Sinopsis Reset (2022) Episode 8

Marilah kita melihat siapa Bapak Koper, namanya adalah Jiao Xiang Rong. Dia seorang tukang yang sangat miskin. Dan dia berjuang sendirian di kota Jialin ini demi membiayai sekolah putrinya di kampung halaman. 

Bahkan tempat tinggalnya di kota ini pun sangat kurang layak karena dia hanya mampu menyewa sebuah garasi kecil yang gelap dan pengap. Parahnya lagi, sekarang proyek konstruksi tempat dia bekerja, sekarang terhenti sehingga dia harus mencari pekerjaan baru. 

Putrinya sebenarnya tidak ingin meneruskan sekolah dan ingin bekerja saja biar bisa membantu menghasilkan uang dan melunasi hutang-hutang mereka. Namun Bapak Jiao keukeuh menyuruh putrinya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

Seorang rekannya menyarankannya untuk mencoba menjadi kurir saja, namun karena minimnya latar belakang pendidikannya, Bapak Jiao tidak yakin dia bisa melakukan pekerjaan tersebut. Apalagi dia juga tidak punya kendaraan dan tidak punya cukup uang untuk membelinya. Jangankan beli kendaraan baru, kendaraan bekas pun dia tidak mampu.

Tapi dia cukup tertarik dengan uang hadiah yang didapat seorang rekannya dari menolong seseorang dan mendapat penghargaan hukum Samaria Yang Baik (hukum yang melindungi orang-orang yang memberikan bantuan kepada orang lain yang terluka atau dalam bahaya).

Masalah hidupnya semakin bertambah saat dia kembali ke garasi sewaannya, dia malah diusir oleh pemiliknya. Si pemilik terpaksa mengusirnya karena kabarnya akan ada petugas Komite Lingkungan yang melakukan inspeksi.

Garasi yang gelap dan pengap ternyata dilarang untuk disewakan karena memang bukan tempat tinggal yang layak. Jika sampai ketahuan, maka dia bisa didenda. Untungnya pemilik cukup baik hati juga dengan mengembalikan sedikit uang sewa Bapak Jiao biar dia bisa mencari tempat tinggal lain. 


Bahkan saat melihat satu-satunya tas yang dimiliki Bapak Jiao sudah rusak dan tidak layak pakai, dia memberikan koper tuanya untuk Bapak Jiao. Begitulah bagaimana kemudian Bapak Jiao mengepak barang-barangnya di koper tua itu lalu naik ke halte di mana dia bertemu dengan Ibu Pendiam, dia bahkan berniat membantu Ibu Pendiam membawakan barang bawaannya yang cukup berat, namun Ibu Pendiam menolak bantuannya.


Kembali ke bus no.45...

He Yun dan Shi Qing bingung untuk memutuskan siapa yang paling patut dicurigai di antara sisa dua tersangka mereka. Baik Bapak Jiao maupun Ibu Pendiam sama-sama naik di halte yang sama, pada saat yang bersamaan, sama-sama menolak semangka pemberian Bapak Ma, dan sama-sama cuek dengan segala hal yang terjadi di loop-loop sebelumnya.

Apa mungkin kedua orang itu komplotan? Tapi kalau mereka komplotan dan memutuskan untuk mati bersama-sama, ngapain juga kedua orang itu duduk berjauhan? Mereka harus mengeceknya satu per satu.

Berhubung mengecek koper agak sulit, jadi Shi Qing memutuskan untuk mengecek Ibu Pendiam yang membawa kresek merah besar dulu. Dia pura-pura sedang datang bulan dan mencoba meminta pembalut pada Ibu Pendiam biar dia punya kesempatan melihat isi kreseknya.

Dia berhasil melihatnya sekilas, dan ternyata isinya panci presto (Err... panci presto kan bisa dibuat jadi bom panci, kayak yang di kasus peledakan gereja yang dulu itu kan pakai bom panci dan pemicunya adalah HP. Aku semakin yakin pelakunya adalah si Ibu Pendiam). 

Shi Qing jelas merasa ini agak aneh, ngapain juga Ibu Pendiam membawa makanan sepanci prestonya. Namun He Yun justru merasa itu wajar-wajar saja karena ibunya dulu juga suka mengiriminya daging rebus sepanci prestonya sekalian dibawa. Mereka pun menyingkirkan kecurigaan mereka terhadap Ibu Pendiam.

Meyakini kalau Ibu Pendiam bukan pelakunya, Shi Qing dan He Yun pun menarget Bapak Jiao dan berencana mau mencuri dan membuang koper Bapak Jiao begitu tiba di haltenya Lu Di nanti. Bapak Jiao sendiri tampak galau entah karena apa.

Namun saat bus tiba di haltenya Lu Di dan mereka bersiap untuk merebut koper itu, Bapak Jiao tiba-tiba menowel Shi Qing lalu membuka kopernya, otomatis memperlihatkan semua barangnya yang ternyata tidak ada satu pun yang mencurigakan. 

Dia mencari-cari sampai ke dasar hingga akhirnya dia menemukan beberapa buah pembalut lalu memberikannya pada Shi Qing. Aww, ternyata dia sedari tadi galau karena ragu antara mau memberikan pembalut itu ke Shi Qing atau tidak (dia memiliki pembalut itu karena benda itu sudah ada di sana saat si pemilik garasi memberinya koper itu. Pembalut itu mungkin mau dia kasih ke putrinya).

Sekarang jelas siapa tersangka utamanya, si Ibu Pendiam. Maka He Yun dengan sengaja mendorong Shi Qing keluar lalu nekat mau merebut panci presto itu. Kaget, Shi Qing sontak balik ke bus tepat saat Ibu Pendiam menarik bagian pluit pancinya dan bus itu pun langsung meledak. Sudah jelas sekarang, Ibu Pendiamlah pelakunya.


Dalam loop berikutnya saat bus baru tiba di haltenya Ibu Pendiam dan Bapak Jiao, entah kenapa pak supir tidak langsung membuka pintu sampai Bapak Jiao harus mengetuk pintu bus beberapa kali, baru pak supir membuka pintunya.

Shi Qing baru terbangun saat mendengar suara uang receh yang dimasukkan ke kotak uang bus dan melihat Ibu Pendiam baru duduk di bangku depan bersama panci prestonya. 

Dari jam tangannya He Yun, Shi Qing melihat waktu bangunnya kali ini jam 13:29. Waktu kali ini tidak lebih lambat satu menit seperti loop-loop yang sebelumnya, dia tetap terbangun saat Bapak Jiao dan Ibu Pendiam baru masuk bus.

Tapi He Yun masih belum bangun. Bahkan saat Shi Qing berusaha membangunkannya, He Yun malah tidak bereaksi. OMG! Dia kenapa? Shi Qing sontak panik dan ketakutan bukan main yang otomatis menarik perhatian para penumpang.

Bibi Obat dan Yi Ge yang paling peduli dan ikut mencemaskannya, mereka bahkan langsung meneriaki pak supir untuk menghentikan bus. Untungnya He Yun akhirnya terbangun semenit kemudian dengan gemetar hebat.

Bus tidak jadi berhenti dan Shi Qing pun bisa lega. Bibi Obat menasehati Shi Qing untuk membawa He Yun ke rumah sakit nanti dan menawarkan obatnya jika He Yun membutuhkan obat, Yi Ge pun mengomeli He Yun karena He Yun membuat pacarnya (Shi Qing) cemas setengah mati.

Shi Qing memberitahunya bahwa waktu kali ini tidak lebih lambat seperti loop-loop sebelumnya. Apakah itu berarti, kali ini adalah loop terakhir mereka? Jika benar begitu, berarti ini adalah kesempatan terakhir mereka untuk turun dari bus, kesempatan terakhir para penumpang bus untuk hidup.

Shi Qing galau, haruskah mereka turun dari bus? Dia ingin tetap hidup, dia sama seperti yang lain, dia juga takut mati. Awal-awalnya juga dia ingin menyelamatkan dirinya sendiri. Tapi sekarang, keinginannya justru menyelamatkan semua penumpang bus ini. Baginya, orang-orang ini sudah bukan lagi orang asing.

Karena itulah, Shi Qing memutuskan untuk tidak turun dan mempersilahkan He Yun untuk turun sendiri. Namun yang tak disangkanya, He Yun justru memegang tangannya, dia akan tetap di sini menemani dan berjuang bersama Shi Qing terlepas dari apakah ini time loop terakhir atau tidak.

Begitu bus berhenti di haltenya Lu Di, Shi Qing dan He Yun langsung berusaha mencegah pak supir melaju dengan alasan mau mencari USB-nya He Yun yang terjatuh di bus ini. Tapi begitu dekat Ibu Pendiam, mereka langsung berusaha merebut panci prestonya.

Tapi Ibu Pendiam tiba-tiba mengeluarkan pisau dan langsung menusuk He Yun lalu dengan kejamnya menusuk leher Shi Qing. Arrrrgh! He Yun sontak panik teriak-teriak meminta bantuan yang lain, tapi tidak ada seorang pun yang bergerak membantu mereka, mungkin karena terlalu takut dan shock, bahkan Pria Kekar cuma diam membisu di tempat duduknya. (Wah, padahal dia garang banget di loop-loop awal, kenapa sekarang malah melempem?)

Bahkan tidak ada seorang pun yang menghentikan si Ibu Pendiam saat dia dengan santainya menarik pluit panci prestonya dan mereka pun meledak lagi.

Lalu He Yun terbangun duluan di loop berikutnya (Fiuh! Syukurlah masih ada loop). Tapi dia langsung cemas setengah mati melihat Shi Qing belum bangun dan gemetar hebat dalam tidurnya.

Shi Qing memimpikan kejadian mengerikan yang terjadi padanya di loop sebelumnya... sebelum akhirnya dia terbangun dengan gemetar dan menangis ketakutan. He Yun langsung menariknya ke dalam pelukannya dan terus memeluknya sampai Shi Qing akhirnya bisa tenang. Dan bahkan setelah itu, dia tetap menggenggam erat tangan Shi Qing.      

Bus tiba di haltenya Lu Di tak lama kemudian, He Yun langsung mengajaknya turun di sana. Tapi Shi Qing menolak menyerah begitu saja, dia ingin mencoba lagi. He Yun tidak setuju dan berusaha mencegahnya, mengingatkannya bahwa ini tidak berharga.

Tapi Shi Qing malah nekat kembali ke bus lalu mendorong kepala Ibu Pendiam sehingga kepalanya menghantam kursi depan, dan berusaha merebut panci prestonya. Ibu Pendiam sontak mengeluarkan pisaunya.

He Yun tiba-tiba muncul menamengi Shi Qing sehingga pisau itu melukai lengannya sendiri. Sementara He Yun berjuang menahan Ibu Pendiam, Shi Qing bersusah payah menjauhkan panci presto itu. Dan lagi-lagi, kali ini pun tetap tidak ada seorang pun yang bergerak membantu mereka.

Namun tiba-tiba He Yun dengan cepat ke mengungguli Ibu Pendiam dengan membalik pisau itu lalu menusuknya. Dalam keadaan sekaratnya, Ibu Pendiam sempat mencoreng leher He Yun dengan darahnya. Insiden ini kontan membuat para penumpang ketakutan sama He Yun. 


He Yun sendiri pun sangat shock dengan perbuatannya sendiri. Tanpa pikir panjang, dia langsung menyeret Shi Qing keluar dari bus tanpa memedulikan orang-orang yang menatapnya. Eh tapi panci prestonya belum dikeluarin dari bus! Begitu mereka keluar, seseorang (entah siapa) menarik pluit panci presto itu dan bus pun meledak. Waduh! Mereka berdua pasti bakalan dikejar polisi lagi.

Bersambung ke episode 9

Post a Comment

0 Comments