Sinopsis Padiwarada Episode 6 - Part 5

  


Nuer masuk ke kantornya Saran dan melapor bahwa Pak Gubernur mengundang Saran meeting di rumahnya sesegera mungkin. Saran langsung cemas mendengarnya, dia dipanggil pasti berkenaan dengan para polisi yang gugur.


Rin dan Ibu sedang ngobrol saat Sherm datang membawa seorang tamu. Dia anak buahnya gubernur yang datang untuk menjemput Ibu. Pak Gubernur dan istrinya mengundangnya untuk makan malam bersama mereka malam ini.

Dan satu lagi... mereka juga mengundang 'tukang masak' yang ahli membuat sambal. Hah? Rin disebut tukang masak? Si tamu berkata bahwa ada rumor yang mengatakan bahwa sambal buatan rumah ini sangat lezat, makanya Istri Gubernur meminta Rin datang juga.

Ibu sama sekali tidak menganggap ada yang aneh di sini dan langsung saja menyuruh Rin untuk bersiap-siap dan pergi sesegera mungkin.


Setibanya di rumah Gubernur tak lama kemudian, mereka melihat para tamu sudah datang kecuali Saran. Kalau begitu, Ibu mengajak Rin untuk pergi ke dapur saja dulu untuk menyiapkan semua hidangan. Tapi pembantu rumah itu melarang Ibu masuk dapur, jadi terpaksalah Rin sendirian yang harus masuk dapur.

Ibu masuk ke ruang tamu dan disambut ramah oleh Istri Gubernur dan suaminya. Ia memberitahu bahwa Saran sedang dalam perjalanan kemari sekarang.



Sementara itu, Rin bekerja keras sepenuh hati memasak berbagai macam hidangan dengan dibantu oleh para pembantu rumah itu... termasuk membuat sambal kesukaan Saran dengan gaya slow motion ala-ala iklan saus sambal. Hingga tak lama kemudian, berbagai macam hidangan pun siap tersaji.

 

Saran akhirnya datang tak lama kemudian. Pak Gubernur memanggil mereka semua kemari karena ia ingin membahas masalah penting yang terjadi belakangan ini. 

Kepala Sheriff menduga pasti masalah para polisi yang gugur. Ia memang hendak menyerahkan laporan masalah itu pada Pak Gubernur.

Pak Gubernur tahu itu. Tapi yang ingin ia bahas hari ini adalah motivasi orang-orang yang bekerjadi bidang ini.

"Sheriff beruntung sekali karena istrinya memberitahu Khun Ying (istrinya). Jika tidak, pasti akan terlambat."

Hah? Ibu dan Saran jelas bingung. "Istri saya?"

"Kau punya istri cantik yang sangat memahamimu. Itu patut ditiru." Ujar Istri Gubernur.


Seolah menjawab kebingungan Saran dan Ibu, Duang mendadak muncul saat itu juga dengan membawa oleh-oleh untuk Istri Gubernur. Dia jelas sudah cukup akrab dengan beliau. 

Istri Gubernur lalu memperkenalkan Duang pada semua orang sebagai istrinya Saran yang jelas saja membuat Kepala Sheriff kaget mengingat dialah yang menikahkan Saran dengan Rin dulu.

Saran bingung harus bagaimana, ingin menyangkal tapi ragu. Istri Gubernur heran dengan situasi aneh ini, ada apa? Tapi karena tak ingin memperumit suasana, Kepala Sheriff menyangkal ada apa-apa.

Saran bingung harus bagaimana, tapi Ibu membisikinya untuk diam dulu sekarang dan jangan mempermalukan Pak Gubernur.

 

Pada saat yang bersamaan, Jim Lim masuk dapur untuk apa lagi kalau bukan untuk nyinyirin Rin dengan mengklaim kalau 'Istrinya Sheriff' membawakan snack untuk semua orang.

Rin tak mengerti apa maksudnya. Maka Jim Lim pun membawanya untuk mengintip pertemuan di ruang tamu itu untuk menunjukkan 'Istri Sheriff' yang dimaksudnya adalah Duang.

Jim Lim mengaku kalau dialah yang mrmbawa Duang untuk berkenalan dengan Pak Gubernur beberapa hari yang lalu. Duang benar-benar pintar bersosialisasi dengan para tetua. Dia bahkan membelikan banyak barang mewah untuk Istri Gubernur, makanya Istri Gubernur mengaguminya.

"Kenapa dia melakukan ini?"

"Khun Duangsawat juga istrinya. Istri yang juga ongin melakukan sesuatu demi suaminya. Bagaimana bisa Khun Duangsawat diam saja. Dia juga harus melakukan sesuatu untuk suaminya, sama sepertimu."


Duang meyakinkan semua orang bahwa suaminya bertekad kuat untuk menangkap White Tiger. Dia bahkan rela memgambil resiko dengan menginap di hutan selama berminggu-minggu. Karena itulah, hari ini dia datang untuk meminta agar mereka tidak memindahkannya kembali ke ibu kota.

Rin sontak berlinang air mata mendengarnya. Jim Lim makin semangat mengomporinya dan mengklaim kalau tadi pagi Duang pergi menemui Istri Gubernur untuk meminta beliau mengumpulkan orang-orang penting dan Istri Gubernur langsung menurutinya.

Duang benar-benar punya kemampuan untuk itu. Orang-orang desa seperti mereka (termasuk Rin) mana mungkin bisa melakukannya.

Duang meyakinkan kalau dia sudah mengenal Saran sepanjang hidupnya. Saran tidak akan membiarkan siapapun mati. Lain kali Saran tidak akan membuat kesalahan lagi.


Kepala Sheriff sebenarnya hendak melapor bahwa jika Saran dipindahkan, maka mereka tidak akan memiliki siapapun yang mau membahayakan nyawanya demi tugas ini. Makanya ia mminta Pak Komandan untuk mempertimbangkan masalah ini kembali.

"Kau sungguh ingin bekerja di sini?" Tanya Pak Komandan.

Mendengar Pak Komandan akhirnya mulai berpikir ulang dan menyadari kalau hari itu mereka memang sedang sial. Baiklah, dia akan membiarkan Saran tetap bekerja di sini.


Senang, Saran malah berpaling ke Duang sambil tersenyum manis, sama sekali tidak melihat Rin yang berlinang air mata melihat pemandangan itu. Justru Ibu yang melihatnya dan langsung prihatin.

Rin menuntut kenapa sebenarnya Jim Lim membawanya kemari? Oh, itu karena Duang bilang ada tukang masak dari rumah yang akan memasak untuk mereka hari ini.

"Tukang masak?"

"Benar. Tugasmu cuma masak dan mengurus pekerjaan rumah. Iya, kan?"


Rin jadi semakin berkecil hati mendengar ejekan itu dan langsung masuk kembali ke dapur dan menangis. Tapi Jim Lim masih getol merecokinya dan menyuruhnya untuk pulang duluan saja.

Rin menolak. Pekerjaannya masih banyak, tempatnya memang selalu di dapur. Dia tidak akan mengabaikan pekerjaannya setengah jalan. Jim Lim masa bodo. Terserah Rin, deh.


Karena masalah ini sudah selesai, Istri Gubernur lalu mengajak semua orang untuk makan bersama sekarang.

Tapi saat semua orang beranjak bangkit, Ibu diam-diam membisiki Saran kalau Rin ada di dapur yang jelas saja membuat Saran panik dan buru-buru beralasan kalau dia harus ke kamar kecil sambil menatap Duang dengan kesal.


Rin sedang menangis sedih memikirkan ucapan Jim Lim tadi saat Saran datang dan langsung cemas. Rin berusaha menghindar, tapi Saran langsung mencegahnya. Dia mau ke mana?

"Mengurus minuman. Itu tugasku."

"Aku akan membawamu ke sana. Ikutlah bersamaku."

Rin menolak. Tempatnya memang di dapur, selalu seperti itu. Dia sadar kok kalau itu memang lebih cocok untuknya.

Saran terus berusaha memohon padanya untuk ikut dengannya, tapi Duang mendadak muncul saat itu sambil nyinyir. Saran boleh mengumumkan kalau Rin adalah istrinya juga, tapi Saran juga harus menjelaskan situasi dirinya.

"Kau sudah kelewatan!"

Duang mengklaim kalau dia tidak berbohong. Pikirkan baik-baik, para tetua itu pasti akan shock. Saran pasti harus menjelaskan siapa istri pertamanya dan siapa gundiknya (sambil melirik sinis ke Rin). Semua itu akan sangat sulit dijelaskan.


Kesal, Rin langsung melepaskan tangan Saran dan menyuruhnya pergi saja. "Mau istri utama atau gundik, sama-sama buruk. Setiap wanita hanya ingin menjadi istri satu-satunya. Cuma kau satu-satunya yang tidak tahu rasa sakit. Hatimu sangat keras."

Duang mengklaim kalau apa yang dia lakukan hari ini adalah untuk menunjukkan kalau dia juga bisa membantu pekerjaannya Saran. Dia bahkan bisa melakukan lebih.

"Tapi kau tidak pernah menyukai pekerjaanku."

Memang, Duang tidak suka di sini. Tapi sekarang dia sudah berubah. Dia akan tinggal di sini dan menyukai pekerjaannya Saran. Dia melakukan segalanya biar Saran lihat betapa besar cintanya pada Saran.

"Kita sudah membicarakannya. Aku tidak akan kembali ke masa lalu."

Duang justru sebaliknya, Duang bisa kembali. Tepat saat juga, pembantu rumah itu datang untuk memanggil Saran dan Duang. Pak Gubernur memanggil mereka untuk membicarakan masalah pekerjaan.

"Aku akan membicarakan masalah itu nanti." Tegas Saran.


Tapi Rin tidak setuju dan menyuruh Saran membicarakannya sekarang saja. Dia baik-baik saja kok. Dia harus mengurus masalah itu. Pikirkan White Tiger dan ambil kesempatan ini.

"Rin..."

"Warga desa dan aku menunggumu. Urusi warga desa dulu lalu masalah hubungan segitiga. Masalah cewek gila ini jauh lebih kecil daripada penderitaan warga desa." Ujar Rin lalu pergi.

Sementara semua orang makan bersama dalam suasana yang ceria, Rin pulang seorang diri dengan berlinang air mata. Duang nyerocos panjang lebar dan sok perhatian mengambilkan makanan untuk Saran, bahkan menggenggam tangannya. Sementara Saran hanya bisa terdiam murung tanpa bisa melakukan apapun.


Setibanya di rumah, Rin melihat Arun sedang menunggunya. Dia langsung cepat-cepat menghapus air matanya sebelum menghadapi Arun.

Arun penasaran apakah Saran mengizinkannya pergi? Rin yang sakit hati, langsung saja memutuskan untuk pergi bersamanya. Arun jelas antusias mendengarnya.


Usai makan bersama, semua tamupun pamit. Pak Gubernur meyakinkan Saran untuk tidak khawatir lagi. Atasannya yang lain juga mengingatkannya untuk lebih berhati-hati lain kali. Dia cemas karena Saran masih muda dan ceroboh.

Saran berjanji akan merencanakan segalanya dengan lebih berhati-hati. Pak Gubernur meyakinkan Saran untuk tidak ragu datang padanya jika dia butuh bantuan apapun. Tempatnya akan selalu terbuka untuknya setiap saat.

Istri Gubernur benar-benar menyukai Duang dan tak ragu memujinya sebagai istri yang sangat memahami suaminya sampai berani mengambil resiko datang kemari. Saran beruntung memiliki istri sepertinya. Duang jelas senang, sementara Saran dan Ibu cuma bisa canggung mendengarnya.


Setibanya di rumah, mereka malah diberitahu Mae Sai kalau Rin sudah pergi bersama Arun dan hanya meninggalkan surat kalau dia pulang ke ibu kota. Duang jelas senang bukan main mendengarnya.

Saran sontak emosi dan langsung bergegas lari ke kamarnya untuk mengambil pistol. Wajahnya begitu menakutkan sampai Ibu cemas, dia mau apa dengan pistol itu?

"Khun Duangsawat akan mati sekarang!" Sinis Mae Sai.

"Dia tidak akan menembakku!"


Emosi, Saran sontak menarik pelatuknya dan menembaki pot-pot bunga di kejauhan. "Arunlerk! Dasar cowok mulut besar! Kita tidak akan hidup di dunia yang sama!"

"Apa kau bahagia setelah menghancurkan keluarga mereka? Puas?" Kesal Ibu. Tapi Duang tidak peduli sedikitpun.


Saat Ibu keluar, Duang langsung mengikutinya dan memberitahu Ibu kalau dia dan suaminya juga sama seperti Saran dan Rin yang belum menandatangani sertifikat pernikahan.

Mereka berempat harus menderita demi menjalankan hal yang benar. Dia melakukan ini demi Saran dan Rin juga.

"Hal yang benar? Kau melakukan hal yang benar untuk siapa? Melakukan hal yang kau anggap benar tanpa memikirkan orang lain, itu namanya egois bukan benar."

"Bibi menyukai Braralee, jadi aku tidak bisa memaksa. Tapi aku hanya meminta Bibi untuk melihat cintaku. Itu saja." Isak Duang yang kontan membuat Ibu agak prihatin padanya.


Tapi kemudian dia memanfaatkan situasi ini untuk menyelinap masuk ke kamar Saran lalu menyuruh Jim Lim mengambil beberapa bajunya Saran dan bawa ke rumahnya. Dia bertekad akan menjadikan Saran miliknya malam ini.


Saran termenung sedih memandangi bibit-bibit bunga mataharinya yang mulai tunas. Duang muncul daat itu juga dan mengingatkan Saran kalau Rin pergi karena keinginannya sendiri dan bukan karena Arun. Dia mengklaim kalau Rin pergi karena dia memberi Saran kesempatan untuk mengetahui hatinya sendiri.

"Mengetahui hatiku sendiri. Benar, aku harus melalui fase itu."

"Kau ragu padaku karena aku membenci pekerjaanmu. Tapi sekarang aku siap mendukungmu."

Dia bahkan mengklaim kalau dia rela jika Saran menginginkannya masuk hutan dan menjadi istri sheriff selamanya. Dia mencintai Saran, karena itulah dia rela berubah demi Saran.


Dia bahkan langsung kepedean memeluk Saran. Tapi Saran langsung melepaskan pelukannya tanpa ragu. Dia tahu betul bahwa yang merasa malu dan marah itu Duang.

Orang sempurna sepertinya kalah oleh wanita biasa seperti Rin. Dia begitu marah pada Rin hingga dia menghalalkan segala cara. Duang ngotot menyangkal. Dia mencintai Saran. Mereka berdua saling mencintai satu sama lain, bukan Rin.

"Kau bisa berlatih menembak dengan memperhatikan arah angin dan keadaan sekitar, maka kau akan bisa menembak tepat sasaran. Tapi memaksakan dirimu untuk tidak tergila-gila karena cinta, bukankah itu sulit?"

"Ya. Aku gila karena aku mencintaimu. Kau dulu juga tergila-gila padaku. Akulah satu-satunya orang yang akan mencintaimu selama sisa hidupmu."


Dia mengaku sudah mengambil baju-bajunya Saran dan meletakkannya di kamarnya. Rin sudah tidak ada di sini, jadi lebih baik Saran tinggal bersamanya.

"Tidurlah di rumahku malam ini."

Tapi alih-alih menolak tegas, Saran malah cuma meminta Duang untuk memberinya waktu. Duang jadi makin kepedean mendengarnya. Baiklah, dia akan menunggu Saran di rumah 'mereka'. Dia akan menunggu Saran untuk memberinya kesempatan. Saran pasti akan tahu hatinya sebenarnya milik siapa.

"Braralee dan kau... bukan cinta. Waktu pasti akan berlalu. Sementara aku, aku adalah impianmu sedari dulu, bukan? Dulu kita pernah bermimpi untuk menghabiskan hidup kita bersama-sama. Datanglah padaku, yah?" Kata Duang lalu mengecup pipi Saran sebelum kemudian pergi.

Bersambung ke episode 7

Post a Comment

0 Comments