Sinopsis (Lakorn) Padiwarada Episode 1 - Part 4


Saat mereka berdiskusi dengan Buranee, Ayah berbasa-basi dulu memuji-muji kelebihan Buranee yang rajin belajar dan jelas saja membuat Bu heran. Ada apa sebenarnya? Tuan Bumrung penasaran apa Buranee punya rencana setelah dia lulus?

Buranee antusias membenarkannya. Dia ingin melanjutkan studi ke luar negeri lalu mengajar di universitas setelah dia kembali nanti.

"Tapi wanita juga harus memikirkan pernikahan, Nak."

Buranee tidak mengerti kenapa wanita tidak boleh melanjutkan pendidikan. Masa cuma pria saja yang boleh? Rin kebetulan lewat dekat sana saat itu dan langsung bersembunyi di belakang semak saking penasarannya.


Khun Ying memberitahu Buranee bahwa pria biasanya tidak suka menikah dengan wanita yang lebih pintar daripada dirinya. Buranee ngotot kalau zaman sudah berubah sekarang.

"Kalau kau harus menikah dengan pria pilihan ayah?"

Buranee shock mendengarnya. Ayah memberitahu Buranee bahwa perjodohan pernikahan seperti ini adalah hal biasa dalam generasinya dulu. Ia bahkan baru bertemu Khun Ying saat mereka menikah.

"Kami hidup demi memenuhi tugas kami dan bukan karena emosi semata. Hidup yang penuh dengan emosi, bisa membawaku ke surga, tapi bisa pula membawamu ke neraka. Hidup akan membawamu pada dua jalan itu jika kau memenuhi hidupmu dengan emosi."

Sedangkan hidup demi memenuhi tugas dan tanggung jawab, akan membawanya pada satu jalan saja, jalan itu adalah jalan terbaik untuknya. Buranee sontak berlinang air mata mendengarnya.

Tapi Tuan Bumrung bersikeras menyuruh Buranee untuk memikirkannya dengan baik, walaupun ia sendiri tampak tak enak karena harus memaksa putrinya seperti ini. Rin prihatin melihat dilema keluarga itu.


Malam harinya, Rin menemani Bu yang masih menangis dan berusaha menghiburnya. Dia benar-benar tidak ingin menikah, bagaimana bisa ayahnya melakukan ini padanya.

Saat Braralee mengetahui hal itu, dia sontak menggerutu kesal. Bagaimana bisa mereka semua tidak pernah tahu kalau ayah mereka pernah membuat janji bodoh semacam itu.

"Braralee, jangan bicara begitu tentang ayah." Tegur Rin

"Yang kumaksud bukan ayah, tapi janji bodoh itu. Pasti karena itu ibu ikut campur dalam urusan hubunganku dengan Panit."

"Aku tidak punya kekasih, jadi ibu tidak akan bisa melakukan apapun untuk membantuku. Aku tidak mau menikah."

Rin ikut sedih mendengar tangisannya.  Dia langsung memluk Bu dan berusaha menenangkannya tanpa menyadari Khun Ying yang juga sedih melihat mereka dari luar.


Kamis ketiga pun tiba. Pak Pos datang lagi melihat-lihat pot tanaman Ibu Saran yang jelas saja membuat Ibu jadi kesal. Apa pot bunga yang dulu belum cukup?

Tapi tidak, kali ini dia benar-benar datang untuk mengantarkan surat. Ibu sontak antusias mengambil suratnya. Para pria generasi Ayah Saran memang selalu menepati janji mereka. Demi martabatnya, tidak mungkin Tuan Bumrung lupa dengan janjinya.

Saran menerima surat itu dengan galau... saat tiba-tiba saja Pak Pos balik untuk merebut surat itu kembali. Pfft! Ternyata dia salah alamat. Surat ini untuk rumah sebelah.

Saran sontak mendengus geli mendengarnya. Saran mengaku kalau dia sudah mengepaki barang-barangnya. Jika minggu depan tetap belum ada surat balasan, maka dia akan langsung pergi ke Paktai.


Tuan Bumrung bingung bagaimana harus membalas suratnya. Saat Rin datang membawakannya minuman, Tuan penasaran apakah Buranee sudah berhenti menangis?

"Dia berhenti menangis sebentar lalu menangis lagi."

"Kalau Buranee juga tidak setuju, bagaimana aku akan menghadapi Sak saat aku mati nanti?"

Rin prihatin melihat kegalauannya. Tapi tak ada apapun yang bisa dilakukannya. Saat dia keluar, dia mendapati Bu masih menangis seorang diri.


Dia lalu masuk ke ruang pemujaan untuk memakaikan syal untuk Khun Ying yang entah sudah berapa lama duduk merenung di sana. Bahkan saat ia hendak bangkit, kakinya langsung kesakitan.

"Anda mungkin kena beri-beri. Biarkan saya memijat anda."

Tapi saat Khun Ying memperhatikan Rin, sepertinya terlintas sesuatu dalam benaknya lalu tiba-tiba saja ia ingin menanyakan sesuatu pada Rin.


Sembari duduk di bawah sinar rembulan, Khun Ying bertanya-tanya apa sebenarnya yang dipikirkan orang tuanya Rin saat mereka meninggalkan anak baik sepertinya di rumah ini?

"Siapa juga yang akan mempedulikan anak seperti saya."

Jika bukan karena kebaikan Tuan Bumrung dan Khun Ying, Rin pasti tidak akan bisa bersekolah dan memiliki kehidupan baik seperti sekarang ini.

"Kesopananmu, sikap tenangmu dan kecerdasanmu akan menuntunmu pada kehidupan yang lebih baik."

Siapapun pria yang menikah dengan Rin, dia akan jauh lebih beruntung daripada suaminya Braralee dan Buranee. Rin tak enak mendengar pujiannya. Ngomong-ngomong tentang Buranee, dia sudah mengetahui semuanya tadi. Dia prihatin melihat semua orang merasa terbebani.


Mendengar itu, Khun Ying tiba-tiba meminta Rin untuk membantu meringankan beban mereka dengan menggantikan Buranee untuk menikah dengan Saran. What? Rin jelas shock mendengarnya.

"Kami membesarkanmu seperti anak kami sendiri. Kami tidak pernah membedakan pendidikan dan pengajaran untukmu. Jika kau setuju, Tan Chao Khun (Tuan Bumrung) tidak akan kehilangan kehormatannya da nBuranee bisa melanjutkan studinya ke luar negeri. Menjadi istri deputy sheriff bukan hal yang buruk, Rin."

Rin jelas kaget mendengarnya. Tapi saat dia teringat akan janjinya sendiri bahwa dia rela menyerahkan nyawanya demi Tuan dan Khun Ying, Rin dengan terpaksa menyetujui permintaan Khun Ying.

Lega, Khun Ying pun langsung memluknya. Tapi begitu dia kembali ke kamarnya, Rin begitu sedih hingga dia tidak bisa tidur.


Saat Tuan Bumrung mengetahui hal ini keesokan harinya, ia jelas keberatan karena itu sama saja mereka berbohong pada keluarganya Saran. Tapi Khun Ying bersikeras kalau Rin sudah seperti putri mereka sendiri.

"Lihatlah dia. Apa dia tampak seperti seorang pelayan? Penampilan, sikapnya, dan kesopanannya bahkan jauh lebih baik daripada anak gadis orang lain."

"Tapi dia bukan putri (kandung) kita."

"Kalau begitu, resmikan dan daftarkan dia sebagai putri adopsi kita."

"Rin, apa kau bersedia?" Tanya Tuan Bumrung.

"Hidup yang dijalani dengan emosi akan membawamu pada dua jalan entah ke surga atau neraka. Tapi hidup yang dijalani dengan tugas dan tanggung jawab, akan membawamu pada satu jalan saja, jalan menuju tempat terbaik untukmu." Ujar Rin mengulang petuah Tuan Bumrung.

Bagi seorang anak terbuang seperti dirinya, tugasnya adalah membayar kebaikan yang telah diberikan Tuan dan Khun Ying padanya selama ini. Khun Ying sampai berkaca-kaca mendengarnya.

"Kau sangat bijak dibanding anak-anak lainnya." Tuan Bumrung akhirnya menyetujui rencana ini lalu menulis pesan balasan untuk Ibu Saran.


Rin sendiri yang kemudian mengantarkan surat itu ke kotak pos. Dia agak ragu awalnya, tapi akhirnya dia memantapkan hati dan memasukkan surat itu.

"Entah apa yang akan menanti di masa depan nanti?" Cemas Rin


Kamis minggu ke-4 akhirnya tiba. Saran sedang mengepak baju-bajunya saat tiba-tiba terdengar suara Pak Pos memanggil-manggil Ibu Saran, ada surat untuknya. Kali ini dia tidak salah kirim, ini benar-benar surat untuk Ibu.

Ibu langsung membukanya dengan antusias. Begitu membaca jawaban Tuan Bumrung, Ibu langsung berteriak-teriak memanggil Saran dan memberitahunya kalau keluarga Tuan Bumrung sudah setuju.

Saran tercengang membaca surat itu. Bagaimana bisa mereka mengizinkan putri mereka untuk menikah dengannya? Atau jangan-jangan mereka belum mendengar berita tentang Pakt"ai?


Ibu jelas heran, memangnya apa yang terjadi di Paktai? Tapi Saran menolak menjawab dan langsung kembali untuk mengepaki baju-bajunya.

Dia mengingatkan Ibu bahwa dia hanya akan mengizinkan Ibu tinggal bersamanya di Paktai selama satu bulan, setelah itu Ibu harus kembali.

Tapi Ibu ngotot mau tinggal lebih lama untuk mengurus pernikahan mereka sekaligus membantu calon menantunya membiasakan diri dengan rumah barunya. Satu bulan terlalu singkat.

Tapi Saran ngotot kalau Ibu hanya boleh tinggal satu bulan, dan entah bagaimana dengan pengantinnya nanti.


Rin, Braralee dan Buranee pergi ke kantor pemerintahan untuk mendaftarkan perubahan nama mereka. Sambil menggenggam tangan Rin, kedua saudara itu sebenarnya merasa tak enak pada Rin. Apa Rin benar-benar yakin mau melakukan ini?

"Awalnya aku tidak yakin, tapi sekarang aku bahagia karena bisa membayar kebaikan kalian berdua padaku." Ujar Rin meyakinkan mereka.

Seorang petugas keluar tak lama kemudian untuk memberikan sertifikat perubahan nama mereka. Sekarang Rin menyandang nama Braralee sebagai anak adopsi Tuan dan Khun Ying (tapi panggilnya tetep Rin yah), sementara Braralee sekarang mengganti namanya jadi Braranee.

"Akhirnya kita benar-benar jadi saudara sekarang."

"Terima kasih banyak karena membantu kami, Rin."

Bersambung ke part 5

Post a Comment

0 Comments