Dengan tekad itu, Ibu memutuskan untuk menulis surat pada Tuan Bumrung Prachakit. Saat Saran membaca surat itu, dia langsung kesal dan tak setuju. Bagaimana bisa Ibu melakukan ini tanpa memikirkannya?
"Apa yang akan mereka pikirkan tentangku? Seorang deputy sheriff miskin seperti aku ini, meminta mereka untuk memenuhi janji untuk menikahkan putri mereka."
"Baca dengan benar, ibu yang meminta bukan kau."
Lagipula perjodohan mereka sudah ditetapkan sejak mereka masih kecil. Saran nyinyir, biarpun kedua ayah mereka sahabatan, tapi apakah kata 'sahabat' itu akan berarti saat mereka tidak punya apa-apa?
Tuan Bumrung sudah menghilang dari kehidupan mereka. Apa mungkin dia akan menganggap mereka sebagai 'sahabat'? Dia tidak mengerti sikap mendadak ibunya ini. Biasanya Ibu tidak mengungkit-ungkit masalah ini.
"Tapi Duangsawat sudah menikah, kau harus melupakannya dan membuka hatimu untuk wanita lain."
Saran yakin sekali kalau Tuan Bumrung pasti sudah lupa dengan perjanjian mereka. Tidak mungkin dia akan memberikan putrinya pada mereka.
"Kalau dia tidak mengizinkan, maka ibu tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi jika dia mengizinkan, maka kau harus menikah, mengerti?"
"Tidak mungkin dia akan mengizinkan."
"Saran! Ini keinginan ayahmu. Anggap saja ini menuruti keinginan ayahmu, yah?"
Baiklah. Tapi setelah menikah, Saran akan dipindahtugaskan ke Paktai. Dia bahkan sudah menerima perintahnya. Ibu terkejut mendengarnya, memangnya ada apa di Paktai sampai Saran harus dipindahtugaskan sejauh itu? Bukankah seharusnya Saran masih akan menetap di Rachaburi selama 2 tahun?
Saran bersikeras menyuruh Ibu untuk menyertakan masalah ini di dalam suratnya. Setelah menikah, mereka akan tinggal bersama di Paktai. Jika wanita itu bersedia, maka Saran setuju untuk menikah.
Saran memberitahu Ibu bahwa pak pos akan mengantarkan surat tiap kamis. Dia akan menunggu surat balasan mereka selama 4 minggu. Jika sampai saat itu masih belum ada balasan, maka Ibu harus melupakan masalah ini dan jangan lagi mengganggu keluarga Tuan Bumrung biar Saran juga tidak malu sama mereka.
Baiklah. Ibu setuju. Tapi jika ada balasan persetujuan dari mereka, maka Saran harus menikah secepatnya. Dia tidak boleh mundur.
Deal! Tapi Saran yakin tidak akan ada orang tua yang akan menikahkan anak mereka dengan seorang deputy sheriff miskin sepertinya, apalagi jika harus tinggal di Paktai.
Saat Tuan dan Khun Ying menerima surat itu, mereka jadi galau menatap kedua putri mereka yang sedang bergembira dengan kegiatan masing-masing.
Tuan Bumrung sepertinya setuju untuk memenuhi janji perjodohan itu. Ia malah memberitahu Khun Ying kalau ia sendiri yang akan memberitahukan masalah ini dengan Braralee.
Ibunya Saran juga semakin tua. Jika ia mendapat menantu yang baik, itu bisa meringankan bebannya. Dengan begitu, dia sendiri bisa memenuhi janjinya pada mendiang sahabatnya.
Tapi kemudian Panit datang bertamu dan terang-terangan meminta izin Tuan dan Khun Ying untuk mengajak Braralee makan malam dengannya dan Arun. Dia bahkan mengundang Tuan dan Khun Ying, tapi mereka menolak dan mengizinkan para muda-mudi itu pergi bersenang-senang sendiri.
Buranee juga mau ikut. Tapi saat Khun Ying tanya apakah Rin juga mau ikut, Rin menolak dan lebih memilih untuk melanjutkan pekerjaannya memberi wewangian pada baju-baju jemuran. Si pelayan satunya mendadak angkat tangan mau ikut juga, tapi Khun Ying langsung mempelototinya.
Saat Khun Ying memperhatikan tatapan Braralee dan Panit yang jelas saling tertarik pada satu sama lain, Khun Ying langsung memaksa Braralee ikut dengannya dengan alasan mengambil jajanan untuk tamu-tamu mereka.
Begitu mereka berduaan di dapur, Khun Ying blak-blakan menanyakan apa yang Braralee pikirkan tentang Panit.
Melihat Panit sering berkunjung seperti ini, itu juga menunjukkan kalau Panit menyukai Braralee. Tapi bagaimana dengan Braralee sendiri?
Braralee langsung tersipu malu mendengarnya. "Khun Panit sangat dewasa dan memperlakukanku dengan baik."
"Kalau begitu, suruh orang tuanya untuk datang melamarmu."
Braralee jelas kaget mendengarnya. Tidak pantas kalau dia melakukan itu. Tapi Khun Ying ngotot, kalau Braralee sungguh-sungguh menyukai Panit maka suruh dia melamar secepatnya karena Khun Ying hanya bisa membantunya sampai di sini saja.
Malam harinya, si pelayan melihat Rin bersujud 5 kali pada Buddha. Dia bingung, kenapa Rin bersujud 5 kali? Rin menjelaskan bahwa 2 sujud terakhirnya adalah untuk Tuan dan Khun Ying yang sudah dia anggap seperti ayah dan ibunya sendiri.
Dia sudah melakukan ini sejak dia masih kecil. Dia benar-benar banyak berhutang budi pada Tuan dan Khun Ying yang telah membesarkannya, ia bahkan rela memberikan nyawanya demi mereka.
"Hei, hati-hati berucap di hadapan Tuhan. Kau mungkin harus benar-benar memberikan seluruh hidupmu."
"Jika kesempatan seperti itu datang, maka aku rela melakukannya."
Hari kamis pertama pun tiba, Ibu Saran sudah antusias menanti kedatangan pak pos. Yang ditunggu-tunggu akhirnya lewat juga... tapi cuma lewat begitu saja. Pfft! Ibu kecewa.
Saat Panit datang lagi, dia cuma membawa seorang pria setengah baya. Dia mengaku kalau kedua orang tuanya sudah tiada dan pria ini adalah pamannya.
Si paman berkata bahwa Panit ini punya bisnis yang brlokasi di antara tempat ini dan Paktai. Paman meyakinkan kalau mereka punya cukup banyak harta untuk mengurus Braralee dan membuatnya bahagia. Karena itulah jika mereka mengizinkan, Paman ingin melamar Braralee demi keponakannya ini.
Tapi Tuan Bumrung terpaksa menolaknya dengan alasan Braralee masih terlalu muda untuk menikah. Braralee tidak setuju, dia tidak semuda itu kok. Dia setuju untuk menikah.
Rin dan Buranee yang mengintip dari kejauhan jadi cemas dengan sikap Braralee. Khun Ying pasti akan marah padanya. Tapi saat Tuan tanya apakah Braralee sangat menyukai Panit dan Braralee tersipu malu membenarkannya, mereka malah melihat Khun Ying tampak lega dan tersenyum lebar.
Buranee sampai tak percaya melihat reaksi ibunya itu. Rin juga heran, apa sebenarnya yang Khun Ying pikirkan.
Begini saja. Karena Tuan berpikir kalau mereka masih terlalu muda, Khun Ying usul agar mereka tunangan dulu saja. Lalu setelah 2-3 tahun, baru mereka bisa menikah.
Rin semakin heran mendengarnya. "Khun Ying menyetujui pernikahan mereka?"
Panit setuju-setuju saja. Dia rela menunggu tak peduli seberapa lama. Tuan Bumrung jadi galau, semua orang pun jadi tegang menunggu keputusan Tuan Bumrung. Tapi akhirnya Tuan Bumrung pun setuju.
Kamis kedua akhirnya tiba. Ibu dan Saran sama-sama gelisah menunggu kedatangan pak pos. Tak lama kemudian, Pak Pos akhirnya lewat dan kali ini dia berhenti di depan rumah mereka lalu menunduk ke kotak pos mereka.
Ibu langsung melesat keluar dengan antusias. "Pak, apa ada surat untuk kami?"
Tapi saat Pak Pos bangkit, mereka malah melihat Pak Pos cuma sedang mengagumi bunga melati sambil tanya apa dia boleh memiliki bunga ini?
Ibu jelas sebel padanya. "Ambil saja. Ambil satu pot juga boleh."
Dan Pak Pos langsung saja menggondol bunga itu sepotnya sekalian, nggak ngeh kalau Ibu cuma nyinyir. Wkwkwk. Saran geli melihatnya, berarti sekarang tinggal dua minggu tersisa.
Rin sedang menemani Khun Ying memasak saat Tuan Bumrung datang untuk mengajukan usul. Karena Braralee sudah punya seseorang yang dicintainya, bagaimana kalau Buranee saja?
Senyum Khun Ying langsung menghilang mendengarnya. "Kau masih memikirkan masalah itu?"
Tuan Bumrung mengaku bahwa ia memimpikan Sak semalam (Ayahnya Saran). Dalam mimpinya, Sak memintanya untuk memenuhi janji mereka dulu.
"Jika aku tidak memenuhi janji ini, aku tidak akan bisa mati dengan tenang. Janji itu menyebutkan seorang putri, tapi tidak ditentukan putri yang mana. Buranee gadis yang manis. Mereka tidak akan menolaknya."
"Kau bermimpi buruk tentang seseorang yang sudah meninggal dunia. Tapi bagaimana dengan putri kita yang masih hidup?"
Mereka kan tidak mengenal Putranya Sak seperti apa. Khun Ying cemas kalau-kalau putri mereka malah menikah dengan orang jahat. Khun Ying tidak akan bisa mati dengan tenang kalau begitu.
"Aku bicara dari sudut pandang seorang ibu. Saat kau membuat janji dulu, kau berpikir bahwa kedua keluarga akan bersama selama-lamanya. Tapi faktanya, kau dan dia hidup di dua tempat yang berbeda. Kita bahkan tidak tahu Saran itu seperti apa? Bagaimana mungkin aku mengizinkan putriku menikah dengannya."
"Aku sudah tanya-tanya pada banyak orang yang bisa dipercaya. Saran itu pintar dan lulusan Jurusan Ilmu Politik dari Universitas Thammasat. Bosnya dan semua rekan kerjanya menyayanginya. Dan yang paling penting, dia masih bekerja. Dia punya masa depan yang cerah."
"Sungguh?"
"Buranee putriku juga. Jika aku harus memberikannya pada seseorang, aku juga pasti akan cemas."
Khun Ying akhirnya mau mengalah. Tapi mereka harus menanyakannya dulu pada Buranee. Rin yang mendengarkan seluruh percakapan mereka, jadi kasihan pada Buranee.
0 Comments
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam