Sinopsis Padiwarada Episode 3 - Part 5

 


Secara bersamaan, Arun dan Duang kompak saling mengambilkan makanan yang berbeda, masing-masing untuk Saran dan Rin.
Duang dengan sengaja mengungkit-ungkit tentang hubungan dekatnya dengan Saran dan karena itulah dia tahu banget kalau Saran suka makan timun.

Arun pun langsung nyerocos panjang lebar tentang Rin. Dia sangat tahu kalau Rin suka makan nanas. Rin bahkan pernah makan nanas pakai nasi kukus setiap hari sampai dia harus membentak Rin agar dia makan makanan lain.


Tak mau kalah, Duang juga langsung nyerocos segala sesuatu tentang Saran. Dulu waktu Saran masih kecil, dia sangat keras kepala dan periang.

"Itu dulu sebelum aku berubah jadi orang depresi karena keluargaku bangkrut." Getir Saran yang sontak membuat Rin tercengang mendengarnya.

Duang terus saja nyerocos tentang kenangannya bersama Saran dulu. Suatu hari, dia sangat ingin makan udang, tapi semua toko kosong. Dia menangis gara-gara itu. Lalu saat Saran tahu tentang itu, dia tiba-tiba menghilang.

Dalam flashback, kita melihat Saran ternyata menceburkan dirinya ke air hanya demi mencarikan udang untuk Duang tak peduli biarpun saat itu malam dan hujan badai sampai akhirnya dia sukses mendapat satu udang besar.

"Sivavet (nama keluarganya Saran) bukan keluarga biasa. Sungguh sulit dipercaya kau tahu cara memancing udang." Komentar Arun.

"Aku melihat telur udang di sana. Aku menduga kalau di sana juga pasti ada induj udang. Makanya aku menyelam ke air."

"Waktu Ayah Ran mengetahui hal itu, dia menggunakan tongkat untuk memukul Saran karena sebelumnya pernah ada seseorang yang tenggelam sampai mati di sana."

Flashback.

 

Setelah Saran dihukum Ayahnya waktu itu, Duang membantu mengobati punggungnya. Saat Duang tanya apakah dia merasa kesakitan, Saran malah sama sekali tidak peduli dengan sakitnya.

"Ada satu cara untuk menghilangkan rasa sakitnya, hanya dengan memikirkan wajahmu saat makan udang. Itu sudah cukup berharga."

"Terima kasih."

Flashback end.


Arun kagum juga mendengar Saran mempertaruhkan nyawanya hanya demi mencarikan udang untuk Duang. Dia lalu gantian membangga-banggakan tentang kebaikan Rin. Rin itu orang empatis. Dia tidak tega kalau melihat orang menangis atau minta bantuan.

Flashback.


Suatu hari saat Arun dan Rin masih kecil, mereka melihat seorang anak lelaki yang berusaha merampas rantang makan siang seorang anak perempuan.

Anak perempuan itu berusaha mempertahankan makan siangnya, tapi pada akhirnya dia kalah dan tersungkur ke tanah. Prihatin, Rin kecil tanpa ragu menawarkan jatah makan siangnya sendiri pada anak perempuan itu dan membuat Arun kecil semakin mengagumi Rin.


Namun ternyata, si anak lelaki dan anak perempuan itu ternyata bersaudara dan hubungan mereka bahkan sangat baik. Suatu hari, Arun kecil mendengar mereka menggosipkan Rin dan mengatainya bodoh karena memberikan makan siangnya padanya.

Arun jelas tidak terima dan langsung melabrak mereka dan menuntut mereka untuk meminta maaf ke Rin. Tapi anak perempuan itu malah menolak. Kesal, Arun sontak emosi mengepalkan tangannya lalu meninju si anak lelaki. Anak lelaki itu tidak terima, dia kan tidak bersalah.

"Pria baik tidak memukul perempuan. Kau kakaknya, jadi kau harus menggantikannya (menerima pukulan)." Kesal Arun. Kedua anak itu ketakutan dan akhirnya kabur.

Flashback end.


Sambil menatap tajam Saran, Arun memberitahunya (setengah mengancam) bahwa sejak mereka masih kecil, siapapun yang berani membuli ketiga putri keluarga Bumrung Prachakit, maka dia akan menghukum orang itu tanpa ampun.

Tak enak dengan suasana aneh ini, Nuer langsung ikutan nimbrung dan tanya kapan Duang akan kembali ke Phranakorn? Kalau kerabatnya tidak ada di Kota Korn, maka dia harus kembali ke Phranakorn. Dia akan menyiapkan mobil untuk mengantarkan Duang ke stasiun kereta.

Duang tampak jelas tidak ingin pergi, tapi akhirnya dia mengklaim kalau dia akan pulang besok.

 

Usai makan malam, dia keluar ke halaman dan menatap kamar Saran dari kejauhan dengan galau. Dia sungguh tidak mengerti kenapa hidupnya jadi seperti ini? 


Nuer sedang membantu memperbaiki grendel kunci pintu pemisah kamar Rin dan kamar Saran. Saat Saran muncul dari pintu samping dan melihat apa yang sedang dilakukannya, tiba-tiba saja dia menanyakan nama lengkapnya Nuer yang dia sebut tadi. Nama lengkapnya Sanuer, yah?

"Betul, Khun Saran. Nama lengkap saya adalah Sanuerna (masuk ke tempat yang tidak diundang)."

"Bagus, jadi aku bisa menulis nama lengkapmu... tepat di nisanmu." Ancam Saran. Pfft!

Ketakutan, Nuer cepat-cepat kabur dengan alasan sudah ngantuk tanpa mempedulikan protesnya Rin karena grendel pintunya belum selesai terpasang.

 

"Tak peduli seberapa rumit grendel itu, aku bisa menggunakan pistolku untuk menembaknya dan grendel itu akan hancur."

Rin tak peduli dan berniat memperbaikinya sendiri saat tiba-tiba saja Saran memeluknya dari belakang yang sontak saja membuat membuat Rin berjengit kaget.

"Rasanya seperti tersengat listrik, kan?" Goda Saran.

"Besok aku akan menyuruh P'Arun memperbaikinya."

"Kau bilang apa? Kau ingin pria lain memperbaiki rumah ini? Akulah pemilik rumah ini. Hormati aku dikit dong."

"Dan bagaimana dengan wanita lain itu? Berapa banyak rasa hormat yang kau berikan padaku?"

"Kau sendiri kan yang menginginkannya tinggal di sini?"

"Benar juga."


Bagaimanapun, Saran harus berterima kasih pada mantan pacarnya Rin itu karena telah memberitahunya tentang Rin itu orang yang seperti apa. Kalau tidak, Saran pasti akan sangat bingung tentang kenapa Rin sangat baik pada Duang padahal Rin sangat marah padanya kemarin.

"P'Arunlerk bukan mantan pacarku. Tapi Khun Duangsawat sudah pasti adalah mantan pacarmu. Kau bahkan mempertaruhkan nyawamu ke dalam laut hanya demi mencarikan udang untuk dia makan. Sementara padaku, cuma sambal saja dipermasalahkan?"

Saran malah senang mendengarnya. "Apa ini yang orang bilang sebagai 'ngambek'? Imutnya. Arunlerk cuma bisa melihat, sementara aku bisa menyentuh dan mencubit."

Saran langsung gemas mencubit pipi Rin sampai Rin kesakitan. Kesal, Rin sontak balas mencubit pipi Saran keras-keras sampai Saran sebal dibuatnya.

"Hei! Dasar! Kau bilang tidak akan melawan balik?"

 

"P'Arun tidak tahu kalau aku sudah banyak berubah sejak aku bertemu denganmu. Sejak aku lahir, aku tidak pernah bertemu seseorang yang menyebalkan sepertimu. Keluar! Keluar dari kamarku!"

Saran malah nyengir geli sambil menggelengkan kepalanya. Kesal, Rin langsung memakai sapu untuk mengusir Saran. Tapi alih-alih keluar, Saran malah berputar-putar keliling kamar menghindari sapuan Rin.

"Hei, menyakiti petugas hukum itu namanya kejahatan, tahu?"

"Aku siap membayar denda. Sebutkan harganya! Keluar!"

"Hei, kau itu wanita. Tidak seharusnya kau melakukan hal rendahan seperti ini."

"Kau perkecualian. Denganmu, segalanya adalah perkecualian! Keluar sekarang! Keluar!"


Rin terus berusaha menyerangnya, tapi Saran malah berguling di kasurnya Rin lalu menci*mi bantalnya Rin yang jelas saja membuat Rin jadi tambah kesal.

Dia jadi makin ganas menyerang Saran sampai akhirnya Saran menyerah dan melarikan diri ke kamarnya, tapi terlebih dulu dia nyengir manis sambil mengucap selamat malam untuk Rin.

Kesal, Rin langsung mengunci pintunya lalu mendorong lemari sebagai pengganjal pintu.


Mereka sama sekali tidak tahu kalau Duang sedang menguping dari luar dan menangis sedih teringat kenangan indahnya bersama Saran dulu.

Flashback.


Suatu hari saat Saran sedang bersedih, Duang tiba-tiba muncul dari belakangnya sambil usil menowel pipi Saran dengan tanah. "Tanah ini dibuat dari ta* ayam. Baunya enak, kan?"

Usahanya sukses membuat Saran kembali tersenyum dan Saran langsung mengejarnya keliling ruangan dan berhasil menangkapnya sampai mereka terjatuh ke lantai dengan gembira.

Duang senang melihatnya bisa tersenyum lagi. Sejak Ayah Saran meninggal dunia, Saran tidak pernah lagi tertawa sebahagia ini.

"Mulai sekarang, kau harus banyak-banyak tertawa saat kau bersamaku, oke?"

"Kau mungkin satu-satunya orang yang bisa membuatku tertawa. Terima kasih, Duangsawat."

Flashback end.


"Aku sudah bukan lagi satu-satunya wanitamu sekarang. Apa yang pernah menjadi milikku, sekarang jatuh ke tangan orang lain. Rasanya sakit sekali." Tangis Duang.

Dia terus menangis sesenggukan sampai dia kembali ke kamarnya. Tapi saat melihat bayangan dirinya yang kusut di cermin, dia kontan menghapus air matanya dan kesedihan di wajahnya mendadak berubah jadi wajah penuh kebencian.

"Ini bukan Duangsawat yang cantik. Bukan lagi." Dia lalu mengoleskan lipstik merah menyala di bibirnya dan membuat wajahnya jadi semakin terlihat jahat. (Err... mungkin makeup tebal menunjukkan kalau sekarang dia resmi jadi antagonis kali yah? Wkwkwk!)

Bersambung ke part 6

Post a Comment

0 Comments