dengan uang. Abidin yakin bahwa suatu hari nanti Ferit akan bisa melihat betapa berharganya Seyran.
Asal Seyran tahu saja, Ferit juga sebenarnya sama seperti Seyran. Ferit juga sebenarnya tidak menginginkan pernikahan ini, tapi dia terpaksa dan tidak bisa melawan.
Saat Seyran tiba di rumah tak lama kemudian, dia mendapati kakaknya sudah menyiapkan gaun pengantin untuknya dengan mata berkaca-kaca. Gaun pengantin itu milik ibu mereka dulu dan sebenarnya diwariskan pada Suna, namun sekarang Suna merelakannya demi adiknya.
Pokoknya Seyran harus pergi dengan gaun pengantin yang cantik, Suna tidak akan membiarkan orang-orang kota itu mempermalukan Seyran. Seyran sebenarnya tidak mau, tapi dia harus menerimanya karena Suna bersikeras, dan itu sontak membuat kakak-beradik itu menangis sedih.
Hari pernikahan pun tiba, pagi-pagi, para pekerja sewaan sudah sibuk bukan main untuk menata dan menghias rumah. Seyran yang saat itu baru bangun tidur, tiba-tiba dipanggil bibinya untuk bicara empat mata di kamar Bibi.
Bibi sudah menyiapkan beberapa baju untuk Seyran bawa nantinya. Tapi ada satu baju yang merupakan gaun kesukaan Suna, jadi Seyran menolak membawa gaun yang itu.
Bibi mengerti kesedihannya, Bibi mengerti kalau Seyran tidak mau meninggalkan ibu dan kakaknya, Seyran menangis saja sepuasnya selama masih di sini, tapi Bibi memperingatkan agar Seyran tidak menangis di rumah orang. Jangan pernah sekalipun menunjukkan kelemahan di rumah orang. Jangan pernah membiarkan orang lain mempermalukannya.
Bibi lalu memberi Seyran segepok uang yang dia sembunyikan di dalam petinya dan juga sebuah kalung liontin antik. Dia memberitahu Seyran untuk tidak mengenakan kalung ini, tapi jika Seyran mengalami keburukan di sana, Seyran harus mengenakan kalung ini di hadapan Halis Aga. Seyran tidak perlu mengerti apa maksudnya, Seyran cuma perlu melakukan apa yang Bibi suruh.
Entah apa maksud Bibi, tapi dari flashback ingatan masa muda Bibi, dulu kalung itu sepertinya pemberian seorang pria yang mungkin pernah melamarnya (mungkin Halis Aga?).
Di hotel, Ferit juga sedang bersiap-siap dengan dibantu pacarnya. Pelin sebenarnya ingin sekali ikut dan menyaksikan pernikahan Ferit, tapi tentu saja tidak boleh, dia tidak diundang. Pelin pura-pura bersikap seolah dia tidak mempermasalahkannya, tapi jelas sebenarnya dia tidak senang.
Tak lama kemudian, Keluarga Korhan akhirnya datang dan langsung bagi-bagi angpao ke para anak-anak kecil di kampung. Senyum Ferit seketika merekah saat Seyran akhirnya turun dengan sangat cantik... yah, walaupun tidak ada senyum sedikit pun di wajah Seyran.
Suna cuma bisa menyaksikan akad nikah adiknya itu dari jendela kamarnya sambil berusaha menahan isak tangisnya. Tak lama kemudian usai akad nikah, Seyran pun pergi bersama suaminya dan resmi meninggalkan keluarganya.
Mereka baru tiba di hotel malam harinya, Seyran jelas tegang setengah mati saat harus masuk kamar pengantin bersama suami barunya. Apalagi Ferit bersikap bak playboy yang sudah tidak sabaran ingin memangsanya. Namun alangkah terkejutnya dia saat mereka masuk, mereka malah disambut oleh Pelin.
Bersambung ke episode 3
0 Comments
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam