Sinopsis Padiwarada Episode 5 - Part 5


Chalat masih menunggu di luar tepat saat Buranee keluar sambil membaca buku dan jelas kaget melihat Chalat di sana. Bagaimana dia bisa sampai kemari?
Chalat beralasan kalau dia kebetulan lewat... sebelum kemudian mengakui kalau dia sebenarnya datang untuk menemui Bu... err... maksudnya keluarganya Bu.

"Untuk apa?" Heran Bu.

Untuk apa lagi kalau bukan untuk membantu Saran menyelidiki identitas istrinya yang sebenarnya. Tapi tentu saja Chalat tidak mengatakan yang sebenarnya dan beralasan kalau dia cuma ingin mengenal keluarga mereka saja.

Dia bahkan membawakan parfum dari Perancis untuk Bu. Sayang, Bu langsung menolaknya mentah-mentah. Pfft! Dia tidak perlu parfum Perancis soalnya ibunya ahli membuat wewangian mewah.

"Tapi lihatlah merek ini, ini sangat populer di antara para wanita di Phranakorn."

"Ini terlalu mahal. Aku tidak bisa menerimanya. Berikan saja pada para wanitamu yang cantik-cantik itu."

"Aku patah hati. Apa kau tahu itu? Aku harus berbulan-bulan untuk mendapatkan parfum ini dari Eropa loh. Terimalah, kumohon. Aku benar-benar berniat memberikannya untukmu."

Bu jadi galau mendengarnya, tapi akhirnya dia terima juga. Dan tepat saat itu juga Jaew datang untuk mempersilahkan Chalat masuk.

 

Bukan cuma membawa hadiah untuk Bu, Chalat juga membawa banyak sekali hadiah-hadiah mahal lainnya untuk seluruh keluarga. Tuan Bumrung sampai tak enak mendapat hadiah-hadiah mahal sebanyak itu.

"Dia orang kaya. Dia tidak akan berpikir kalau semua ini mahal."

Chalat beralasan kalau dia sangat menghormati Tuan Bumrung atas kontribusinya dalam dunia pendidikan, dan dia juga berteman dengan Bu. Tapi Bu sontak menyangkal klaimnya. Mereka bukan teman, dia mengenal Chalat secara tak sengaja.


Mereka semua jelas jadi semakin curiga padanya. Apalagi kemudian Chalat mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan untuk memperhatikan semua foto-foto keluarga itu dan mendapati semua foto-foto itu hanya terdiri dari 4 orang anggota keluarga.

Saat Tuan Bumrung membahas nama keluarga Chalat yang cukup terkenal sebagai pebisnis besar, Chalat membenarkan kalau dia adalah putra Tuan Rapeepan.

Ngomong-ngomong, keluarganya Tuan Bumrung sangat manis... dia dengar kalau Tuan Bumrung punya 2 putri?

"Tiga. Kami punya TIGA putri." Tegas Khun Ying lalu diam-diam memberi kode pada Braranee.

Braranee langsung mengambil sebuah album foto untuk menunjukkan foto-foto Rin bersama Braranee dan Bu. "Kau menanyakan Braralee, kakakku. Ini dia. Dia sangat cantik, sangat sesuai untuk menjadi putri ayah, bukan?"

Khun Ying menegaskan bahwa Rin bersekolah di sekolah terbaik, dia belajar di tempat yang sama dengan adik-adiknya.

"Kami semua juara di kelas kami."

"Braralee berpendidikan tinggi sama seperti wanita-wanita jaman sekarang. Kau bertanya-tanya tentangnya... apa ada sesuatu?"

Chalat jelas tegang mendapat tatapan tajam dari seluruh keluarga. "Err... tidak ada. Tidak ada pertanyaan lagi. Sudah jelas semuanya." Katanya sambil nyengir canggung.


Saat mereka makan malam bersama, Ibu mengaku lega dengan sikap Saran yang sekarang lebih berhati-hati. Ibu dengar kalau dia kembali untuk meminta bala bantuan. 

Saran berusaha meminta Rin untuk mengambilkannya sayur. Tapi Rin yang masih ngambek, cuma menggeser sedikit piring sayurnya.

"Kau tidak bisa menaruhnya di piringku? Jahatnya."

Kesal, Rin akhirnya menyendokkan sayur. Saran langsung kepedean menyodorkan piringnya. Tapi Rin malah memberikan sayurnya ke Ibu. LOL!


Keesokan harinya di kantor, Saran rapat bersama para sheriff lainnya, mendiskusikan perkiraan lokasi markasnya geng White Tiger.

Seorang sheriff memuji kehebatan Saran. Tapi masalahnya, pasukan yang mereka miliki terbatas dan kebanyakan dari mereka masih trainee. Saran tahu sendiri, susah mendapatkan deputi yang cakap di desa yang penuh bandit ini.

Kepala Sheriff juga cemas. Gunung ini sangat tinggi dan punya banyak tempat persembunyian. Jika sampai terjadi peperangan, para bandit itu pastinya akan lebih unggul. Terlalu berbahaya.

Tapi Saran meyakinkan kalau dia punya rencana dan dia sangat yakin akan rencananya. Dia yakin pihak mereka tidak akan sampai menumpahkan darah. Seorang sheriff akhirnya setuju dan berjanji akan mengumpulkan pasukan untuk Saran.


Pulang kerja, Saran membantu Duang mencarikan tukang-tukang baru untuk Duang. Dia bahkan menasehati Duang untuk berhati-hati karena tukang yang sebelumnya sangat marah dan mungkin akan kembali untuk bikin ulah.

Duang malah jadi kepedean memeluk Saran dan berterima kasih atas kepedulian Saran padanya.

Tak nyaman dengan pelukannya, Saran buru-buru melepaskannya dan mengingatkan Duang untuk tidak menyamakan orang-orang di sini dengan orang-orang di ibu kota.

Jangan mudah emosi apalagi sampai hilang akal. Mereka bukan orang asli sini, jadi orang-orang akan menganggap mereka berbeda. Jangan pernah bersikap sok di tempat ini. Duang jelas senang, ucapan Saran itu jelas menunjukkan kalau Saran masih peduli padanya.


Saat Saran mengecek para tukang, Jim Lim muncul dan berpikir sama dengan Duang. Saran jelas masih peduli dengan Duang biarpun Saran menyuruhnya pergi.

"Begitulah Saran. Mulutnya kasar, tapi hatinya lembut. Aku mengenalnya lebih daripada siapapun. Dia milikku. Milikku seorang."


Duang lalu memanfaatkan kesempatan itu dengan mengklaim kalau atap di lantai atas juga rusak lalu membawa Saran naik. Padahal setibanya di lantai atas, dia ternyata membawa Saran masuk ke dalam kamarnya yang jelas-jelas tidak rusak sama sekali.

Dia langsung menutup pintu lalu memeluk Saran dan mulai merayunya. Dia mengklaim kalau dia teramat sangat merindukan Saran dan tidak tahan ingin memeluk Saran.

Saran berusaha memintanya untuk melepaskan pleukannya dan mengingatkannya bahwa sekarang mereka sudah sama-sama berumah tangga.

Tapi Duang ngotot menolak melepaskannya. Toh, mereka berdua sama-sama belum menandatangani sertifikat pernikahan mereka. Jadi secara hukum, status mereka berdua masih single.

Untung saja dia belum menandatangani sertifikat pernikahannya. Dan yang pasti, dia tidak akan kembali ke ibu kota untuk menandatangani sertifikat pernikahannya.

"Saran, mari kita mulai segalanya dari awal. Sekarang masih belum terlambat. Kau bisa mengundurkan diri dari pekerjaanmu sebagai deputy."

"Kenapa kau sangat membenci pekerjaanku?"

"Kenapa juga kau sangat bangga dengan pekerjaanmu ini. Ibumu sangat mencemaskanmu."

"Aku?"

"Yah, setiap malam saat kau pergi ke desa, lampu kamarnya selalu menyala karena dia tidak bisa tidur. Putranya pergi menangkap bandit, orang tua mana yang tidak cemas. Kau sangat bangga melakukan pelayanan negara. Tapi bagaimana dengan perasaan ibumu?"


Duang meyakinkannya bahwa sekarang sudah bukan jamannya melakukan pelayanan negara, melainkan berbisnis.

Sekarang ini, uang lebih unggul daripada martabat. Ayahnya tengah membuka bisnis di ibu kota saat ini. Bagaimana kalau Saran ikut dengannya dan bekerja bersama ayahnya?

Tapi Saran langsung melepaskan cengkeramannya dengan sinis. Ibunya memang benar, sendok harus berpasangan dengan garpu.

"Kau berusaha mengklaim kalau kita suami istri. Tapi kau harus ingat kalau kau punya suami yang menunggumu di Phranakorn." Sinis Saran lalu pergi meninggalkan Duang.


Malam itu saat Saran membantu Ibu memasukkan jajanan ke dalam toples, Ibu langsung mengomelinya karena dia tidak tegas mengusir Duang malah membantunya.

"Braralee belum bicara padaku selama 4 atau 5 hari sekarang." Keluh Saran.

"Jika ibu bisa menangkap cinta dan memasukkannya ke dalam toples, Cinta Lama Duangsawat dan Cinta Baru Braralee, pasti akan setengah-setengah, iya kan?"

"Cinta baru? Braralee dan aku... apa bisa disebut cinta? Dia siap meninggalkanku setiap saat. Dia tinggal hanya karena tugas. Karena dia teman yang punya niat baik. Itu saja."

"Lalu menurutmu, apa point utama dari suami dan istri? Sesuatu yang singkat seperti drama? Itu cuma bagian pertama. Setelah itu jadi teman. Teman sejati yang rela mati demi satu sama lain. Itu saja."

Ucapan Ibu langsung membuat Saran teringat bagaimana senangnya Rin saat dia mengajak Rin berteman. Dan ingatan itu kontan membuatnya tersenyum lebar.


Gelisah memikirkan kenangan-kenangan indahnya bersama Rin, Saran akhirnya masuk lagi ke kamarnya Rin secara diam-diam saat Rin tidur lelap.

Dengan lembut dia menyelimuti Rin dan memandanginya dengan penuh cinta. Dia mengusap lembut pipi Rin, bahkan memberikan kec~pan di bibir Rin dengan jarinya, tapi Rin tetap tidur dengan sangat lelap seperti biasanya.

Dia lalu menulis sebuah pesan di sebuah kertas, melipatnya jadi burung, lalu menyembunyikannya di dalam kantong kopernya Rin.

Bersambung ke part 6

Post a Comment

0 Comments