Sinopsis Padiwarada Episode 4 - Part 4

 

Arun bingung harus bagaimana sekarang. Apa sekarang mereka harus kembali ke Phranakorn? Tapi Duang menolak pulang biarpun sudah diusir. Kalau begitu, Arun juga tidak mau pergi.

Tapi kemudian Nuer datang dan dengan senang hati memberitahu mereka bahwa besok kereta akan berangkat jam satu siang, jadi mereka berdua silahkan bersiap-siap untuk pergi.


Arun kembali ke kamar hotelnya dan langsung mengepaki baju-bajunya sambil ngedumel kesal. Tapi tampak jelas dia sebenarnya tidak rela pergi begitu saja. Pada saat yang bersamaan, Duang juga gelisah tak ingin pergi begitu saja.


Rin kembali ke kamarnya dengan patah hati dan berlinang air mata. Tapi saat Saran hendak masuk rumah tak lama kemudian, tiba-tiba saja ada air terciprat dari lantai atas, ternyata Rin sengaja membuang seluruh isi parfum mahal pemberian Saran.

Saran jelas kesal melihatnya. Apalagi saat dia masuk kamar Rin, dia menemukan botol parfum itu sudah berada di tong sampah. Apa Rin tahu berapa harga parfum ini? Bisa-bisanya dia membuangnya begitu saja?!

"Kalau kau tidak mau aku membuangnya, lalu apa kau mau aku menghantam kepala seseorang pakai ini biar benda ini berharga setara dengan harganya?!"

Rin sontak mengayunkan botol itu ke Saran, tapi untunglah Saran berhasil menangkap tangannya tepat waktu.


"Memangnya kau bisa kembali ke masa lalu untuk memperbaiki kesalahanmu? Atau sejak lahir kau tidak pernah melakukan sesuatu yang salah?"

"Aku baru mengerti kenapa kalian berdua sangat terikat pada satu sama lain. Sejak kecil kalian adalah teman bermain dan teman sekelas lalu jadi kekasih dan..."

"Waktu itu aku dan Duangsawat bukan anak kecil lagi. Kami hampir lulus dan setelah kami melakukannya, kami berpikir kalau kami bisa menikah. Kami bahkan membicarakan pernikahan kami, baju pernikahan kami dan berapa banyak anak yang kami inginkan."

"Sekarang ini kita belum menandatangani sertifikat pernikahan dan pernikahan kita cuma sebuah upacara kecil di Pak Tai. Kehidupan utama kita di Phranakorn. Jadi masih belum terlambat untuk menghentikan segalanya sekarang."

"Apa maksudmu?"

"Kau pernah bilang padaku kalau kau tidak bisa melupakannya. Jika aku pulang sekarang, apa yang akan kau katakan?"

 

Sakit hati, Saran malah menuduh Rin cuma pura-pura marah padanya agar dia punya alasan untuk kembali bersama Arunlerk. Rin jelas tidak terima tuduhannya. Tapi Saran terus saja menuduhnya. Dulu Rin diam saja karena dia tidak tahu kalau Arun mencintainya, tapi sekarang dia tahu.

"Memang. Dia anak orang tokoh terkemuka dan tampan. Jika kau menikah dengannya, kau akan jadi wanita kaya. Itu lebih baik daripada jadi istri sheriff miskin. Siapa juga yang tidak akan menyukainya?

"Aku tidak pernah berpikir begitu!"

"Kalau kau mau pergi, pergi saja!"

Tepat saat itu juga, Nuer datang dan Saran langsung menyuruhnya untuk membawa Rin pergi besok. Dia akan pulang ke Phranakorn dengan mantan kekasihnya. Saran lalu kembali ke kamarnya sambil membanting pintu dengan kesal.

Nuer menyesal sudah datang di saat yang salah. Dia datang karena mengkhawatirkan grendel pintunya Rin. Tapi sekarang, sepertinya bukan cuma grendel yang harus dia perbaiki, tapi pintu juga.

"Khun Nu benar-benar marah."

"Benar sekali. Dia menyimpulkan segalanya sendiri. Dasar gila!"

"Kalau lagi cemburu, dia memang akan begitu." Goda Nuer yang sontak mendapat pelototan tajam dari Rin.


Tapi malam harinya, Saran mulai mondar-mandir gelisah, tampak menyesali ucapan kasarnya pada Rin tadi.


Setelah berdoa pada Buddha, Ibu Saran curhat pada Mae Sai. Ibu cemas karena entah berapa banyak orang yang akan diantarkan Nuer ke stasiun besok. Entah 1, 2 atau 3 orang.

"Oh, lalu bagaimana kalau tak ada seorang pun yang pergi dan mereka tinggal di sini sebagai 4 suami dan istri? Itu jauh lebih mencemaskan, Khun Ying." Cemas Mae Sai.


Keesokan harinya, Saran tiba-tiba menggedor kamarnya Rin dan menuntutnya untuk buka pintu. Tapi Rin ngotot menolak dan menyuruhnya untuk ngomong dari luar saja.

"Kau mau buka pintu atau tidak?"

"Tak ada yang perlu kubicarakan denganmu."

Tapi tiba-tiba Saran membobol pintu yang tergembok itu dengan sangat mudah. Rin sampai shock melihatnya, padahal butuh waktu seharian baginya untuk memasang pasak pintu itu.

Saran dengan dinginnya menyuruh Rin untuk mengemasi barang-barangnya sekarang juga. Nuer sudah menunggu. Rin tak percaya mendengarnya, Saran sungguh-sungguh mau mengirimnya kembali ke Phranakorn?

"Cepetan! Kau tidak mau mengambilnya? Kalau begitu aku akan mengambilkannya untukmu."


Saran sontak mengeluarkan kopernya Rin dan baju-bajunya. Tapi Rin tidak terima Saran menyentuh baju-bajunya dan langsung merebut kembali baju-bajunya lalu mengepaknya sendiri sambil menangis.

"Dasar gila! Kau mengira aku ingin kembali ke Phranakorn, padahal kau lah yang ingin aku pulang. Kaulah yang ingin balikan dengan mantanmu. Baguslah, akhirnya aku bisa pulang."

"Kau cuma akan meninggalkan rumah. Apa perlu sampai menangis?"

"Aku tidak menangis. Akhirnya aku bisa pulang, kenapa juga menangis?!"


Begitu Rin selesai, Saran langsung merebut kopernya dan membawanya keluar yang jelas saja membuat Rin semakin sedih. Rin pun keluar rumah dengan langkah gontai, sedih harus meninggalkan rumah ini.

Tapi Saran terus saja memaksanya untuk segera masuk mobil. Terpaksalah Rin harus menurutinya dan mereka pun pergi.


Berita itu akhirnya sampai juga ke telinga Tiger Bang dan kawan-kawan. Bang tidak terima, mereka jelas-jelas cuma mencuri dari orang-orang kaya dan tidak mencuri dari warga desa.

Salah satu anggota geng memberitahu Bang bahwa gosip itu mereka dengar di sebuah warkop di Kao Dang, desa asal Bang. Apa mungkin Kepala Desa Klai menuduh mereka?

Nim tak percaya. Ayahnya sudah lama berhenti ikut campur dengan mereka, lagipula ayahnya takut pada Bang sejak saat Bang membunuh kakaknya. Ayahnya dan warga desa tidak akan berani macam-macam dengan mereka.


Kao (Pimpinan geng White Tiger) datang tak lama kemudian dan mereka langsung menyampaikan kabar itu padanya. Kao sudah tahu, Kepala Desa memang sengaja menyebarkan rumor itu untuk membuat warga desa melawan mereka.

Menurut informasi dari mata-matanya, kantor pemerintah mengirim seorang petugas untuk menjatuhkan mereka. Kao sudah pernah melihatnya keluar masuk rumahnya Kepala Desa.

Kepala Desa pasti berpikir kalau sekarang dia punya seorang ahli yang bisa membantunya, makanya dia berani melakukan ini.


Bang kesal mendengarnya, Kepala Desa ternyata tidak pernah belajar. Dulu dia ikut campur dalam hubungannya dengan Nim, sampai kapan Kepala Desa akan berhenti mengganggunya?

"Kalau begitu apa yang harus kita lakukan?"

"Aku akan merampok rumahnya Kepala Desa Klai dan balas dendam untuk P'Kao. Menuduh kita seperti itu, dia perlu dikasih pelajaran."

Tapi Nim tak setuju. Bang sudah menculiknya, mencuri kerbau mereka dan membunuh kakaknya. Apa semua itu belum cukup?

Loh, Bang melakukan itu kan demi mereka berdua. Kalau dia tidak melakukan semua itu, mana mungkin mereka akan bersama seperti sekarang. Ayah yang pernah mencoba membunuh suaminya, Nim pilih siapa? Nim langsung terdiam mendengarnya.


Kao buru-buru menyudahi pertengkaran mereka dan menginstruksikan semua anggotanya untuk bertindak lebih tenang. Dia juga menyuruh salah satu anggotanya untuk memata-matai aktifitas di desa itu.


Di tengah jalan, Rin baru sadar kalau mereka tidak sedang menuju ke stasiun. Saran dengan santainya mengklaim kalau Rin asal menduga seperti biasanya. Memangnya dia bilang kalau Rin bakalan kembali ke Phranakorn?

"Semakin kau ingin pulang, semakin aku tidak ingin melepaskanmu. Aku tidak akan membiarkanmu pergi untuk bersenang-senang dengan si cowok mulut besar itu."

"Ngomong gitu lagi. Aku bukan orang gampangan sepertimu dan Khun Duangsawat!"

"Sudah, sudah. Baguslah kita sudah keluar, jadi kalian bisa punya waktu berduaan." Goda Nuer.

"Hei, Nuer! Kau minta dihajar, yah? Waktu berduaan apaan? Aku cuma tidak ingin kehilangan muka. Kami kan baru menikah seminggu dan kalau istriku melarikan diri, orang bakalan mengataiku menyedihkan."

Berusaha membantu menyelesaikan masalah mereka, Nuer menyatakan kalau dia akan mengantarkan Arun dan Duang ke stasiun kereta nanti.

"Terus kalian mau pergi ke mana? Mendadak begini, kau tidak boleh asal membawaku ke sembarang tempat!" Kesal Rin. Tapi Saran cuma senyam-senyum tanpa memberinya jawaban.

 

Ternyata Saran membawanya ke desa. Saran meminta mereka untuk mencarikannya sebuah rumah kecil untuknya tinggal bersama istrinya. Dia punya rencara untuk menghancurkan markasnya White Tiger.

Kepala Desa mengerti kalau Saran ingin menangkap geng bandit itu. Tapi ngapain juga dia bawa istrinya kemari? Saran sontak canggung bagaimana menjelaskannya.

"Err... kami baru menikah. Aku juga tidak tahu sampai kapan aku akan tinggal di sini. Jadi, apa aku tidak boleh membawanya?"

Oh, Kepala Desa mengerti. Mereka ingin dekat satu sama lain, makanya Saran membawanya kemari, kan? Kepala Desa dan sang istri sontak ngakak geli, seharusnya Saran mengatakannya sejak awal dong.


Rin tidak suka dengan cara bicara mereka dan langsung menegur mereka. Tapi begitu melihat ekspresi kesal Kepala Desa, dia langsung menyadari ketidaksopanannya dan meminta maaf.

"Masalahnya... err... maksudku... dia dan aku belum..."

"Belum apa?"

"Pak Kepala Desa, mereka baru menikah seminggu." Ujar Chode.

Oh, Kepala Desa mengerti. "Mereka belum berhubungan i~~~m?!" (Wkwkwk!)

Rin jelas malu mendengar ucapannya yang blak-blakan itu dan langsung memprotes mereka. Tidak seharusnya Kepala Desa membicarakan hal itu keras-keras.

"Kenapa malu? Dengar yah nona, itu adalah hal yang alami. Hei, biarkan Chode yang memberitahumu tentang masalah ini. Dia sudah berkeluarga. Beritahu dia. Bicaralah pelan-pelan, jangan keras-keras. Dia malu soalnya."


Chode pun memberi nasehat untuk pasangan pangantin baru itu. Pertama-tama adalah tanggung jawab suami. Suami harus memandang istrinya bagaikan bunga yang harus dihargai karena kecantikannya dan bukan menganggapnya sebagai pelayan.

Alam membuat pria dan wanita berbeda. Akan tetapi jika mereka bersatu, maka mereka akan menjadi makhluk yang sempurna. Jika terpisah, maka akan ada ketidaksempurnaan yang harus diisi oleh sesuatu.

Rin kagum mendengarnya. "Aku menangkap maknanya."

Lalu tugas seorang istri adalah harus... menyerahkan diri pada suami dengan berhubungan i~~~m. (Pfft!) Muka Rina langsung memerah mendengarnya.

"Itu tuh! Itu yang paling penting. Hubungan i~~~m!" Timbrung Kepala Desa.

Malu, Rin buru-buru melarikan diri yang jelas saja membuat semua orang makin ngakak melihat reaksinya.

Bersambung ke part 5

Post a Comment

0 Comments