Sinopsis Padiwarada Episode 4 - Part 1

 

Melihat Arun yang masih pingsan dengan wajah lebam, Rin benar-benar tidak mengerti kenapa Arun memilihnya padahal ada banyak sekali wanita baik di luar sana. Kejadian hari ini tak pelak membuat Rin teringat akan masa kecil mereka.


Flashback.

Setelah kedua saudara itu melarikan diri, ternyata tak lama kemudian mereka kembali lagi dengan membawa bala bantuan untuk balas dendam pada Arun.

Arun tak takut sedikitpun dan langsung maju menyerang mereka pakai jurus panah bayangan... dan tersungkur ke tanah Wkwkwk! Ternyata Arun sejak kecil kayak begitu, yah?

Anak-anak itu sontak ngakak menertawainya. Arun pantang menyerah dan terus berusaha menyerang mereka dengan berbagai macam jurus, tapi gagal total yang jelas saja membuatnya jadi bahan olok-olokan dan akhirnya anak-anak itu balik menyerangnya secara keroyokan.


Arun sampai harus dirawat di klinik gara-gara itu dan membuat Rin jadi merasa bersalah karena Arun terluka karena dirinya.

"Kau tidak punya orang tua atau siapapun. Aku akan melindungimu sepanjang hidupku."

Flashback end.


Arun akhirnya sadar tak lama kemudian. Dokter memberitahu mereka bahwa Arun baik-baik saja dan hanya butuh istirahat di sini malam ini. Dia boleh pulang besok jika kepalanya tidak sakit atau tidak ada luka di bagian lainnya.

Tak mau malu, Arun yang tampaknya masih agak-agak mabuk, mengklaim kalau dia kalah karena dia mabuk. Kalau tidak, dia pasti takkan kalah dari Saran.

Dia lalu berusaha membujuk Rin untuk kembali bersamanya ke ibukota, dia akan bilang ke Tuan Bumrung kalau Saran membawa wanita lain ke rumah. Tuan dan Khun Ying menyayangi Rin selayaknya putri mereka sendiri.

Mereka menyerahkan Rin pada Saran dengan harapan Saran akan menjaganya dengan baik. Tapi ternyata apa? Mantannya malah datang ke rumahnya. Kalau Tuan Bumrung mengetahuinya, beliau pasti tidak akan bisa menerimanya. Dia jamin itu.

"Lalu setelah itu, aku akan meminta beliau untuk membiarkanku menikahimu. Aku akan menikahimu. Menikah... menikah denganku..." Dan Arun pun pingsan lagi. Wkwkwk!


Nuer mengajak Rin untuk pulang saja sekarang, mereka bisa mengunjunginya lagi besok. Dan mengenai Duang, apa yang diucapkannya tadi mungkin cuma ingin menjernihkan pikirannya saja. Duang mungkin cuma menganggap Saran sebagai teman lama saja.

"Mereka berdua saling mencintai cukup lama. Sulit melepaskan cinta."

"Jangan bicara begitu. Anda adalah istri sahnya, anda cantik dan baik. Dan yang paling penting, Khun Saran sudah jatuh cinta oleh pesona anda. Apa anda tidak memperhatikan? Jika bukan karena keahlian masak anda, Khun Saran pasti makan sedikit."

"Nuer, itu tugasnya tukang masak. Kalau saja dia bisa mencari tukang masak yang bagus, masalahnya bisa selesai. Khun Duangsawat sangat cantik dan mempesona, aku tak bisa dibandingkan dengannya."

Nuer jadi prihatin padanya. Nuer penasaran manakah yang akan Saran pilih nanti, apa dia akan memilih pesona atau kebaikan?

 

Begitu kembali ke kamar, Rin penasaran menempelkan kupingnya ke pintu, tapi tak mendengar suara apapun dari dalam kamarnya Saran.


Karena Saran memang sedang tidak ada di kamar. Dia malah sedang mengantarkan Duang ke kamarnya. Dia mau langsung pergi setelah itu, tapi Duang mendadak memeluknya dari belakang dan menolak melepaskannya.

Tepat saat Saran tengah berusaha melepaskan tangan Duang, Mae Sai datang dan jelas salah paham melihat hal itu lalu buru-buru kabur meninggalkan mereka.


Duang terus berusaha memohon-mohon agar Saran tidak pergi meninggalkannya, dan Saran tampak mulai luluh mendengar tangisannya. Bahkan saat Duang lari ke kamarnya, Saran langsung mengikutinya ke dalam.

"Ran, pikirkan baik-baik. Aku adalah wanita pertama dan satu-satunya bagimu. Aku ada di sini sekarang."

Saran sontak galau teringat kenangan indah mereka semasa pacaran dulu. Dia berusaha mau menghindar tapi Duang langsung mencegahnya dengan melemparkan dirinya ke pelukan Saran sambil menangis meminta Saran untuk balas memluknya. Saran luluh seketika dan membalas plukannya.

Sesaat Saran mulai larut dalam perasaannya. Tapi syukurlah dia cepat sadar diri dan cepat-cepat melepaskan diri darinya.


Ingin memperbaiki grendel pintunya sendiri, Rin memutuskan keluar untuk mengambil peralatan pertukangan ke gudang yang berada di dekat kamarnya Duang. Tapi saat dia baru keluar dari gudang, dia malah mendengar suara Duang sedang berusaha merayu Saran.

"Ran, lihatlah aku. Ini tangan yang kau sentuh, pipi yang pernah kau kec*p, bibir pernah kau ci*m. Aku ada di sini sekarang."

Saran kembali luluh dan langsung mendekat untuk menci*m Duang hingga mereka terjatuh ke tempat tidur. Duang pun senang, malam ini dia akan membuat Saran bahagia.

Rin yang mendengar mereka dari luar, sontak patah hati dan menangis dalam diam. Dia sungguh tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Dia kan baru mengenal Saran sebulan, tidak ada ikatan sama sekali di antara mereka. Lalu kenapa dia menangis?

 

Saran semakin mempererat peluannya. Dia hampir saja menci*m Duang lagi, tapi tiba-tiba saja bayangan wajah Rin berkelebat dalam benaknya. Bayangan itulah yang akhirnya membuatnya sadar dan langsung berusaha melepaskan diri dari Duang.

Tapi tentu saja Duang menolak melepaskannya begitu saja. Dia tidak mengerti kenapa. "Tangan dan tbhku dulu milikmu. Apa kau tidak ingat?"

Saran hampir saja luluh lagi, tapi kemudian dia ingat ucapan ibunya. Bahwa beberapa wanita hanya bisa memuaskannya secara fisik, tapi beberapa wanita lainnya bisa memuaskan hatinya.


Ingatan itu sontak membuatnya semakin mantap untuk melepaskan diri dari Duang. Tapi Duang masih saja tak mau menyerah dan berusaha meminta maaf berulang kali.

Mengira Saran cuma masih marah padanya, Duang berjanji kalau dia tidak akan kembali ke suaminya lagi. Mereka akan bersama kembali seperti yang selalu Saran impikan selama ini.

"Tidak. Aku sudah menikah dan kau juga sudah menikah."

"Aku tidak peduli. Biarkan saja orang menggosip. Kita akan melarikan diri bersama dan pergi ke tempat di mana tak ada seorang pun yang mengenal kita."


Saran teringat kembali akan ucapan Rin bahwa manusia harus bisa menahan emosi demi memenuhi tugas dan tanggung jawab, dan dengan cara itulah hidup kita akan bahagia.

Ingatan itu sontak membuat Saran melepaskan dirinya dari Duang dan pergi meninggalkan Duang.

Duang menangis merana, dia tidak terima ditinggalkan begitu saja dan langsung teriak-teriak menuntut Saran kembali. Tapi Saran tidak kembali.

 

Rin sudah tidur saat Saran mendatangi kamarnya dengan membawa bantal. Saran mencoba membangunkannya, tapi Rin tidur teramat sangat nyenyak.

"Dasar tukang molor. Biarkan aku tidur bersamamu, yah?"

Saran langsung saja membaringkan dirinya di ranjang sempit itu dan mencoba menarik selimutnya Rin. Rin refleks menarik selimutnya kembali, tapi dia tetap tidak bangun.

Tidak masalah. Saran punya cara lain... mendekp Rin. "Apa terasa hangat sekarang?"

"Yah. Hangat." Gumam Rin dalam tidurnya. Mereka pun tidur bersama tanpa Rin menyadarinya.


Rin terbangun keesokan harinya dengan perasaan aneh. "Mimpikah semalam? Memalukan sekali."

Saran mendadak muncul dari balik selimutnya dan tanya. "Kau mimpi apa?"

Rin sontak meloncat dari ranjangnya  dan jatuh ke lantai saking kagetnya Ha! Saran geli, karma tuh. Sekarang Rin sendiri kan yang jatuh.

"Kapan kau tidur di sini? Jangan-jangan... semalam itu bukan mimpi?"

"Aku sudah berusaha memanggilmu, tapi kau tidak bangun-bangun. Apa boleh buat."

"Kau kan punya kamarmu sendiri. Kenapa kau datang ke kamarku?!"


Saran ngotot kalau dia mau tidur di kamar ini. Tiba-tiba sesuatu menarik perhatiannya. Dia langsung mendekati Rin lalu mengendus bau Rin dan langsung senang.

"Ini parfum yang kubelikan untukmu. Baunya enak."

"Hentikan! Kau semalam tidur bersama Duang!"

"Sudah kuduga. Semua orang harus tahu." (Hah?)


Saran langsung ke jendela dan memanggil Sherm yang kebetulan sedang memotong semak lalu mengisyaratkan pada Sherm kalau dia sedang berada di kamarnya Rin.

Sherm bingung. "Anda di kamarnya Nyonya."

"Kau bilang apa? Aku tidak dengar!"

"Anda di kamar Nyonya!"

"LEBIH KERAS!"

Oh, Sherm paham apa maunya. Sherm pun langsung teriak-teriak mengumumkan pada seisi rumah kalau Saran tidur di kamar istrinya, dia tidak tidur di kamarnya Duang. Puas, Saran janji akan menaikkan gajinya nanti.

Sherm kontan makin bersemangat teriak-teriak ke seluruh penjuru rumah sampai akhirnya Duang mendengarnya dan jelas kesal.

Bersambung ke part 2

Post a Comment

0 Comments