Sinopsis Padiwarada Episode 4 - Part 3

 


Di rumah, Duang melihat Rin sedang mencuci baju yang jelas saja membuatnya langsung nyinyir. Orang kaya macam apa yang mengajari anaknya mencuci pakaian sendiri?

Canggung, Rin buru-buru beralasan kalau dia melakukan ini untuk mengajari Sherm cara cuci baju yang benar lalu cepat-cepat menyuruh Sherm untuk menyelesaikannya sendiri.

Tapi Duang masih belum menyerah juga. Saat melihat semua jemuran Saran, dengan sengaja dia memberitahu Rin bahwa semua kaosnya Saran adalah pemberiannya.

Saran tidak pernah peduli mau pakai apapun. Dia akan memakai apapun yang dia miliki. Saran akan memakai apapun yang Duang sarankan. Setiap kali mereka kencan, mereka selalu pergi ke toko baju dan makan-makan di restoran.


Tak tahu harus ngomong apa, Rin bergegas melarikan diri ke dapur. Tapi Duang malah membuntutinya ke sana. Rin lagi-lagi beralasan kalau dia cuma sedang mengajari Mae Sai cara memasak yang baik dan benar.

Duang dengar kalau Saran suka makan sambal buatan Rin. Tapi asal Rin tahu saja, dulu Saran hanya mau makan telur ceplok atau tumis telur. Lalu saat hubungan mereka semakin dekat, Duang lah yang mengajari Saran untuk makan sayur mayur dan sambal.

Dia bahkan mengancam Saran kalau dia tidak akan mau makan telur lagi seumur hidupnya, karena itulah Saran menyerah dan akhirnya mau makan sayur dan sambal.

Sekali lagi dia menyarankan Rin untuk mempertimbangkan Arun. Dia pria baik dan tampak tulus pada Rin. Siapapun yang hidup bersama Arun, pasti hidupnya akan bahagia.

"Lalu bagaimana dengan suami yang kau nikahi? Bagaimana dia?" Balas Rin

"Kenapa kau tanya?"

"Loh, kita kan sedang membicarakan kepribadian seseorang?"

"Aku sekarang yakin kau bukan orang yang lugu dan sederhana seperti baju membosankan yang kau pakai itu."


"Aku juga sudah memikirkannya sepanjang malam tentang orang seperti apa kau sebenarnya."

"Aku egois. Tapi itu karena aku mencintai Saran."

Rin nyinyir, tentu saja, Duang tampak sedih dan punya alasan untuk kembali ke Saran. Kadang Rin kasihan juga padanya. Karena keegoisannya membuatnya meremehkan orang lain.

"Jadi ini dirimu yang sebenarnya? Kau bukan wanita lemah yang bersembunyi di balik selimut. Kau pintar dan punya hati nurani."

"Kau membuat hati nuraniku kembali. Karena itulah aku berusaha mengembalikan nuranimu. Itu saja." Ujar Rin lalu pergi. 

Duang jelas kesal banget padanya. Sepertinya dia harus menggunakan upaya lebih banyak lagi. Ternyata Rin jauh lebih menakutkan daripada yang dia kira.


"Dasar biang onar. Rasain air panas, nih." Nyinyir Mae Sai.

"Hei! Apa-apaan?!"

"Tidak ada. Yang saya maksud ikan ini. Waktu saya mau memotongnya, saya kena sayat siripnya."

Bagaimanapun, Duang tetap setia menanti kedatangan Saran. Walaupun malam itu Saran menolaknya. Tapi malam ini dan malam-malam berikutnya, hati Saran pasti akan luluh.


Di rumah Kepala Desa, semua orang berkumpul untuk makan bersama. Kepala Desa dengan riang membanggakan masakan istrinya dan mempersilahkan mereka untuk makan sampai kenyang.

Tapi Nuer langsung berbisik nyinyir ke Chode. Biarpun sekarang Kepala Desa ketawa-ketiwi, tapi entah tipuan apa lagi yang akan dilakukannya nanti.

"Kau bilang apa? Siapa yang menipu siapa?" Kesal Kepala Desa

"Siapa yang menipu, Khun Chode?"

"Tidak ada."

"Tidak ada yang menipu."

"Hei, dia ini memang bos mudamu. Tapi dia adalah petugas bagi kita semua. Kalau kau takut, maka mundurlah. Tapi pria ini, dia akan punya reputasi di mana-mana. Makanlah, akhirnya kita bisa tidur tenang."


Ah, Chode baru ingat. Hari ini adalah hari baik yang dipilih Ibu Saran agar Saran menandatangani sertifikat pernikahannya. Apa Saran mau pulang sekarang? Tapi Saran sepertinya memang sengaja menolak pulang sekarang.

"Pak Sheriff pasti takut wanita mendekatinya." Bisik Nuer yang jelas saja membuat semua orang kebingungan, tak mengerti apa maksudnya.

Nuer mengklaim kalau pelayan yang baik tidak akan menggosipkan bos mereka, tapi ujung-ujungnya dia kasih tahu juga kalau mantannya Saran lagi ada di rumah, makanya Saran tidak berani pulang.


Malam harinya, Nuer melihat Saran sedang galau yang kontan membuat Nuer kesal merutuki Duang. Chode turut prihatin juga melihatnya, dia terlahir tampan makanya dia takut wanita mendekat. Kasihan sekali dia.

"Tidak ada yang seperti itu. Apa yang mesti ditakutkan pria terhadap wanita? Yang mereka takutkan adalah hati mereka sendiri." Ujar Kepala Desa.

 

Khun Ying akhirnya pulang keesokan harinya dan para pembantunya langsung memberikan kabar tidak menyenangkan tentang kedatangan para pengganggu rumah tangga Saran dan Rin itu.

Mae Sai bahkan antusias menunjukkan Duang yang sedang menggalau ria menunggu kedatangan Saran yang tak kunjung pulang. Tepat saat itu juga, mereka juga melihat Arun yang baru datang.


Di desa, Kepala Desa bertanya-tanya apa rencana Saran selanjutnya setelah membuat White Tiger jadi musuh warga desa.

"Kita butuh informasi karena itulah yang paling penting. Tiger Bang berkerabat dengan anda, apa dia punya kerabat lainnya?"

"Yah."

"Tolong jelaskan. Informasi ini sangat penting bagi kami."


Biarpun Rin menolak cintanya, tapi Arun tak peduli. Dia akan tetap mencintai Rin biarpun cintanya bertepuk sebelah tangan. Dia juga berjanji tidak akan minum-minum dan cari perkara lagi. Tapi biarkan dia tinggal di sini beberapa hari saja, yah?

"Aku tidak bisa mengakhiri perasaanku begitu saja. Hatiku bisa hancur. Hatiku tidak akan bisa menerimanya." Pinta Arun dan Rin tampak enak untuk menolaknya.


Di dapur, Ibu menginstruksikan Mae Sai untuk membuat berbagai macam makanan. Saat Rin masuk tak lama kemudian, Ibu langsung memintanya untuk membantu mereka untuk membuat makanan yang banyak dan lezat.

"Ibu membiarkanku memasak. Apa ada makanan spesial yang ingin Ibu makan?"

"Cuma untuk para tamu, buat saja yang banyak dan lezat."

Mae Sai jelas bingung, kenapa juga mereka harus memasak banyak dan lezat untuk para tamu itu. Ibu cuma tersenyum penuh arti, sepertinya ia punya rencana entah apa.


Tak lama kemudian, berbagai makanan lezat sudah siap tersaji di meja makan. Tapi Khun Ying menyatakan pada kedua tamu itu bahwa makan malam ini adalah makan malam perpisahan mereka.

Arun malah nggak ngeh maksud Ibu, perpisahan sama siapa? Mae Sai dan Sherm langsung kompak menjawab dengan menunjuk dirinya.

Ibu menegaskan bahwa biarpun Saran dan Rin menikah tanpa cinta, tapi Ibu lah yang menginginkan mereka menikah. Hubungan mereka memang belum sadalam itu karena mereka baru saling mengenal satu bulan.

Karena itulah Ibu ingin meminta pada Arun dan Duang untuk memberikan kesempatan untuk Saran dan Rin, kesempatan yang pernah mereka buang sebelumnya.

Arun bingung. "Saya membuang kesempatan?"

"Kau dulu dekat dengannya, lalu kenapa kau tidak pernah melamarnya? Orang yang punya status sosial sepertimu, Tuan (Bumrung) pasti tidak akan keberatan."


"Rasain, nih! Kena semprot, deh." Mae Sai mendadak nimbrung sambil berusaha memecah kelapa pakai pisau besar yang jelas langsung membuat semua orang menatapnya. "Saya cuma sedang berusaha memecah kelapa ini untuk membuat pencuci mulut."


Kembali ke topik percakapan mereka. Ibu mengingatkan Arun kalau dia sudah membuang kesempatannya dulu. Jadi tidak adil jika dia memintanya kembali sekarang.

Dan untuk Duang. Ibu turut prihatin karena pernikahannya ternyata tidak sesuai harapannya. Tapi dengan cara melarikan diri dari masalah seperti ini tidak akan menghilangkan penderitaannya. Sebaiknya dia kembali dan menyelesaikan masalahnya.

Kesal, Duang dengan sikap kurang ajarnya memberitahu semua orang kalau dia dan Saran sebenarnya sudah suami-istri., mereka sudah pernah berhubungan in**m... dan tepat saat juga, Saran baru tiba di depan rumah dan langsung lemas mendengar pengakuan Duang itu.

Ibu dan Rin pun shock mendengarnya. Duang mengaku kalau mereka melakuannya saat mereka berlibur ke Hua Hin pada tahun terakhir kuliah mereka. Dia dan Saran memiliki ikatan fisik yang takkan pernah bisa mereka lupakan.

Mereka mungkin berpikir bahwa tak ada wanita yang akan berkata seperti ini. Tapi Duang mengaku terus terang kalau dia memang wanita yang tak punya malu dan sekarang dia harus memberitahukan kebenaran ini. Kebenaran yang bisa membuat mereka menderita, kebenaran yang mengganjal hati mereka.


Kesal, Ibu langsung keluar saat itu juga. Dan begitu melihat Saran, Ibu langsung langsung kesal menyeret Saran ke kebun agar mereka bisa bicara berduaan. Seandainya saja Saran anak kecil, Ibu pasti akan memukulnya tanpa ragu.

Perbuatannya itu bukan cuma merusak wanita, tapi juga merusak dirinya sendiri. Merusak kesempatan dan masa depannya untuk mencari sesuatu yang terbaik untuk dirinya sendiri. Dan pada akhirnya Saran harus membayar karma atas perbuatan yang dilakukannya pada wanita atas dasar emosi itu.

"Sekarang ini aku sudah menerima karmaku."

"Benar. Dan kau akan menerimanya mulai sekarang dan selamanya. Lihat saja nanti. Yang terjadi malam itu antara kau dan Duangsawat. Apa kau sekarang melunak padanya lagi?"


Saran meyakinkan Ibu bahwa tidak terjadi apapun antara dirinya dengan Duang malam itu. Saat dia bersama Duang, dia justru melihat tirai dan bunga-bunga di sekitarnya. Dia bahkan bisa mencium bau wewangian bunga di seluruh ruangan.

"Aku merasa wanita yang satu ini sedang berdiri di sana dan mengawasiku. Aku melihatnya di sana-sini dan di seluruh rumah."

Ibu tentu senang mendengarnya, teringat akan apa yang ia katakan pada Nuer dulu. Bahwa hal-hal kecil yang dilakukan Rin di seluruh rumah ini, memiliki cinta yang besar di dalamnya.

Siapapun yang hidup dalam lingkungan seperti ini, pasti akan merasa diri mereka dicintai. Orang yang pernah terluka karena cinta seperti Saran, pasti akan luluh oleh cinta.

"Poin paling penting, cinta akan mengalahkan ketertarikan."

Saran rasa kata 'cinta' itu masih terlalu jauh. Mungkin kata 'tenggang rasa' lebih tepat. Dia memang lebih terbiasa dengan Duang. Bahkan hanya dengan melihat tatapan mata Duang saja, dia bisa langsung tahu apa yang Duang inginkan.

"Cintaku pada Duangsawat bertahan selama satu dekade. Sementara untuk Braralee, baru satu bulan lebih. Aku masih belum tahu dia orang yang seperti apa."


"Tidak masalah. Kau masih punya waktu. Mari kita buktikan bersama. Antara Braralee dan Duangsawat, siapa yang akan menjadi istri yang lebih baik? Kita harus melihatnya untuk jangka panjang."

"Itu sifat alami manusia. Kita bisa mencintai dan dekat dengan banyak wanita. Tapi pria sejati hanya boleh memiliki satu istri. Lalu bagaimana kita bisa tahu siapa yang harus dipilih, Bu?"

Jika Saran memilih istri yang dia cintai, maka cinta itu akan setia dan mereka akan bersama selama-lamanya. Tapi istri yang berharga, bersamanya akan membawa kesuksesan bagi Saran. Dan selain cinta, pastinya mereka juga harus ada kecocokan. Seperti sendok dengan garpu atau seperti pena dengan kertas.

Bersambung ke part 4

Post a Comment

0 Comments