Sinopsis (Lakorn) Padiwarada Episode 1 - Part 2


Di lantai dansa, Braralee dan Duang berdansa dengan pasangan masing-masing. Mereka berputar-putar hingga kedua pasangan itu mulai semakin mendekati satu sama lain hingga tak sengaja keduanya saling bertubrukan.

Duang langsung kesal melabrak Braralee. Braralee tidak terima disalahin dan jadilah kedua wanita itu ribut saling menyalahkan satu sama lain.

Saran berusaha menyudahi perkara ini dengan mengajak Duang kembali ke meja mereka dan meminta maaf pada mereka. Tapi Duang masih saja mempermasalahkannya terus, mereka tidak salah kok, untuk apa minta maaf.

Tak enak, Saran cepat-cepat menyudahi masalah ini dengan membawa Duang kembali ke meja mereka. Braralee sebel banget sama dia, bisa-bisanya Duang menyalahkan orang lain padahal dia sendiri yang salah.

 

Saat Saran dan Duang kembali, mereka bertemu dengan temannya Saran yang baru datang, Chalat. Tapi entah kenapa Duang tampak tidak mood sama sekali hari ini dan langsung pamit ke kamar kecil. Sepertinya dia benar-benar ada masalah yang sulit dia ungkapkan ke Saran.

"Ada apa dengan Khun Duang?" Heran Chalat.

"Aku juga tidak tahu."

 

Selama menunggu Duang, Chalat mengedarkan pandangannya hingga perhatiannya tertuju ke Braralee. "Akhirnya kau bertemu dengannya," komentar Chalat.

Saran jelas bingung. "Siapa?"

"Khun Braralee Bumrung Prachakit. Yang pakai baju merah itu."

Saran sontak shock mendengarnya sampai-sampai dia tak sengaja menumpahkan air minumnya. Dia benar-benar speechless menatap wanita yang bertubrukan dengan mereka tadi. (Hmm... dia mengenal Braralee? Ada hubungan apa?)

"Dia cantik, kan?" Goda Chalat.

Flashback.


Suatu hari, Ibunya Saran memperlihatkan sebuah cincin permata ruby dan memberitahu Saran bahwa cincin ini ada pasangannya beserta sebuah kalung ruby. Yang satunya dipegang oleh keluarga Bumrung Pracakhit. Tuan Bumrung Pracakhit adalah teman baik Ayah Saran

Khun Ying menyuruh Saran untuk mengingat-ingat nama keluarga ini... karena Ayah Saran sudah menjodohkan Saran dengan Putrinya Tuan Bumrung Prachakit sejak dia masih kecil.

"Perjanjian antara orang tua tidak bisa dianggap enteng, Nak."

Tapi Saran tidak setuju dan menolak. Khun Ying bisa menduga apa alasannya, karena Duangsawat kan? Saran tanpa ragu mengiyakannya.

Flashback end.


Chalat heran, Saran belum pernah sekalipun bertemu Braralee? Saran membenarkan, siapa juga yang mau bertemu deputy sheriff miskin seperti dirinya. "Mungkin orang tuanya sudah lupa dengan perjanjian di antara kedua orang tua kami."

Chalat mengaku pernah satu kali bertemu Braralee di event sekolah, tapi dia tidak menyapanya. Dia pernah mau bilang ke Saran dulu, tapi lupa.

Saran yakin kalau keluarga Braralee takkan mau berurusan dengan keluarganya mengingat ayahnya mati dengan meninggalkan hutang yang sangat besar.

"Kau sendiri juga tidak mau terlibat dengannya, karena dalam hatimu cuma ada Khun Duangsawat."

Chalat heran dengan hubungan mereka. Mereka sudah berteman sejak kecil, bahkan  kuliah di universitas yang sama. Lalu setelah dewasa mereka jadi kekasih. Apa Saran tidak bosan sedikitpun?

Saran menolak menjawab, malah beranjak bangkit saat itu juga untuk mencari Duang. "Hari ini aku akan memintanya untuk menikah denganku."

"Apa?!"


Saran menemukan Duang sedang merenung sedih di dermaga. Tanpa basa basi dia  memberitahu Duang bahwa dia tidak punya apa-apa dan hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri

Apapun yang dia inginkan, bahkan sekalipun itu hal-hal kecil, dia harus memperjuangkannya.

"Terutama jika itu adalah sesuatu yang spesial, aku harus mengambil resiko untuk mendapatkannya." Ujar Saran sambil berjalan ke tepi dermaga yang jelas saja membuat Duang cemas.

"Apa yang kau lakukan? Kembalilah kemari."

"Aku suka melakukan sesuatu tanpa rasa takut. Aku terus-menerus memberitahu diriku bahwa aku tidak akan mati, tidak akan kalah."


Dia lalu melemparkan sebuah kotak cincin ke Duang yang di dalamnya ada cincin berlian. "Aku mempertaruhkan hidupku untuk itu agar mulai sekarang aku akan menggunakan seluruh hidupku sebagai ganti untuk menjagamu. Apa kau mau menikah denganku?"

Duang shock mendengarnya. "Aku tidak bisa... aku tidak bisa menikah denganmu." Tangis Duang.

Saran tidak mengerti. "Memangnya apa yang terjadi? Kenapa kau menangis?"

"Orang tuaku memaksaku untuk menikah akhir bulan ini... dengan Khun Chai Naris."

"Apa kau harus menikah? Bisakah kau tidak menikah?"

"Maaf, Ran. Aku tidak ingin menjadi anak durhaka. Maaf. Aku benar-benar tidak bisa menikah denganmu."

"Walaupun aku menukarnya dengan nyawaku, aku masih saja kalah. Dia punya segalanya lebih daripada aku. Nama keluarga, uang, kehormatan. Karena semua itu, kan?"


Duang hanya diam yang jelas mengkonfirmasi pertanyaan Saran. Patah hati, Saran terus berjalan mundur lalu menceburkan dirinya ke laut yang sontak membuat Duang panik... dia tenggelam makin dalam saat kilasan-kilasan kenangan indahnya bersama Duang kembali terngiang dalam benaknya.

Duang panik berteriak-teriak minta bantuan. Untung saja Chalat datang tepat waktu dan bergegas menyelamatkan Saran.


Di kediaman Bumrung Prachakit, Rin sedang merangkai bunga melati, sementara Braralee sedang asyik berjoget bersama Arun, dan Buranee sibuk sendiri membaca bukunya.

Tapi begitu Khun Ying datang, ia langsung tak suka dan menegur Braralee. "Tidak anggun berjoget seperti itu."

Arun berusaha membelanya dan memberitahu Khun Ying bahwa sekarang jaman sudah berubah. Wanita jaman sekarang harus bergaul dengan pria. Khun Ying tak peduli dan menyuruh Braralee untuk membantu membuat rangkaian bunga saja untuk dipersembahkan pada biksu besok.

Tapi Braralee tidak mau, malah meminta Rin untuk menggantikannya biar dia bisa lanjut joget. Khun Ying sampai gregetan melihatnya.

Buranee juga sama saja, waktu Khun Ying mempelototinya, Bu langsung berpaling ke Rin dan meminta hal yang sama pada Rin soalnya dia masih harus belajar. Rin setuju-setuju saja, tidak keberatan sama sekali.

"Jadi semua yang kuajarkan, pada akhirnya jatuh ke tangan pelayan, hah? Tidak ada satupun anak-anakku yang mau mempelajarinya." Kesal Khun Ying.

"Kan ada Rin, Bu." Ujar kedua saudara serempak.


Dari percakapan mereka, ternyata Rin dibuang oleh orang tuanya sejak dia masih bayi. Tuan dan Khun Ying lah yang membesarkannya. Dengan manisnya Braralee meyakinkan Khun Ying bahwa Rin juga putri ayah dan ibu, karena ayah dan ibu lah yang membesarkan Rin.

Rin menguasai segala macam ilmu pekerjaan rumah tangga yang diajarkan Khun Ying seperti memasak, mengurus pakaian dan juga bunga-bunga. Rin lah yang akan menjadi pewarisnya Khun Ying.

Rin tak enak mendengarnya. "Braralee, sebut saja aku ini pelayan. Aku tidak berani bilang sebaliknya."

Buranee tak setuju. "Ayah dan ibu membiayai pendidikanmu. Pelayan macam apa yang diizinkan sekolah sepertimu."


Seorang pelayan lainnya mendadak muncul dan langsung ikutan nimbrung. "Bahkan sekalipun aku punya kesempatan untuk sekolah, tapi itu bikin sakit kepala aja. Punya suami lebih menyenangkan."

Khun Ying sontak gregetan mencubitnya. "Bukan tergantung nama keluarga, justru kata-kata seperti itulah yang orang sebut 'rendahan'. Jangan sampai aku mendengarmu mengucap kata-kata itu lagi. Apa kau sudah menyelesaikan tugasmu di dapur? Bagaimana dengan makan siangnya? Apa kau sudah cuci piring? Sudah buat nasi?"

Si pelayan malah geleng-geleng kepala. Kesal, Khun Ying sontak mencubitnya lagi lalu menyeretnya ke dapur.


Setelah Khun Ying dan si pelayan pergi, Arun berkomentar bahwa dia pasti akan percaya kalau misalnya Buranee bilang Rin adalah saudara mereka.

Tapi kalau Braralee yang mengatakannya, dia tidak akan percaya. Soalnya Braralee suka sekali menyuruh-nyuruh Rin melakukan ini dan itu mulai pagi sampai malam.

Rin tak enak mendengarnya dan meminta Arun untuk berhenti menggoda Braralee. Lagian semua itu kan masalah kecil, dia bisa melakukannya kok. Braralee juga jadi sebel sama Arun dan langsung mengusirnya.

"Aku kan cuma bercanda. Rin, kau menguasai semua pekerjaan RT. Apa sudah ada orang yang memintamu (untuk menikah)? Kalau tidak, aku yang akan memintamu." Goda Arun. Hmm... kayaknya dia suka Rin.

"Jangan bercanda begitu. Kalau para wanita kelas atas mendengarmu, kau bisa kehilangan kesempatan untuk bersama mereka."


Sejak kejadian itu, Saran jadi sering murung sampai membuat Khun Ying dan Chalat cemas. Parahnya lagi, Duang akan menikah minggu depan.

"Kecantikan Duangsawat bagaikan sihir (bagi Saran). Sejak mereka kecil, Saran sudah seperti pelayannya. Dulu orang tuanya setuju dia bersama Saran, tapi setelah itu..."

"Setelah Ayah Saran meninggal dunia, mereka tidak setuju dia bersama Saran, bukan?" Sahut Chalat.

Ibu membenarkan Sejak Ayah Saran meninggal dan mereka bangkrut, kebanyakan teman-teman mereka bersikap seolah orang-orang itu tidak mengenal mereka, termasuk orang tuanya Duang.

Chalat memberitahu Ibu bahwa orang tua Duang menjodohkan Duang dengan Khun Chai Naris yang kaya raya dan baru kembali dari luar negeri. Bahkan banyak orang tua yang ingin menjodohkan anak gadis mereka dengan pria itu.

"Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?" Tanya Chalat.

"Cara terbaik dan tercepat untuk menyembuhkan hati yang patah... adalah dengan memiliki cinta baru." Ujar Ibu.

Bersambung ke part 3

Post a Comment

0 Comments