Wen Bo setulus hati meminta maaf pada Qing Xia dan Qing Xia menerima permintaan maafnya. Sebenarnya dia tidak bisa menyalahkan Wen Bo sepenuhnya sih, dia sadar kalau dirinya sendiri tidak pernah terlihat serius. Makanya banyak orang yang merasa kalau dia tidak bisa diandalkan.
Akan tetapi, orang kan memang perlu saling mengenal perlahan-lahan agar bisa saling memahami. Jadi, apa yang sudah berlalu, biarlah berlalu. Qing Xia usul agar mereka saling berkenalan ulang.
Wen Bo geli mendengar usulannya, tapi akhirnya dia menurut juga dan mereka saling berkenalan ulang seolah baru pertama kali saling mengenal. Qing Xia juga berterima kasih pada Wen Bo karena Wen Bo menyelamatkan kameranya saat gempa kemarin.
Kamera itu adalah hadiah dari ayahnya saat dia berhasil masuk Fakultas Jurnalistik. Waktu itu ayahnya mendoakannya semoga dia bisa mewujudkan impiannya menjadi seorang reporter yang handal. Ucapan ayahnya itu adalah motivasi terbesarnya, karena itulah, dia sangat menghargai tindakan Wen Bo.
"Kau sudah merupakan seorang reporter yang handal."
"Yang kau katakan itu jujur?"
"Tentu saja. Kalau tidak, bagaimana mungkin Kakek dan Nenek bisa saling bertemu secepat ini."
"Aku juga merasa begitu."
Timnya Ke Lei mendirikan tenda di hutan untuk beristirahat malam. Saat Mi Ka sedang ngobrol di depan api unggun bersama Li Nian dan Luo Ting, Ke Lei mendadak muncul dan dengan manisnya menyelimuti Mi Ka dengan jaketnya, sementara dia sendiri hanya pakai seragam tipis.
Mi Ka cemas kalau dia kedinginan, tapi Ke Lei menyangkal. Li Nian mendadak merasa jadi pengganggu di antara mereka dan langsung mengisyaratkan Luo Ting tentang itu.
Tapi Luo Ting malah nggak nyambung. Maka Li Nian buru-buru mencari-cari alasan untuk meninggalkan mereka berduaan sambil mengisyaratkan Luo Ting untuk ikut pergi bersamanya.
Mendadak canggung berduaan, Ke Lei berusaha mencairkan suasana dengan menanyakan keadaan Mi Ka. Dan hanya pada Ke Lei-lah, Mi Ka akhirnya mulai curhat tentang kegalauannya.
"Kupikir saat di rumah sakit, aku sudah terbiasa menyaksikan hidup dan mati. Tapi sesampainya di sini aku baru sadar bahwa aku terlalu memandang tinggi diriku sendiri."
"Terbiasa bukan berarti mati rasa. Ini bukan salahmu."
Mi Ka tersentuh mendengarnya. Tapi dia penasaran, masalah evakuasi di Desa Xinguan, Ke Lei tidak memasukkannya dalam hati kan?
"Tidak. Lagipula itu bukan pertama kalinya. Tujuan kita sama, ingin menyelamatkan lebih banyak orang. Jadi sedikit perselisihan itu bisa dimengerti."
"Kau tidak mau istirahat lebih awal?" Tanya Mi Ka
"Aku harus piket."
"Kalau begitu... aku temani kau sebentar." Ujar Mi Ka tersipu malu.
Tercengang, Ke Lei sontak meliriknya dan langsung tersenyum senang melihat Mi Ka yang tersipu malu sampai pipinya memerah. Hehe. Dia bahkan mendadak antusias ingin tahu tentang pekerjaannya Mi Ka dan langsung tanya ini-itu tentang segala peralatan medisnya Mi Ka.
Mi Ka pun dengan senang hati mengajarinya, dan begitulah bagaimana mereka menghabiskan malam itu dengan Mi Ka mengajari Ke Lei tentang jenis-jenis dan fungsi masing-masing gunting medis dan cara menggunakannya. Dan Ke Lei benar-benar mendengarkannya dengan serius.
Keesokan harinya, Mi Ka bangun paling pagi dan dengan canggung mengembalikan jaketnya Ke Lei sebelum kemudian mereka melanjutkan perjalanan.
Qing Xia membawakan makanan untuk Kakek dan Nenek. Tapi tiba-tiba Wen Bo datang mengumumkan bahwa mereka semua harus mengungsi ke tempat lain karena gempa susulan kemarin beresiko menyebabkan longsor.
Nenek tanya apakah mereka bisa pulang sebentar untuk mengemas sedikit barang berharga mereka. Wen Bo mengizinkan, tapi harus cepat. Dalam waktu setengah jam, mereka harus berkumpul kembali di sini.
Nenek langsung semangat mengajak Kakek pulang untuk mengambil barang berharga mereka yang ternyata adalah akta pernikahan mereka. Tak lama kemudian, mereka semua dalam perjalanan ke tempat pengungsian, tapi Wen Bo dan Qing Xia hanya saling berdiam diri dengan canggung.
Di kamp medis, Dokter Kepala Wei melihat Dokter Shao baru selesai operasi. Dia memberitahu kalau Ke Yao sudah pergi soalnya ada masalah logistik yang harus dia tangani sendiri. Ke Yao juga menitip pesan padanya untuk mengingatkan Dokter Shao minum obat flu.
"Beberapa hari ini dia selalu di sini?"
"Iya. Membantu mencatat korban luka, mengoordinasi relawan, melakukan pelatihan medis. Semuanya dia lakukan seorang diri. Eh, aku pergi ganti sif dulu. Kau jangan lupa istirahat."
Karena tenda di tempat pengungsian baru ini tidak cukup, jadi tim SWAT terpaksa mengalah dan harus tidur berderet di luar bak sederet ikan pindang siap dipanggang.
Qing Xia juga keluar dari tenda, mau tidur di luar juga dengan alasan tidak ada tempat di dalam tenda. Maka Wen Bo pun mengajaknya untuk duduk di depan api unggun.
Tiba-tiba mereka melihat seorang anak kecil yang diam-diam mengungkapkan terima kasihnya dengan memberikan hormat pada mereka. Wen Bo pun membalas hormatnya sebelum kemudian mengalihkan perhatiannya kembali ke Qing Xia.
Dia memberikan tasnya buat tempat duduknya Qing Xia padahal dia sendiri kebingungan mau duduk di mana. Untungnya ada anak buahnya yang pengertian dan langsung memberikan tasnya sendiri buat jadi kursinya Wen Bo.
Duduk bersama di sana, Wen Bo langsung sibuk menulis di buku jurnalnya dan Qing Xia sibuk menyalin hasil jepretan kameranya ke laptop. Rekannya Qing Xia baru kembali saat itu dan mereka langsung melihat-lihat foto-foto aksi penyelamatan si gadis kecil dari reruntuhan gedung.
Rekannya Qing Xia usul agar mereka memakai foto yang memperlihatkan wajah Wen Bo saja. Tapi Qing Xia tidak setuju dan lebih memilih foto yang memperlihatkan semua tim penyelamat yang turut serta dalam aksi penyelamatan gadis kecil itu. Penyelamatan ini kan bukan hanya jasa satu orang saja.
Rekannya Qing Xia memutuskan pergi meninggalkan mereka berduaan, tapi Qing Xia malah mendapati Wen Bo lagi melamun. Apa yang dia pikirin?
"Dulu aku sungguh tidak merasa, rupanya kau begitu tangguh dan juga lumayan profesional."
Qing Xia senang mendengar pujiannya. Tapi... bagaimana bisa Wen Bo memandang seseorang hanya berdasarkan prasangka. Dia cuma pura-pura kesal, tapi Wen Bo menanggapinya dengan serius banget dan buru-buru meminta maaf.
Qing Xia geli mendengarnya. "Sudahlah. Kau sudah berapa kali minta maaf."
Sebenarnya, dulu Qing Xia juga tidak pernah membayangkan dirinya bisa kenyang hanya dengan makan dua keping biskuit apalagi sampai tidur di alam terbuka seperti ini.
Tekad seseorang memang hanya bisa dipaksa keluar dalam kondisi ekstrem. Dan baru kali ini dia benar-benar memahami arti pekerjaannya dan dirinya sendiri.
Mengalihkan perhatiannya pada para SWAT yang sudah tertidur nyenyak, Qing Xia perhatikan mereka masih sangat muda. Wen Bo memberitahu kalau mereka memang para personel yang baru lulus dan baru berhasil masih SWAT. Saat baru datang, mereka semua adalah anak-anak kesayangan di rumah masing-masing.
Mendengar itu, Qing Xia tiba-tiba bertekad, nanti kalau dia sudah pulang, dia akan mengedit semua video dan foto-foto yang didapatkannya ini untuk menjadi sebuah film dokumenter agar semua orang melihat bahwa para SWAT itulah idola muda di era ini.
"Oke. Aku akan mendukungmu." Ujar Wen Bo.
Tapi apa dia boleh melihat laporan-laporannya Qing Xia selama beberapa hari ini? Dia sebenarnya perlu menulis laporan, tapi dia tidak pandai dalam hal itu. Sejujurnya dia iri pada orang-orang seperti Qing Xia yang berjuang dalam penulisan.
"Boleh. Aku juga iri pada orang seperti kalian yang membawa senjata. Sangat keren."
Qing Xia lalu menyerahkan laptopnya pada Wen Bo agar Wen Bo bisa mempelajari berita yang ditulisnya. Tapi setelah beberapa lama, Qing Xia lama-lama ketiduran... hingga kepalanya oleng ke bahu Wen Bo.
Kaget, Wen Bo jadi tidak berani bergerak dan akhirnya terduduk kaku di sana sepanjang malam, membiarkan dirinya jadi sandarannya Qing Xia.
Tapi saat Qing Xia terbangun keesokan harinya, Wen Bo sudah tidak ada di sisinya. Wen Bo hanya meninggalkan jaketnya untuk menyelimutinya.
Nenek datang saat itu, membawakan mie instan hangat untuk Qing Xia... tepat saat Wen Bo baru kembali dengan membawakan mie instan juga untuknya. Pfft! Melihat Qing Xia sudah makan, Wen Bo akhirnya memberikan mie-nya pada Nenek.
Nenek jadi canggung menyadari dirinya menyela kebersamaan mereka. Nenek mengaku tidur nyenyak semalam berkat mereka yang memberikan tempat tidur hangat untuknya. Tapi Wen Bo pasti capek... karena bahunya disandari seseorang sepanjang malam. Pfft!
Qing Xia hampir tersedak saking malunya. Wen Bo juga malu dan langsung buru-buru menghindar dengan alasan mau mengurusi logistik yang baru tiba. Qing Xia juga langsung buru-buru menyudahi makannya dan bergegas mengikuti Wen Bo.
Yang tidak mereka sangka, orang yang mengantarkan kebutuhan logistik kali ini adalah Lu Feng. Qing Xia sungguh tak menyangka, tuan muda sepertinya bisa hangat juga di saat seperti ini.
"Yang belum kau lihat masih banyak." Ujar Lu Feng yang mulai melancarkan gombalannya lagi.
Tiba-tiba Wen Bo mendapat kabar bahwa para pengungsi di Desa Fu'an kekurangan makanan dan air. Jadi Wen Bo diperintahkan pergi ke sana untuk membantu.
Tapi masalahnya mobil SWAT sedang tidak bisa dibawa ke sana, jadi dia meminta bantuan Lu Feng untuk mengirimkan bantuan logistik ke Desa Fu'an pakai mobilnya Lu Feng. Qing Xia langsung menyatakan untuk ikut Lu Feng, sekalian dia mau memotret keadaan desa-desa lain.
Bersambung ke part 2
1 Comments
Semangat lanjut terussss...
ReplyDeleteHai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam