Sinopsis Padiwarada Episode 2 - Part 2

 Sinopsis Padiwarada Episode 2 - 2



Nuer membawa Rin ke meja makan untuk sarapan di mana Saran sudah makan duluan dan tidak melirik Rin sedikitpun saat dia masuk.

Nuer memberitahu Saran bahwa Ibu Saran menyuruh Rin untuk makan di sini, soalnya Ibu pergi ke kantor wilayah untuk mengurus pernikahannya Saran... sekaligus memberi mereka berdua kesempatan untuk ngobrol. Tapi Saran tetap saja acuh.

Nuer sampai bingung dan canggung sendiri dengan situasi ini. Ibu Saran juga menyuruhnya untuk menanyakan baju pengantin apa yang ingin mereka kenakan. Karena itulah dia berusaha meminta mereka untuk membicarakannya.

Ditulis oleh Imma
Support penulis dengan membaca sinopsis ini hanya di mydramaobsession.blogspot.com



Saran masa bodo dan santai saja membaca korannya. Dia akan mengikuti keputusan Ibu saja. Rin jelas tambah kesal melihat sikapnya.

Baiklah. Kalau begitu, pertanyaan kedua. Berapa lama Saran akan cuti untuk pernikahannya? Silahkan dibicarakan berdua. Tapi Saran dengan tegas menyatakan kalau dia tidak akan ambil cuti.

"Kalau begitu, pertanyaan ketiga. Apa lagi yang anda butuhkan?" Tanya Nuer

"Tidak ada." Jawab Saran

"Saya tidak tanya pada anda. Tapi pada Khun Braralee."

Rin berkata kalau dia ingin membeli beberapa kebutuhan pribadi. Apa Nuer bisa memberinya arahan ke toko? Dia akan pergi sendiri.

Oh, tidak bisa. Nuer tidak bisa membiarkan Rin pergi sendiri. Soalnya Ibu Saran memerintahkan Saran untuk mengantarkan Rin jika dia membutuhkan sesuatu. Saran sontak membanting korannya dengan kesal dan menatap tajam Rin sebelum kemudian pergi.


Menuruti Nuer untuk mengikuti Saran keluar, Rin mendapati Saran sudah duduk di belakang kemudi dengan wajah kesal.

Rin agak ragu mendekatinya, tapi Nuer meyakinkannya untuk masuk ke dalam mobil. Bagaimanapun, mereka akan hidup bersama nanti. Jadi mereka harus bicara pada satu sama lain. Rin akhirnya menurutinya. Tapi saat dia hendak membuka pintu, Saran malah langsung tancap gas dan pergi secepat mungkin meninggalkannya.

Jelas saja Rin kesal. "Aku meninggalkan rumah hanya untuk bertemu hal seperti ini?! Di luar rumah ada 'Tiger' dan di dalam rumah ada orang jahat!"


Rin langsung masuk kamar dan mengepaki baju-bajunya dengan penuh amarah. Tapi kemudian perhatiannya teralih pada surat dari Bu, yang mana di dalam suratnya, Bu menyampaikan pesan Tuan Bumrung agar Rin membuat rumah terasa seperti rumah agar Saran merasa aman dan Rin juga akan aman. Rin jadi galau harus bagaimana. Nuer masuk ke kamarnya saat itu dan langsung cemas saat melihat kopernya. Rin mau pergi ke mana?

"Nuer! Aku harus melakukan sesuatu atau aku akan gila."


Rin langsung pergi ke gudang lalu mengambil sebuah parang besar dengan muka seram. Pfft! Bahkan Nuer pun sampai shock dibuatnya. Rin mau ngapain dengan parang itu?

"Nona, jangan membunuh apapun cuma gara-gara masalah kecil."

Rin tak peduli dan langsung keluar ke kebun sambil mengayunkan parangnya tepat di hadapan Sherm yang sontak shock melihatnya. 

Nuer buru-buru melindungi Sherm dan berusaha memohon-mohon agar Rin tidak melakukan apapun pada Sherm.


Frustasi, Rin sontak melampiaskannya dengan membabati rerumputan dengan ganas. Wkwkwk!


Malam harinya, Saran sedang membaca surat dari Chalat saat tiba-tiba dia mendengar suara-suara dari luar. Penasaran, dia melihat keluar jendela dan mendapati Rin masih sibuk melampiaskan stresnya dengan membabati rerumputan dengan hanya ditemani Sherm. Saran geli melihatnya.


Keesokan harinya, Saran dan Chode ngopi di warung saat tiba-tiba saja mereka melihat Rin sedang belanja bersama Nuer. Dia memperhatikan bagaimana Rin memperlakukan Nuer dengan baik, dia bahkan mengambil alih barang berat yang dibawa Nuer karena dia tidak ingin Nuer membawa barang yang berat-berat.

Sepanjang hari Saran terus memperlakukan Rin dengan acuh. Dia bahkan sengaja menyelesaikan makan malamnya dengan lebih cepat lalu pergi tanpa melirik Rin seolah dia makhluk tak terlihat. Ibu sampai tak enak hati pada calon menantunya itu.


Keesokan harinya, Ibu mendapati Saran sedang latihan tinju sendirian di pinggir sungai, sementara Rin sedang sibuk merawat kebun bunga.

"Yang satu di satu tempat, dan yang lain di tempat lain. Mereka bersikap seolah satu sama lain tak ada." Desah Ibu.


Saat Rin terlalu sibuk merawat kebun bunganya, dia tidak sadar kalau Saran sedang memperhatikannya dari kejauhan dengan penasaran.

Selesai mengurus kebun bunganya, Rin membantu Mae Sai mencuci baju. Tapi alih-alih senang karena dibantu, Mae Sai malah sebel karena mengira Rin mencuri pekerjaannya. Dia tidak sadar kalau Saran terus memperhatikan diam-diam dari kejauhan.


Selesai mencuci baju, dia memetiki kelopak-kelopak bunga mawar lalu mencampurnya dengan beberapa bunga lain seperti melati dan kenanga sebelum kemudian mencampurnya dengan minyak. Lalu setelah itu, dia memasukkan bunga-bunga itu ke dalam kantong transparan.

Mae Sai baru saja mengangkati jemuran yang sudah kering saat Rin mendadak muncul lalu menyuruhnya untuk membawakan semua jemuran ity soalnya dia mau memberi wewangian pada baju-baju itu.

"Dia mulai lagi, mencuri pekerjaanku!" Kesal Mae Sai.

Selesai melipat semua baju, dia memasukkan semuanya ke dalam sebuah peti kayu besar lalu menguncinya bersama kantong parfum bunga yang barusan dibuatnya.


Saat dia membawakan jemuran milik Ibu keesokan harinya, Ibu langsung suka dengan baju-bajunya yang wangi semerbak. Apa Rin membuat parfum baju ini sendiri?

Rin antusias membenarkannya. "Saya mencampur berbagai bunga di dalam sebuah kantong. Khun Ying... err... Khun Mae (Ibu) saya yang mengajari saya membuat parfum mewah."

Untung saja Ibu Saran tidak curiga apapun saat Rin keceplosan tadi. Karena Ibu suka dengan wewangian ini, Rin janji akan melakukannya lagi lain kali. Mendengar itu, Ibu jadi semakin suka pada calon menantunya itu.

 

Saran baru selesai mandi dan ganti baju saat tiba-tiba saja dia menyadari baju-bajunya di lemari bau wangi, bahkan seragamnya pun wangi, dan dia tampak jelas menyukai hal itu.


Hari berikutnya, lagi-lagi dia mengawasi Rin dari kejauhan dengan tatapan penuh kecurigaan saat Rin sedang sibuk menyulam cantik di bawah sinar mentari.

Nuer benar-benar heran dengan sikapnya. Kalau dia penasaran akan sesuatu, mending tanya langsung saja pada Rin daripada mengawasinya secara diam-diam seperti ini.

"Kalau kau bertanya pada seorang pembohong, apa jawaban yang akan kau dapatkan?" Tanya Saran.

"Tentu saja kau akan dapat kebohongan."

"Betul sekali."


Hari berikutnya, Rin membantu Mae Sai memasak di dapur. Tapi Mae Sai sama sekali tidak senang. Dia bahkan berusaha menunjukkan kekesalannya dengan membanting-banting pisaunya, tapi Rin sama sekali nggak ngeh dan santai saja menumbuk sambalnya.


Masakan Rin akhirnya jadi tak lama kemudian. Saat Saran mencicipi sambal buatan Rin, semua orang langsung tegang menunggu reaksinya. Saran langsung suka, tapi dia mengira itu masakan Mae Sai.

Sherm hampir saja memberitahukan yang sebenarnya, tapi Rin dengan cepat memberinya isyarat untuk diam. Ibu Saran juga suka dan mengira kalau kemampuan masaknya Mae Sai semakin meningkat sekarang.

Mae Sai cuma bisa tersenyum kecut mendengarnya. Rin diam-diam tersenyum senang. Tapi seperti biasanya, kedua calon pengantin itu masih saja diem-dieman sampai membuat Ibu cemas.

 

Selesai makan, Ibu membuntuti Saran ke kamar untuk mengkonfrontasi sikapnya pada Rin. Kenapa dia tidak mau bicara pada Rin? Apa dia mau bersikap sejahat itu dan tidak bicara padanya seumur hidup?

"Bicaralah padanya sekarang. Ini perintah!"

Saran tiba-tiba saja menurutinya lalu pergi. Alih-alih senang, sikap aneh Saran barusan malah membuat Ibu cemas. Ia pun bergegas keluar mengejar Saran. Saat para pembantu mengetahui hal itu, mereka pun langsung bergegas pergi untuk melihatnya.


Rin sedang menyirami kebun bunganya saat Saran mendadak muncul dari belakangnya dan langsung blak-blakan melabraknya. "Kau seorang pembantu, kan?!"

Rin sontak menjatuhkan penyiram bunganya saking kagetnya. Jelas saja reaksinya itu membuat Saran semakin yakin dengan dugaannya. Dengan sengaja dia memungut Na Wan lalu menginterogasi Na Wan seolah dia Rin.

"Kenapa harus bunga melati? Kau bisa menanam bunga lainnya. Aku tanya, kenapa kau tidak menjawab?!"


Rin jelas sakit hati dibuatnya. Tapi alih-alih diam seperti biasanya, kali ini dia benar-benar tidak tahan untuk nyolot. "Kau bicara pada anjing, bukan aku!"

"Atau mungkin seekor anjing bisa menanam bunga melati juga?"

"Kalau kau bicara padaku, maka tatap aku! Jangan perlakukan aku seolah aku tidak ada, aku ini manusia! Aku punya harga diriku sendiri sama sepertimu! Aku benci perasaan ini! Perasaan tidak diinginkan. Apa kau pernah merasakannya?!"


Saran sontak galau mendengarnya. "Tentu saja."

"Kita tidak tahu apa kesalahan kita sampai membuat mereka menolak kita." Tangis Rin, teringat bagaimana dia dibuang oleh orang tuanya waktu dia masih bayi. Rin merasa dirinya seperti bunga yang mudah tumbuh, biasa dan tidak berkesan dan sering kali diabaikan.

Ibu Saran jelas cemas melihat Rin menangis. Takut kalau Rin tidak tahan lagi tinggal di sini dan akhirnya melarikan diri sebelum pernikahan. Bahkan Mae Sai pun prihatin melihat tangisannya.

Bersambung ke part 3

Post a Comment

0 Comments