Sinopsis Padiwarada Episode 5 - Part 4


Saran tampak begitu bahagia sepanjang perjalanan pulang. Saat melewati kebun bunga matahari yang pernah didatanginya bersama Rin, dia langsung meminta Chode untuk menghentikan mobil lalu mengisyaratkan Rin untuk keluar bersamanya.

Chode mengira kalau Saran cuma mau buang air, tapi Rin menjelaskan kalau Saran mau melihat bunga-bunga matahari kesukaannya.

Saran memetik bunga matahari kering lalu menyuruh Rin untuk memegang saputangannya lalu mengisi saputangan itu dengan benih-benih bunga matahari.

"Aku memberimu ini untuk ditanam di rumah."

"Bunga matahari artinya integritas dan kesetiaan. Kau bilang kalau kau tidak mau lagi setia pada siapapun."

"Tidak bolehkah aku mengubah pikiranku? Bantulah aku."

Rin tercengang mendengarnya. Tapi Saran beralasan kalau yang dimaksudnya adalah membantu dia mengumpulkan benih-benih ini. 

Mereka pun saling bekerja sama mengumpulkan biji-biji bunga matahari sambil tersipu malu menatap satu sama lain.


Setibanya kembali di rumah, mereka malah mendapat kabar tak enak tentang Duang yang menyewa rumah sebelah. Tapi Ibu tenang-tenang saja dan menasehati mereka untuk mengabaikan Duang. Jika tak ada seorang pun yang peduli padanya, maka Duang pasti akan pergi. Yang penting Saran harus kuat.

Baru saja berkata seperti itu, tiba-tiba saja terdengar suara-suara benda jatuh dari rumah sebelah yang kontan membuat Saran mencemaskan Duang dan langsung melesat ke sana tanpa pikir panjang.


Setibanya di sana, Saran mendapati kayu-kayu konstruksi itu roboh dan Duang sedang marah-marah pada tukangnya. Begitu melihat Saran, Duang langsung mengeluh manja dan Saran sontak mengecek kepala Duang saking cemasnya tanpa mempedulikan orang-orang yang melihat mereka dan Rin yang jelas sakit hati melihat pemandangan itu. Tapi Duang memperhatikan ekspresi Rin itu dan langsung senang.


Jim Lim ngamuk-ngamuk memarahi kecerobohan para tukang itu. Para tukang itu berusaha minta maaf, tapi Duang malah ngotot menuntut para tukang itu untuk mengkompensasinya dengan uang dan memecat mereka semua.

Ketua para tukang itu jelas tidak terima. Duang tidak bisa memecat mereka begitu saja. Yang menyewa mereka di sini adalah pemilik rumah ini dan Duang cuma penyewa di sini. Duang tidak peduli. Pokoknya mereka dipecat karena sudah merusak barang-barang miliknya dan bukan milik tuan rumah ini.

Duang terus saja ngamuk-ngamuk sementara Saran setia berjaga di belakangnya. Si tukang itu jelas sakit hati dibuatnya dan langsung menyuruhnya balik ke ibukota saja kalau dia tidak suka di sini.

Saking emosinya, Duang malah terang-terangan menghina tempat ini yang jelas saja membuat si tukang itu makin panas. 

Dia bahkan mengingatkan Duang bahwa orang-orang di sini sangat jahat dan mulut kotornya mungkin akan membuatnya tidak bisa kembali ke ibukota.

Dia lalu mengajak teman-temannya pergi meninggalkan Duang saat itu juga. Duang jadi makin menggila, teriak-teriak merutuki mereka sampai Saran harus menyeretnya masuk rumah.


Patah hati, Rin langsung pergi dengan mata berkaca-kaca. Ibu berusaha menghiburnya dan meyakinkannya kalau Saran melakukan semua itu hanya sebagai teman. tapi tentu saja itu sama sekali tidak bisa menenang Rin.


Saran mengingatkan Duang bahwa orang-orang di sini menganggap mereka orang asing. Apa yang dilakukannya tadi sama saja cari musuh.

Tapi Duang ngotot tak peduli lalu memanfaatkan kesempatan itu untuk membujuk Saran kembali ke ibu kota bersamanya. Apa Saran tahu betapa cemasnya dia setiap kali Saran pergi untuk memburu para bandit?

"Aku seorang sheriff, itu sudah tugasku."

Duang tahu kalau Saran pindah kemari karena sakit hati atas pernikahannya. Tapi sekarang dia sudah kembali, kan. Jadi, ayo kembali ke ibu kota. 

Masalah Rin, lepaskan saja dia. Lagipula, Saran kan belum menandatangani sertifikat pernikahan dengannya.

"Mari kita kembali ke awal saat-saat kita saling mencintai. Kumohon, Saran."

"Waktu itu seperti sungai. Jika telah mengalir, maka tidak akan bisa kembali lagi. Kembalilah ke ibu kota. Percayalah padaku."


"Dulu kita selalu bersama. Kau pernah bilang kalau kau tidak sabar untuk menunggu pagi tiba setiap hari agar kau bisa bertemu denganku. Tapi sekarang kau malah menyuruhku pergi. Kau bahkan membawa wanita itu pergi bersamamu."

"Wanita yang pergi bersamaku itu, pergi brrsamaku sebagai teman. Sedangkan kau dan suamimu bulan madu ke luar negeri. Apa sebenarnya status kalian? Aku cuma menyuruhmu kembali ke Phranakorn, sementara kau menendangku keluar dari hidupmu. Akui saja. Situasi kita tidak sama seperti dulu." Ujar Saran lalu pergi meninggalkannya.


Rin menangis sedih di kebun bunganya sembari menggenggam saputangan berisi benih-benih bunga matahari itu. Saat Saran datang tak lama kemudian, dia santai saja memegang tangan Rin tanpa melihat air matanya.

"Akan kubantu kau menanamnya."

Tapi Rin sontak kesal menampik tangannya. "Aku kan sudah bilang jangan sentuh aku!"

"Apa kau marah?"

"Kau dan Khun Duang tidak bisa saling melepaskan ikatan di antara kalian karena kalian terikat secara fisik. Kau dan aku tidak bisa membiarkan hal seperti itu terjadi lagi."

"Aku tidak tahu kalau Duang pindah ke rumah sebelah."

Tapi semua yang dilakukan Duang jelas menunjukkan kalau dia sangat membutuhkan Saran. Itu sesuatu yang harus mereka pertimbangkan dalam hubungan mereka.

"Aku tidak yakin apakah aku bisa kembali dan mencintai Duangsawat lagi."


Tapi bukankah Saran pernah memberitahu dirinya sendiri bahwa dia tidak akan pernah lagi menjadi bunga matahari bagi matahari manapun. Dia masih ingat, kan? Karena itulah, mereka tidak akan pernah bisa saling menanam benih integritas dan kesetiaan pada satu sama lain.

Rin sontak membuang benih-benih bunga matahari itu ke tanah dan menegaskan kalau dia tidak akan membantu Saran menanam integritas dan kesetiaan itu.

Kapanpun Saran yakin kalau dia ingin kembali ke Duang, katakan saja terus terang padanya. Tapi sebelum dia yakin akan perasaannya sendiri, dia harus berhati-hati secara fisik dan emosional.

"Mendua itu sama sekali tidak menyenangkan. Aku tidak akan terlibat dengan lingkaran cinta siapapun!"


Mae Sai datang menyela mereka saat itu untuk memberitahu Rin kalau dia sudah membeli terasi udang untuk membuat sambal. 

Tapi Rin sama sekali tidak mood untuk membuat sambal kesukaan Saran dan menyatakan kalau dia akan membuat kare ayam untuk Ibu.


Panit datang menemui kedua orang tua Braranee untuk menyatakan niatnya menikahi Braranee lebih cepat. Dia tidak mau menunggu 2 tahun.

Tuan Bumrung masih ragu mengingat mereka berdua baru saling mengenal selama 6/7 bulan. Tapi Khun Ying setuju-setuju saja, apalagi Panit sudah membawa Braranee ke seluruh kota. Jadi menikah lebih cepat itu lebih baik biar orang-orang tidak mencela mereka.

"Waktunya cuma satu bulan, apa kau bisa mengubah pertunangan jadi upacara pernikahan tepat waktu?"

"Tentu saja. Pasti."

Tuan Bumrung akhirnya setuju walaupun ia masih tampak ragu. Tapi tiba-tiba Jaew datang memberitahu bahwa mereka kedatangan tamu yang bernama Chalat Rapeepan.


Braranee sontak cemas mendengarnya. Dia ingat siapa orang itu, orang yang berusaha mencari kesalahan mereka di pesta waktu itu. Astaga, dia sampai datang ke rumah mereka sekarang.

"Menemukan kesalahan kita apa, Nak?" Cemas Khun Ying.

Bersambung ke part 5

Post a Comment

0 Comments