Sinopsis (Lakorn) Padiwarada Episode 1 - Part 5


Akhirnya tibalah saatnya Rin berangkat ke rumah calon suaminya. Terlebih dahulu dia pamit dan bersujud di hadapan Tuan Bumrung.

Tuan Bumrung mengingatkan Rin bahwa mulai sekarang mereka tidak akan bisa melindunginya. Mulai sekarang, satu-satunya hal yang bisa melindungi Rin adalah perbuatan baik.

"Jadilah orang baik agar orang lain juga akan berbuat baik padamu, seperti yang biasanya kau lakukan Rin."

"Baik."

Rin lalu bersujud pada Khun Ying dengan mata berkaca-kaca. Bahkan Khun Ying pun tak kuasa menahan air matanya. "Aku tak punya kata-kata perpisahan untukmu selain terima kasih. Terima kasih, Rin."

"Sama-sama, Khun Ying."


Semua orang benar-benar sedih harus berpisah dengan Rin. Buranee sontak memluk Rin dengan berlinang air mata. "Aku akan menunggu surat darimu. Bisakah kau menulis surat padaku setiap minggu?"

"Tentu saja, Khun Bu."

"Rin, kalau kau tidak ada di sini bersamaku, rasanya pasti sulit. Aku akan sangat merindukanmu."

Bahkan si pelayan satunya, Jeaw, langsung menangis sesenggukan sampai Braranee harus menegurnya, Rin kan bukan mau mati.

"Aku takut dia mati. Aku takut dia pergi." Tangis Jeaw. Mendengar itu, kedua saudara sontak memluk Rin erat-erat.


Rin akhirnya berangkat naik kereta seorang diri. Teringat akan cerita Tuan Bumrung tentang pertemuan pertamanya dengan Khun Ying yaitu di hari pernikahan mereka, Rin bertanya-tanya bagaimana dulu perasaan Khun Ying saat ia pertama kali bertemu suaminya.

"Apa anda begitu ketakutan sampai tidak bisa tidur sepertiku?"


Dia tiba di stasiun Pak Tai keesokan harinya, tapi malah tak menemukan seorangpun yang datang menjemputnya. Bahkan sampai kereta berangkat lagi dan stasiun sepi, tetap tak ada orang yang menjemputnya.


Ibu Saran sendiri sedang gelisah menunggu kedatangan Saran yang tak kunjung pulang. Apalagi kemudian pembantu keluarga mereka, Nuer, datang dan memberitahu Ibu kalau Saran menghilang entah ke mana. Sepertinya Saran tidak akan datang untuk menjemput calonnya.

Ibu jelas kesal mendengarnya. "Dia datang jauh-jauh dari ibukota dan harus berpisah dari ayah dan ibunya, aku ingin menyambutnya dengan baik. Dan apa? Ini pertama kalinya kami bertemu dan kita malah terlambat. Saran! Saran! Sudahlah, ayo cepetan."


Jadilah mereka berdua saja yang menjemput Rin dan mendapatinya duduk seorang diri di stasiun. Ibu setulus hati meminta maaf padanya karena sudah membuatnya menunggu. Tapi, dia datang sendirian? Ibu kira kalau dia akan datang bersama ibunya.

Rin hampir saja keceplosan menyebut ibunya sebagai Khun Ying, tapi untunglah dia cepat sadar dan dengan sopan beralasan kalau ibunya tidak bisa datang karena sibuk mengurusi adiknya.

Ibu Saran langsung suka padanya. Dia sangat cantik. Dia pasti mewarisi kecantikannya dari ibunya. Waktu masih muda, kecantikan ibunya terkenal di seluruh ibukota. Rin mengiyakannya saja dengan canggung.


"Aku sangat senang bertemu denganmu. Bibi... tidak, kau panggil saja aku ibu. Terima kasih sudah menerima keluarga kami. Ayo pulang. Kita bisa lanjut ngobrol di rumah."

Tapai saat melihat Nuer membawa semua kopernya, Rin tak enak menyusahkannya dan ngotot untuk membantunya. "Mari kita saling membantu satu sama lain, P'. Ini berat"

Nuer jelas tercengang mendengar Rin memanggilnya sebagai P'. (pembantu biasanya dipanggil namanya langsung)


Keluarganya Saran ini punya 3 pembantu: Nuer, Mae Sai, dan Sherm (anaknya Mae Sai). Di rumah, Mae Sai malah menemukan Saran ada di kamarnya, sedang mengelap pistolnya sampai kinclong. Kapan Saran pulang? Apa dia tidak akan pergi ke stasiun untuk menyambut kedatangan pengantinnya? Goda Mae Sai.

Mendengar itu, Saran mendadak keluar sambil membawa pistolnya lalu melampiaskan frustasinya dengan menembaki kaleng-kaleng dan semuanya sukses tepat sasaran.


Sesampainya di rumah, Ibu Saran memberitahu Rin bahwa mereka baru pindah ke rumah ini beberapa hari yang lalu. Terus supirnya ini adalah Nuer. Dia orang baik, cuman... bagaimana menjelaskannya yah, pokoknya mereka bergaul dengan baik lah.

Saat Neur hendak mengeluarkan barang-barangnya Rin dari mobil, dia kesulitan membuka pintu bagasi dan saat berhasil, dia malah terjungkal ke tanah. Pfft! Yah, inilah yang Ibu Saran maksud tentangnya.

Nuer ini pembantu lama mereka. Dia bahkan turut membesarkan Saran sejak dia masih kecil dan sekarang dia bekerja membantu Saran di kantor.


Tanpa mereka sadari, Sherm diam-diam mengintip dari balik semak lalu bergegas pergi melaporkan kedatangan Rin pada Saran.

"Pengantin anda sudah datang. Dia jauh lebih cantik daripada malaikat." Ujar Sherm antusias. Mendengar itu, Saran sontak kembali ke rumah dengan wajah penuh amarah.


Ibu Saran cemas kalau-kalau Rin tidak nyaman tinggal di daerah pedalaman seperti ini. Rin tidak keberatan, tempat ini nyaman, hanya saja dia tidak pernah pergi jauh dari rumah sebelumnya.

"Aku kan ada di sini. Kalau ada apa-apa, kita bisa pelan-pelan mengubahnya dan memperbaikinya."

Saran akhirnya tiba dan Rin pun berbalik menghadapinya. Tapi kemudian Ibu memperkenalkan Rin sebagai Braralee yang jelas saja membuat Saran keheranan karena Braralee yang berdiri di hadapannya ini beda dengan Braralee yang dia lihat di pesta waktu itu.

"Dia bukan."


Rin agak canggung mendengarnya. Tak mengerti apa maksud Saran, Ibu santai saja menyuruh Rin untuk menyapa Saran. Tapi Saran tak membalas sapaannya sedikitpun dan terus menatapnya dengan tajam... lalu tiba-tiba saja menodongkan pistol ke Rin.

Jelas saja semua orang sontak menjerit ketakutan. Tapi untung saja Saran tidak segila itu lalu menyuruh Nuer untuk menyingkirkan pistolnya ini. Ibu heran, ada apa dengan Saran hari ini? Kenapa dia moody banget?


"Saat kami tidak punya apapun, orang-orang yang mengenal kami mendadak mengabaikan kami. Itu saja sudah cukup menyakitkan. Tapi baru hari ini aku mengetahui mana yang lebih menyakitkan antara diabaikan dan dibohongi karena rasa kasihan."

Rin cuma terdiam bingung mendengarnya. Ibu juga tidak mengerti apa maksud Saran. Tapi Saran menolak menjelaskan apapun dan langsung pergi.


Ibu dan Nuer lalu mengantarkan Rin ke kamar Ibu. Rin akan tinggal di sini dulu bersama Ibu. Tapi setelah mereka menikah, dia akan pindah ke rumah sebelah bersama Saran.

"Kenapa Ibu tidak tinggal di rumah itu juga?"

"Rumah itu punya dua kamar tidur. Jika aku tinggal di sana juga, maka kau harus tidur sekamar dengan..."

Oh, oke. Rin mengerti maksudnya. Ibu lebih lanjut menjelaskan kalau rumah bagian belakang dihuni oleh Nuer, Mae Sai dan Sherm.

Ibu menjelaskan bahwa Sherm adalah anaknya Mae Sai dan mereka berdua adalah pembantu yang baru mereka pekerjakan kemarin. Kalau Rin ada masalah apa-apa, maka sebaiknya mereka membicarakannya sampai tuntas.


Di dapur, Mae Sai berkomentar kalau Nona Braralee itu sangat cantik. Tapi entah apakah dia akan sangat menuntut seperti orang-orang ibukota lainnya. Kalau sampai ada masalah, Mae Sai tidak mau tinggal di sini lagi, mending dia pergi.

"Belum terjadi sesuatu, Bu. Jangan bilang begitu. Aku suka di sini dan Saran juga keren."

Tiba-tiba Nuer muncul minta makan, dia lapar. Mae Sai dengan bangga menunjukkan masakannya hari ini, kare ayam. Sebelum ini, dia kerja di rumahnya Juang Buangwang dan Nyonya Buangwang selalu memuji masakannya sangat lezat. Tak ada seorang pun yang bisa mengalahkan masakannya, coba saja.

Nuer pun langsung antusias mengambil banyak-banyak lalu mencicipinya daaaaaan... nggak enak. Wkwkwk! Ini kare apa air? Tawar banget rasanya.

Hah? Mae Sai tak percaya. Dia langsung mencicipinya dan ngotot kalau masakanya enak, sangat lezat. Dia bahkan menambahkan lebih banyak kare ke piringnya Nuer dan ngotot memaksa Nuer menghabiskannya. Makanlah yang banyak, jangan malu-malu. Terpaksalah Nuer harus tetap memakannya dengan senyum kecut.


Malam harinya, semua orang berkumpul di meja makan. Tapi suasana terasa sangat canggung dan tegang gara-gara Saran diam saja, bahkan tak mau menatap wajah Rin.

Ibu cepat-cepat mencairkan suasana dengan mengajak mereka mulai makan. Semua orang pun mulai mengambil sayur mayur ke piring masing-masing. Khun Ying mencicipinya sesendok dan langsung mengernyit jijik. Hehe.

Mae Sai malah kepedean mengira Ibu pasti shock memakan masakannya yang teramat sangat lezat itu. Dia bahkan menawarkan lebih banyak kare untuk Ibu. Tapi berhubung Ibu sendiri juga tidak mengkritiknya dan tidak menolak tawarannya, Mae Sai jadi semakin kepedean.

"Aku yakin dia shock atau malah ingin muntah," nyinyir Nuer.

"Dia pasti shock!"


Kedua muda-mudi itu terus saja diem-dieman dan sibuk sendiri memakan makanan masing-masing. Tak enak, Ibu berusaha membujuk Saran untuk menjelaskan tentang pekerjaannya pada Braralee.

Tapi Saran terus saja membisu. Baru saat Ibu menegurnya, dia akhirnya mau menatap Rin. Anehnya, tiba-tiba saja dia tersenyum manis lalu memanggil Rin sebagai Na Wan (wajah yang manis).

Ibu jelas senang mendengarnya. "Dia cantik, kan?"

"Aku tidak tahu dari mana kau berasal, tapi kau manis. Manis sekali." Saran lalu berjalan ke arah Rin...


Lalu menggendong seekor anjing dan memanggilnya Na Wan. Wkwkwk! Kurang  ajar! Ibu jelas kesal padanya, apalagi Rin yang merasa dipermalukan.

Ternyata anjing itu ada di sana gara-gara Sherm yang membawanya. Anjing itu tadi ada di rumah belakang. Dia kasihan, makanya dia membawanya masuk untuk dimandikan dan dikasih makan.

"Tidak ada pemiliknya?" Tanya Saran

"Tidak ada. Apa saya boleh memeliharanya? Saya tidak akan membiarkannya masuk kemari lagi."


Ibu setuju dan menyuruh Saran duduk kembali, bicaralah yang baik sekarang. Tapi Saran menolak dengan alasan harus menyelesaikan pekerjaannya. Nuer berusaha membujuknya untuk berbincang dengan Rin sedikit lagi saja, tapi Saran tak peduli dan langsung pergi. Rin jelas sedih dengan sikapnya.

Bersambung ke episode  2

Post a Comment

0 Comments