Sinopsis Sweet Teeth Episode 3

Wu Ying lagi asyik main game sambil jalan. Di sepanjang jalan, ada saja orang-orang yang mengganggunya hanya untuk sekedar menawarkan berbagai macam selebaran. 

 

Lalu tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya. Wu Ying yang kesal digangguin sedari tadi, refleks mengayunkan tangannya, niatnya cuma menampik tangan orang itu, tapi malah tak sengaja menampar orang yang menepuknya.

Yang tak disangka, orang yang tak sengaja ditamparnya itu ternyata cakep banget, sepertinya lebih muda dari Wu Ying. Wu Ying jadi tidak enak sama dia dan langsung meminta maaf sambil menjelaskan alasan kekesalannya.

Mungkin mengira pria itu juga salah satu penyebar selebaran, Wu Ying meminta pria itu untuk mengingat wajahnya dan jangan lagi memanggilnya. Pria itu setuju, dia pasti akan mengingat wajah Wu Ying. Eh tapi... dia cuma mau tanya jalan kok.


Dia lagi mencari Universitas Donghu. Maka Wu Ying pun langsung nyerocos memberinya petunjuk arah. Tapi ternyata letak universitas itu cukup jauh dan arah jalannya agak berbelit sehingga pria itu agak sulit mengingat dia harus belok ke mana dari mana.

Wu Ying bingung juga dengan pria itu, kenapa dia tidak coba pakai aplikasi map saja di ponselnya. Pria itu mengaku tidak bisa menggunakan google maps di sini. Dia mengaku kalau dia bukan orang Cina, dia datang dari Malaysia, tapi sejak kecil tumbuh dengan berbicara bahasa Mandarin.


Mendengar itu, Wu Ying akhirnya berbaik hati mengantarkan pria Malaysia itu ke tempat tujuannya. Sepanjang jalan, pria Malaysia itu berusaha mengajaknya ngobrol, kepo menanyakan segala sesuatu tentang Wu Ying. 

Tapi Wu Ying hanya memberinya jawaban-jawaban singkat, jelas tidak mau memberikan informasi pribadinya pada orang asing. Wu Ying mengantarkannya hanya sampai gedung Fakultas Kedokteran Universitas Donghu lalu pergi meninggalkannya.

Bibinya Jing Chu menemui Jing Chu di kampus dan langsung menggodanya dengan gemas seolah Jing Chu masih balita. Jing Chu kan jadi malu diperlakukan seperti itu, apalagi di sini banyak mahasiswa yang berlalu lalang.

Bibi mengajaknya ketemuan karena Bibi ingin memperkenalkan seseorang pada Jing Chu, dan orang yang mau Bibi kenalkan ternyata adalah si pria Malaysia. 

 

Namanya adalah Liu Yu Cheng, dia ini anaknya temannya Bibi, yang jauh-jauh datang kemari untuk belajar ilmu pengobatan herbal Cina. Bibi titipkan dia ke Jing Chu.

Dair pengakuannya, ternyata dia baru berusia 21 tahun, dan bulan kemarin baru lulus dari Jurusan Teknik di Malaysia. Tapi karena dia sangat menyukai pengobatan herbal Cina, jadi dia memutuskan untuk kuliah lagi dari awal.

Di tempat lain, Hao Ran menemani dan menuruti apa pun kemauan Yi Yi untuk menyenangkannya. Dia juga mau-mau saja diajak foto-foto bersama layaknya foto couple, tahu betul niatan Yi Yi sebenarnya hanya untuk membuat mantannya cemburu, berharap si mantan akan kembali padanya.

Tapi Hao Ran tidak yakin itu akan terjadi. Pria adalah makhluk sederhana. Jika seorang pria benar-benar peduli dan cinta padanya, maka pria itu pasti tidak akan pernah melepaskan Yi Yi. Tapi jika tidak, maka pria itu benar-benar tidak akan peduli. Ambil positifnya sajalah, putus cinta akan bisa membuat Yi Yi jadi lebih dewasa. Yi Yi pasti akan baik-baik saja.


Ketiga sahabat nongkrong di bar. Tapi sayangnya, Zeng Li tidak bisa ikutan makan gara-gara behelnya. Ai Jing Chu bilang kalau dia tidak boleh makan makanan yang terlalu lengket. Oow, kedua sahabatnya sontak penasaran mendengar Zeng Li menyebut nama Jing Chu dengan nada akrab. Apa Zeng Li juga sudah menambahkan Wechat-nya Jing Chu? 

Zeng Li menyangkal, tapi Yi Yi dan Wu Yin penasaran banget ingin melihat foto profilnya Jing Chu dan langsung mendesak Zeng Li untuk mencari akun Wechat-nya Jing Chu. Tapi Zeng Li sama sekali tidak bisa menemukan akunnya, sepertinya Jing Chu tidak punya Wechat.


Memang iya. Saat Yu Cheng meneleponnya untuk meminta rekomendasi buku-buku medis melalui Wechat, Jing Chu mengaku bahwa dia tidak memiliki akun Wechat.


Di bar, Zeng Li memberitahu kedua temannya bahwa akhir pekan nanti, dia akan mengikuti perkumpulan di sebuah pemandian air panas dan mengajak mereka ikut. Wu Ying tidak ikut, tidak ada waktu. Yi Yi antusias mau ikut, siapa tahu bisa dapat jodoh di sana.


Pada akhir pekan, Zeng Li dan Yi Yi tidak berangkat bareng. Yi Yi agak terlambat karena terjebak macet, maka Zeng Li memutuskan turun dari bus di tengah jalan, menunggu Yi Yi sambil melihat-lihat barang-barang di sebuah toko, jadi mereka nanti bisa naik gunung bersama.

Saat tengah melihat-lihat topi bulu telinga kelinci, si penjual langsung berusaha membujuk Zeng Li untuk membelinya dengan harga promosi, beli satu gratis satu. Tapi sebenarnya biarpun dia mengklaim harga promosi, tetap saja harganya terlalu mahal.

Zeng Li jadi menolak membelinya, tapi si penjual malah jadi kesal sama dia. Zeng Li jadi merasa tidak enak dan akhirnya tetap membelinya. Tapi tiba-tiba Yi Yi menelepon dengan panik, ayahnya tiba-tiba masuk rumah sakit. Yi Yi jadi bingung antara mengkhawatirkan ayahnya, tapi juga tak tega membiarkan Yi Yi sendirian.


Zeng Li tidak mempermasalahkannya, meyakinkan Yi Yi kalau dia bisa sendirian, jadi Yi Yi ke rumah sakit saja. Tapi yang jadi masalah, hari sudah semakin petang dan sudah tidak ada lagi bus yang naik gunung. Jalan naik gunung juga sangat sepi, tidak tampak ada mobil satu pun yang lewat.

Untungnya Zeng Li bertemu seorang satpam yang kemudian berbaik hati membantunya mencarikan mobil untuk tebengan. Pak satpam berkata bahwa sebentar lagi akan ada mobil hitam dengan nopol terakhir 78.


Cukup lama juga Zeng Li menunggu kedatangan mobil itu. Parahnya lagi, hujan salju mulai turun, membuat Zeng Li jadi semakin kedinginan. Untungnya dia tadi beli topi itu, jadi dia langsung saja memakainya untuk menghangatkan kepalanya.

Tapi saat akhirnya dia melihat mobil yang dimaksud, mobil itu malah langsung melewatinya begitu saja. Zeng Li berusaha mengejarnya, tapi mobil itu semakin menjauh. Zeng Li akhirnya menyerah karena kecapekan.

Namun yang tak disangkanya, mobil itu tiba-tiba berhenti lalu pemiliknya keluar menghampirinya... dan orang itu ternyata Jing Chu. Dia tadi tidak melihat Zeng Li dan hampir melewatkannya, untungnya tadi dia sempat menoleh.

Mereka akhirnya pergi bersama. Namun di sepanjang jalan, suasananya sangat sunyi dan canggung. Tidak ada seorang pun yang bicara. Akhirnya Zeng Li yang berinisiatif duluan untuk mengajaknya ngobrol. 

Tiba-tiba Zeng Li merasa menduduki sesuatu, dan ternyata itu adalah jepit rambut wanita. Hmm, sepertinya itu punya Bibinya Jing Chu, tapi Zeng Li salah paham mengira itu milik pacarnya Jing Chu. Jing Chu menyangkal punya pacar, tapi Zeng Li tak percaya, masih sangat meyakini kalau Jing Chu tuh playboy cap kadal.

Biar tidak bosan, Jing Chu menyuruh Zeng Li untuk menyalakan radio saja. Siaran radio yang dipilih Jing Chu kali ini menyiarkan sebuah cerita horor. Zeng Li jadi ketakutan, bahkan sampai jejeritan gaje membayangkan Jing Chu adalah hantunya. Tapi biarpun ketakutan setengah mati, Zeng Li terus saja mendengarkannya.

 

Tiba-tiba ada yang berbunyi, dan Zeng Li sontak menjerit histeris. Padahal itu cuma suara ringtone ponselnya Jing Chu. Dia ditelepon salah satu keluarga pasien yang ingin berkonsultasi sekarang juga karena ini penting.

Tapi karena nyaman teleponan sambil berkendara, Jing Chu akhirnya menepi dan meneruskan percakapan teleponnya di luar, sementara Zeng Li menunggu di dalam mobil. Zeng Li kagum juga melihat Jing Chu, sepertinya dia benar-benar seorang yang dokter yang bertanggung jawab  sampai-sampai dia rela menunda perjalanan demi pasiennya.


Tiba-tiba Jing Chu mendatangi Zeng Li sambil memberi isyarat pada Zeng Li untuk mengambilkannya sesuatu sembari meneruskan teleponnya dengan pasiennya. Zeng Li jadi bingung dia mau barang apa.

Dia mencoba menawarkan beberapa barang di dashboard, tapi ternyata bukan semua itu yang diinginkan Jing Chu. Akhirnya Jing Chu sendiri yang melongokkan kepalanya ke dalam mobil untuk mengambil sarung tangan, dia kedinginan soalnya. 


Tapi biarpun sudah pakai sarung tangan, Zeng Li memperhatikan tangan Jing Chu tidak sepenuhnya terlindung. Maka kemudian dia berinisiatif memakaikan earphone ke telinga Jing Chu biar Jing Chu bisa menghangatkan kedua tangannya di saku jaket sembari tetap meneruskan teleponnya. 

Jing Chu akhrnya selesai tak lama kemudian dan mereka pun melanjutkan perjalanan. Tapi ternyata Jing Chu cukup sibuk juga malam itu. Habis ditelepon pasiennya cukup lama, sekarang dia ditelepon lagi sama Yu Cheng yang mengaku bahwa barusan dia mengalami kecelakaan yang membuat kakinya berdarah, rumah sakit sudah tutup, makanya dia mau berkonsultasi sama Jing Chu.

Jing Chu menyuruhnya untuk segera ke IGD saja jika lukanya cukup parah, mungkin perlu dijahit. Segera pergi sekarang juga, jangan sampai lukanya jadi infeksi atau dia bakalan harus diamputasi. Buset, seram amat!

Yu Cheng jadi ketakutan dan akhirnya menurutinya untuk pergi ke IGD. Sesampainya di sana, dia malah menyaksikan dua kubu preman sedang ribut berdebat di sana. Tidak ada yang berani mendekati mereka.

Namun tiba-tiba dia melihat Wu Ying memelintir tangan si pimpinan preman dan dengan penuh keberanian membentaki mereka bak seorang ibu yang membentaki anak-anaknya yang nakal, dan berhasil membuat para preman itu menurut padanya.


Yu Cheng antusias banget bertemu dengannya lagi. Karena Wu Ying lebih tua, jadi Yu Cheng memanggilnya jie jie (kakak perempuan) sembari berusaha mengingatkan Wu Ying sama dia, tapi Wu Ying biasa aja sama dia dan langsung to the point mengecek lukanya. Lukanya ternyata tidak begitu dalam, jadi tidak perlu dijahit, apalagi diamputasi. 

Yu Cheng memuji keberaniannya dalam menghadapi para preman tadi, tapi Wu Ying bahkan tak peduli sedikit pun dan langsung fokus mengobati lukanya Yu Cheng. Melihat Yu Cheng mendesis kesakitan saat dia mulai mengoles obatnya, Wu Ying tiba-tiba memperlakukannya bagai anak kecil dengan memberinya mainan squishy wortel dan strawberry buat diremas-remas setiap kali dia merasa kesakitan. 


Alih-alih kesal atau tersinggung diperlakukan bagai anak kecil, Yu Cheng malah antusias. Keimutannya itu membuat Wu Ying tersenyum geli, dan seketika itu pula Yu Cheng mulai terpesona padanya.

Dinginnya cuaca membuat mesin mobilnya Jing Chu mati, terpaksa mereka harus melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki sekarang. Jing Chu menyuruhnya untuk memakai topi kelincinya biar dia lebih hangat.

Gara-gara masih takut sama cerita horor yang tadi, Zeng Li langsung jalan di depan dan Jing Chu dengan manisnya menyinari setiap langkah kakinya dengan senter. Tiba-tiba Zeng Li berhenti di tengah jalan karena terpesona melihat pemandangan kota malam yang begitu indah di kejauhan.

Tiba-tiba dia melihat setumpuk salju yang tampak seperti es serut yang kontan membuatnya ingin memakan salju itu. Tapi begitu es itu menyentuh giginya, behelnya langsung melukai bibirnya hingga berdarah. Itu karena kawat behel mudah putus jika terkena panas atau dingin berlebihan.

Jing Chu langsung memperbaiki behelnya saat itu juga. Namun dari sentuhan itu, Zeng Li memperhatikan tangan Jing Chu sangat panas, dia ternyata demam. Malah sebenarnya tadi Jing Chu turun gunung untuk membeli obat, tapi dia meyakinkan kalau dia baik-baik saja sekarang. Tapi Zeng Li cemas, jadi dia memaksa Jing Chu untuk memakai topi kelincinya yang satu lagi, warna pink. Pfft! Cute. 

"Bertahun-tahun kemudian, aku bisa mengingat kejadian ini. Kupikir aku akan melewati malam yang dingin dan panjang sendirian. Namun berkat kemunculannya, angin dingin yang menggigit dalam ingatanku sudah terhapus. Yang tersisa hanyalah cahaya bulan di atas tanah bersalju, menyinari dua sosok yang memakai telinga kelinci. Berapa banyak orang yang bisa bersama seumur hidup? Di tengah lautan manusia, seberapa besar peluang dua orang bisa bertemu? Jika kami bisa terus bersama sampai akhir, pasti akan sangat bahagia," ujar Zeng Li dalam narasinya.

Bersambung ke episode 4

Post a Comment

0 Comments