Sinopsis Padiwarada Episode 6 - Part 3


Nim semakin curiga dengan keadaan ibunya. Apa Ibu benar-benar sakit parah? Ibu menyangkal, dia tidak kenapa-kenapa, dia hanya ingin bertemu Nim.

"Kembalilah ke rumah kita. Tinggalkan Bang. Ibu sudah tua dan ingin tinggal bersama putri ibu. Jangan kembali ke para bandit itu. Bisakah kau tinggal bersama ibu?"

Nim sontak marah mendengarnya. Ternyata Bang benar, mereka mengkhianatinya dan cuma memanfaatkannya. Kepala Desa akhirnya menampakkan diri saat itu juga dan melabrak Nim.

"Anak durhaka! Kau mencintai suamimu lebih daripada orang tuamu sendiri! Apa kau pernah mampir dan melihat bagaimana keadaan kami?!"

"Ayah menghalangi aku dan P'Bang. Jangan salahkan aku!"

"Kau tidur bersama suamimu setiap malam. Apa kau pernah melihat wajah kakakmu setelah dia dibunuh?! Kau bahkan ikutan menjarah warga desa! Hatimu sungguh biadap! Seharusnya aku menjejalkan abu ke dalam mulutmu waktu kau kecil!"

"Bukankah Ayah mengumumkan kalau Ayah mau membunuhku demi membalas dendam P'Noy? Aku di sini sekarang. Silahkan bunuh aku."


Emosi, Kepala Desa sontak mengeluarkan senjata dan menodongkannya ke Nim. Tapi Ibu Kepala Desa sontak panik melindungi putrinya hingga Kepala Desa terpaksa harus menurunkan pistolnya.

Nim jadi makin sinis menyindir mereka berdua yang dari dulu selalu lebih menyayangi kakaknya daripada dirinya. Apa yang dia lakukan pada mereka berdua itu tidak seberapa.

"Kau bukan cuma melakukan sesuatu padanya, tapi juga pada semua penduduk desa! Aku Kepala Desa! Menangkap bandit adalah tugasku!"

"Kalau begitu, tembak aku! Tembak! Tunggu apa?!"

Kepala Desa sontak mengangkat pistolnya lagi, tapi lagi-lagi Ibu Kepala Desa menghalanginya. Saat ini juga, Kepala Desa menyatakan hubungan mereka berakhir. Nim tidak boleh datang ke pemakamannya. 

Tapi Nim tak peduli sedikitpun, menjadi istri seorang pria adalah aset yang paling berharga bagi seorang wanita. Dia akan selalu setia pada suaminya sampai dia mati!


"Kembalilah kalau begitu! Kembalilah untuk mengambil mayat suamimu di hutan!"

"Begitu? Kita lihat saja siapa yang akan jadi mayat!" Sinis Nim yang jelas saja membuat Kepala Desa curiga dengan maksud kata-katanya itu.

Nim menyatakan kalau dia tidak akan bisa tinggal bersama mereka lagi lalu pergi dengan senyum sinis. Kepala Desa sontak cemas dan bergegas mengejarnya untuk menuntut penjelasan. Apa markas mereka benar-benar ada di Kao Ope?

"Ayah selalu berpikir untuk membunuh P'Bang. Waktu itu, kalau bukan kakak yang mati, pasti P'Bang lah yang mati. Ayahlah yang memaksaku melakukan ini."

Kepala Desa langsung sadar kalau Nim sudah membohongi mereka. Dia menjebak mereka untuk pergi ke Kao Ope. "Kau anak biadap! Kau akan dihancurkan bersama mereka semua!" Rutuk Kepala Desa lalu bergegas pergi untuk menyelamatkan semua orang.

"Sudah terlambat, Yah. Sekarang ini para polisi pasti sudah mati!" Sinis Nim lalu pergi. Ibu Kepala Desa yang mendengarkan hal itu pun sontak menangis merutuki Nim.


Rin sedang menganyam bersama para ibu-ibu saat Kepala Desa kembali terburu-buru dan menyuruh para pria untuk mengambil senjata dan ikut dengannya ke hutan sekarang juga. Nim mengkhianati mereka! Rin jelas cemas mendengarnya, apa maksudnya Nim mengkhianati mereka?

"Dia berbohong pada kita tentang letak markas mereka, dia mendorong kita ke dalam perangkap mereka. Kalian para wanita, suruh para pria untuk membantu!"

Para ibu-ibu sontak pergi memanggil yang lain dan para pria pun langsung berangkat saat itu juga, sementara Rin tak tahu harus apa dan hanya bisa diam di sana dengan cemas.


Chode dan timnya tiba duluan di Kao Ope, tapi tentu saja dia tidak mendapati apapun di sana. Tanpa curiga apapun, mereka terus mencari-cari tanpa menyadari para bandit yang sudah mengintai mereka dari balik bebatuan.

Bang senang. "Istriku sayang. Kau benar-benar hebat berhasil menjebak mereka ke dalam perangkap kita."

Flashback.


Kao memang sudah merencanakan segalanya dengan begitu mendetil. Dengan sengaja dia menyuruh Nim untuk pergi melihat keadaan ibunya karena dia tahu kalau berita Ibunya Nim sakit itu cuma trik agar para polisi bisa mendapatkan informasi letak markas mereka.

"Tidak masalah kalau ibumu benar-benar sakit. Tapi jika mereka berencana untuk membuntutimu, maka kita harus menyingkirkan mereka."

"Katakan pada mereka untuk pergi ke Kao Ope. Biarkan para polisi datang ke sana. Kita akan menembak mereka dari atas. Mereka pasti akan mati."

Nim agak ragu dengan rencana itu. "Bagaimana kalau ibuku tidak menipu? Bagaimana kalau ia benar-benar sakit?"

"Kalau begitu, ucapkan selamat tinggal padanya lalu pulang secepatnya. Kau istriku. Kau harus setia padaku. Aku mencintaimu. Pergilah dan tipu mereka lalu pulanglah segera."

Flashback end.


Melihat keanehan tempat itu, seketika itu pula Chode baru sadar kalau mereka sudah dijebak. Tapi bahkan sebelum mereka sempat melakukan apapun, para bandit itu sontak muncul dan langsung menembaki mereka tanpa ampun.

Saran dan timnya sudah berada di dekat sana saat tiba-tiba mereka mendengar suara tembakan di kejauhan. Saran sontak cemas dan langsung memimpin timnya untuk balik arah.

Para polisi berusaha bertahan dan balas menembak, tapi tentu saja ketidaksiapan mereka membuat para bandit itu lebih unggul dan sukses menembaki beberapa polisi. Salah satu bandit bahkan ngakak puas seperti anak kecil yang sangat menikmati game perang.


Bang kehabisan peluru senapannya dan langsung ganti memakai pistol. Dia hampir saja menembak lagi saat tiba-tiba saja Saran dan timnya muncul dari belakang dan langsung menembak lengan Bang.

Bang sontak kesal. "Siapa yang menembakku?!"

"Akulah Deputy Saran! Kaulah yang akan mati!" Teriak Saran lalu melepaskan pelurunya menembus jantung salah satu bandit.

Para bandit sontak kewalahan menghadapi musuh dari dua arah. Bang pun bergegas melarikan diri, tapi Saran langsung mengejarnya.


Rin benar-benar gelisah dan cemas akan nasib Saran dan sontak berdoa setulus hati demi keselamatan Saran. Tepat saat itu juga, sesuatu di dalam kopernya tiba-tiba menarik perhatiannya. Penasaran, Rin merogoh kantong kopernya dan menemukan kertas origami terselip di dalamnya.


Saran terus mengejar Bang dengan ketat sambil berusaha menembakinya. Tapi saat mereka tiba di sungai, Bang kehabisan peluru dan terpaksa harus bersembunyi di balik pohon.

Dia mengambil daun lalu mulai merapal mantra untuk membuat dirinya tak terlihat dari pandangan Saran. Seketika itu pula, asap gaib mendadak muncul menyelubungi dirinya.

Asap aneh itu juga mulai menyelubungi Saran. Tapi dia tidak takut sedikitpun. Dia punya restu dari ibunya dan karena itulah dia yakin akan bisa menang hari ini. Saran terus berjalan perlahan-lahan dan menajamkan pandangannya menembus asap aneh itu.


Merasa aman berkat asap itu, Bang langsung menyeberangi sungai. Tapi yang tidak disangkanya, Saran mendadak melompat dari atas dan langsung menendangnya.

Bang berusaha melawan dan menghajarnya, tapi Saran lebih unggul dan sukses menjatuhkannya dengan mudah.

Tak berhenti sampai di situ, Saran terus menghajar Bang berulang kali tanpa ampun lalu sengaja menekan luka tembak Bang sekeras-kerasnya sampai Bang kesakitan.

"Kukira kau bilang kalau White Tiger punya kekuatan keabadian?" Sinis Saran sambil terus menekan lukanya Bang sekuat tenaga.

Tapi Bang tiba-tiba mengambil batu dari sungai dan langsung menghantamkannya ke kepala Saran.


Teringat ucapan Saran bahwa kertas dan pena bisa menggantikan kata-kata yang tak bisa terucap, Rin langsung membuka kertas origami itu dan menemukan pesan manis Saran di dalammnya: Terima kasih karena kau ada di sisiku.

Pesan tulus yang kontan membuat Rin berkaca-kaca penuh haru. Rin langsung membuka semua kertas-kertas origami itu satu per satu dan mendapati semuanya tertulis pesan-pesan yang sama.

Rin sontak menangis penuh penyesalan. "Maafkan aku. Maaf karena aku tidak memberkatimu. Maafkan aku. Kau tidak boleh mati, Saran! Kau tidak boleh mati! Kau tidak boleh mati!"

 

Saran tumbang dan darahnya mengalir ke dalam sungai. Bang langsung ngakak melihatnya. "Orang lemah sepertimu tidak seharusnya mati di sini!"

Dia hampir saja mau menghabisi Saran, tapi Saran tiba-tiba bangkit dan langsung menusuk jantungnya. Bang sontak roboh ke dalam sungai dengan seluruh badan gemetar sekarat menunggu ajal.

"Dasar iblis perampok warga desa!" Rutuk Saran lalu pergi meninggalkan Bang mati mengambang di sana.


Para wanita sudah gelisah menunggu para pria yang belum pulang sampai sekarang. Ibu Kepala Desa benar-benar kecewa pada putrinya. Bisa-bisanya Nim berbohong dan mengkhianatinya.

Syukurlah yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba tak lama kemudian. Ibu Kepala Desa pun lega melihat suaminya kembali hidup-hidup dan langsung lari memeluknya.

Tapi... di mana Saran? Rin langsung mencari-cari ke belakang pickup. Dia hampir saja menangis saat tiba-tiba saja Saran muncul dari dalam pickup dengan kepala diperban dan langsung nyengir lebar begitu melihat Rin.

Rin benar-benar lega melihatnya selamat. "Apa kau baik-baik saja?"

"Kepalaku terluka. Tapi sudah ditangani kok."

Rin sontak menangkup wajah Saran dengan mata berkaca-kaca penuh haru dan lega melihatnya selamat.

Saran pun bahagia melihat Rin mengkhawatirkannya. "Terima kasih. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku."

Bersambung ke part 4

Post a Comment

0 Comments