Sinopsis You Are My Hero Episode 15

Mi Ka ikut dalam tim kecilnya Dokter Shao ke Desa Xinguan, Ke Lei yang memimpin rombongan mereka. Setelah memastikan segalanya siap, mereka pun pergi.

Karena jalan rusak akibat longsor, timnya Ke Lei akhirnya meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki. Ke Lei dengan manisnya memberikan sebotol air yang sudah dia buka untuk Mi Ka.

Sesampainya di desa, Luo Ting langsung meminta semua warga untuk keluar rumah karena takutnya akan ada gempa susulan, sedangkan rumah mereka sudah jelas rapuh.

Mereka perlu tempat yang rata untuk membangun tenda pengungsian. Menurut Kepala Desa ada sebuah lapangan besar di dekat sebuah SD terdekat. Maka Ke Lei pun pergi ke sana untuk mengecek apakah keadaan di tempat itu layak atau tidak dijadikan tempat pengungsian.

Karena jika ada retakan horizontal di badan gunung, maka kemungkinan bisa terjadi longsor. Dan jika aliran air di atas gunung tiba-tiba berhenti mengalir, maka kemungkinan besar muncul retakan masuk ke dalam tanah.

Begitu tenda-tenda terpasang, Mi Ka dan para dokter lainnya memeriksa kondisi para korban dan memberikan sedikit makanan bagi mereka yang kelaparan.

Tim medis juga membawa tablet pemurnian air karena takutnya pasokan air mereka terkontaminasi. Karena pasokan makanan mereka terbatas, Ke Lei pun memerintahkan Luo Ting untuk mengeluarkan pasokan pangan mereka.

Pada saat yang bersamaan, Qing Xia baru selesai meliput berita saat tiba-tiba dia melihat Wen Bo yang mendapat kabar tentang adanya gempa susulan di Desa Linjia. Qing Xia pun langsung menyeret rekannya untuk menyusul Wen Bo.

Gempa susulan itu menyebabkan sebuah gedung sekolah hancur lebur padahal di sana ada beberapa warga yang mengungsi. Akibatnya, sekarang mereka banyak yang terjebak di reruntuhan bangunan.

Seorang petugas Damkar tiba-tiba mendengar suara seorang anak kecil yang terperangkap di reruntuhan bangunan. Semua orang langsung bergerak menyelamatkan anak kecil itu, termasuk Qing Xia.

Tapi saat mereka sedang sibuk, seorang wartawan lain malah seenaknya mewawancarai Wen Bo. Qing Xia sontak kesal menegur dan mengkritiknya. Tim SWAT dan Damkar saling bekerja sama mengangkat reruntuhan hingga mereka berhasil mengeluarkan anak itu. Dalam keadaan lemahnya, anak itu tetap tak lupa berterima kasih dengan sopan pada penyelamatnya.

Saat mereka membangun tenda pengungsian, Wen Bo diberitahu petugas Damkar bahwa di desa bawah masih banyak warga yang belum pergi dari desa mereka hanya karena rumah mereka tidak roboh.

Tapi karena takut terjadi gempa susulan, jadi mereka tetap harus dikeluarkan dari desa. Saat Wen Bo hendak pergi, Qing Xia mendadak menghadangnya.

Tapi dia tidak bicara macam-macam dan to the point minta izin secara formal untuk merekam video yang bertujuan memberitahu para warga sekitar agar sadar untuk keluar dari rumah-rumah mereka karena rumah-rumah mereka tidak kokoh dan sangat berbahaya. Dia jamin tidak akan mengganggu kerja tim penyelamat. Wen Bo mengizinkan.

Ada seorang nenek yang keukeuh menolak keluar rumah demi menunggu suaminya yang belum pulang. Apalagi suaminya punya penyakit dan ingatannya juga tidak baik, dia tidak bisa dihubungi juga karena lupa membawa ponselnya waktu pergi.

Wen Bo berusaha meyakinkan bahwa mereka akan menghubungi semua pos pengungsian untuk mencari suaminya, tapi Nenek terus keras kepala menolak keluar hanya karena rumahnya tidak roboh.

Melihat itu, Qing Xia langsung berusaha membantu dengan meminta Nenek untuk menunjukkan foto Kakek padanya, dia akan membantu merekam video pencarian orang lain agar semua tim penyelamat bisa membantu mencari Kakek.

Dia wartawan, dia bisa menyebarkan berita dengan cepat agar bisa dilihat banyak orang. Kalaupun Nenek terus di sini, belum tentu Kakek bisa pulang karena semua akses jalan sudah tertutup. Di luar ada banyak orang yang bisa membantu Nenek mencari Kakek.

Dan bujukannya akhirnya sukses. Tapi saat mereka hendak memapah Nenek keluar, tiba-tiba terjadi gempa susulan lagi yang kontan membuat Qing Xia terjatuh.

Wen Bo buru-buru mengeluarkan Nenek lalu bergegas menyelamatkan Qing Xia sebelum mereka kejauhan barang-barang. Untungnya gempa cepat berhenti, keduanya langsung kompak menanyakan kondisi satu sama lain.

Tapi Wen Bo masih punya banyak tugas, dia langsung menyerahkan Nenek pada Qing Xia, sementara dia sendiri harus pergi mencari korban.

"Shu Wen Bo! Berhati-hatilah." Ujar Qing Xia cemas. Wen Bo hanya memberinya anggukan kepala sebelum kemudian pergi.

Qing Xia lalu mewawancarai Nenek agar mereka bisa menyiarkan segala hal tentang Kakek. Nenek memberitahu ciri-ciri dan nama suaminya, dan bahwa suaminya menderita Alzheimer sejak enam tahun yang lalu.

"Aku berharap, kalau ada yang melihatnya. Bilang padanya, aku adalah istrinya, namaku Zhang Gui Hua. Aku sudah menyiapkan makanan. Suruh dia cepat pulang" Pinta Nenek saking cemasnya akan nasib suaminya.

Hari sudah mulai petang, tim SWAT masih berjaga, sementara para tenaga medis sudah beristirahat. Ke Lei diam-diam memberikan sebuah apel di samping tempat tidurnya Mi Ka.

Qing Xia sedang menyunting video rekaman wawancara Nenek. Biar tidak mengganggu para korban, jadi dia pakai headset. Tapi gara-gara itu pula dia jadi tidak mengetahui kedatangan Wen Bo yang datang membawakan biskuit untuknya, dan tidak mendengar Wen Bo memanggilnya.

Tapi Wen Bo tidak tahu kalau dia lagi pakai headset, dia jadi mengira kalau Qing Xia tidak menjawabnya karena Qing Xia masih marah padanya. Dia mengaku menyesal atas sikapnya waktu itu dan dia benar-benar merasa bersalah pada Qing Xia. Dia setulus hati meminta maaf dan memuji Qing Xia sebagai wartawan yang hebat.

Tapi tentu saja Qing Xia tidak dengar dan tidak menjawab. Wen Bo akhirnya memutuskan pergi... tepat saat Qing Xia baru selesai dan cuma sempat melihat punggungnya yang sudah pergi menjauh. Qing Xia jadi kesal mengira Wen Bo datang dan langsung pergi tanpa menyapanya.

Tapi rekannya Qing Xia memberitahu bahwa tadi dia melihat Wen Bo bicara panjang lebar padanya. Mungkin Wen Bo pergi karena mengira Qing Xia tidak menghiraukannya.

"Aku kan lagi pakai handsfree, aku tidak bisa mendengarnya."

Pagi-pagi sekali, timnya Ke Lei bersiap pergi ke desa lain. Sepertinya desa yang ini tidak mengalami dampak yang parah seperti desa-desa lain. Tapi di tengah jalan, tiba-tiba muncul seorang pemuda yang mencari bantuan tim medis karena di tempatnya ada yang terluka.

Tapi setibanya di tempat pasien, langsung tercium bau busuk yang menyengat. Si pasien terbaring lemah di kasurnya. Dokter Shao dengan cepat menggunakan sarung tangan sebelum kemudian mengecek keadaannya.

Pasien terkena infeksi cukup parah di kakinya. Si pemuda memberitahu bahwa si pasien terluka sejak dua hari yang lalu. Awalnya tidak terlihat parah, jadi dia hanya mengoleskan obat dan membalut lukanya.

Tapi mulai kemarin, si pasien demam dan berteriak kesakitan. Sklera matanya juga mulai menguning dan kemarin dia kencing darah. Pasien harus segera dioperasi sekarang juga.

Dokter Shao pun langsung memberi instruksi pada Mi Ka tentang bagaimana mereka akan melakukan operasinya dan obat-obatan yang perlu dipakai.

Karena pasien mengalami gas gangrene (infeksi yang terjadi karena bakteri), jadi Dokter Shao juga menginstruksikan agar semua perban yang pernah dipakai harus dibakar dan semua peralatan medis yang pernah dipakai untuk mengobati si pasien juga harus di-desinfeksi.

Tak lama kemudian, Mi Ka sudah mengenakan baju hamzat dan menatap Ke Lei sejenak, memberinya isyarat bahwa dia akan baik-baik saja, sebelum kemudian dia menutup pintu. Tim SWAT pun hanya bisa menunggu di depan.

Setelah operasi selesai, mereka membantu tim medis untuk membakar semua semua baju hamzat mereka. Ke Lei juga sudah menghubungi pusat komando untuk mengirim orang kemari.

Dokter Shao memberi instruksi pada si pemuda tentang cara-cara merawat si pasien dan apa-apa saja yang harus dia perhatikan. Mereka lalu pergi melanjutkan perjalanan.

Setibanya di Desa Xinguan, mereka diberitahu kepala desa bahwa banyak rumah mereka yang roboh, tapi untungnya saat itu banyak warga mereka yang berada di luar rumah untuk bercocok tanam sehingga banyak warga yang selamat.

Kepala desa lalu mengumpulkan semua orang di sini dan membuat tenda darurat. Tapi cuacanya mendung dan pengap, sepertinya mau hujan lagi.

Sementara itu di pusat komando, semua orang juga sedang membahas kemungkinan terjadinya hujan lebat dan banjir yang bisa menenggelamkan 6 enam desa... termasuk Desa Xinguan. Untuk meminimalisir kerugian, mereka menyarankan untuk melakukan pelepasan debit banjir.

Maka komandan mereka pun memerintahkan Komandan Hao untuk menghubungi tim penyelamat yang berada di sekitar desa-desa itu untuk membantu mengungsikan warga-warga di sana ke tempat yang aman.

Waktu pelepasan debit banjir harus dilakukan kurang dari jam 3 sore, maka Komandan Hao pun diperintah untuk menghubungi semua tim SWAT yang berada di enam desa untuk melakukan proses evakuasi secepatnya.

Pada saat yang bersamaan, Luo Ting juga sedang berusaha menghubungi pusat komando. Tapi karena pusat komando juga sedang menghubungi tim lain, dia jadi kesulitan.

Sementara itu, tim SWAT tiba-tiba datang membawa seorang pasien yang terluka parah gara-gara terjatuh di pegunungan dan perutnya terbentur. Dokter Shao tidak bisa merasakan napas dan denyut nadinya, maka mereka pun segera melakukan CPR.

Tapi mesin defibrilator-nya malah kehabisan baterei di saat seperti ini. Tapi kemudian Dokter Shao melihat ada mobil nganggur. Ke Lei pun bergegas membawanya ke sana untuk digunakan untuk menghidupkan defibrilator-nya... hingga akhirnya mereka berhasil mengembalikan denyut jantungnya.

Tapi tekanan darah pasien sangat rendah, ada pendarahan di rongga perutnya. Harus segera dioperasi sekarang juga, tapi klinik desa mereka sudah roboh.

Dokter Shao menanyakan golongan darah si pasien, kakak si pasien mengaku bahwa si pasien golongan darahnya B. Dokter Shao pun mengumumkan bahwa mereka membutuhkan transfusi darah golongan B.

Para warga yang bergolongan darah B langsung mengajukan diri mereka sebagai donor, bahkan Mi Ka dan Ke Lei juga langsung berlomba mengajukan diri karena mereka juga sama-sama golongan darah B.

Maka Dokter Shao langsung memerintahkan mereka untuk segera mencocokkan golongan darah. Seorang dokter protes tak setuju untuk operasi di sini karena tempatnya yang kotor dan mungkin bisa menyebabkan infeksi. Tapi Dokter Shao bersikeras akan bertanggung jawab sendiri jika terjadi apa-apa, menghentikan pendarahan korban adalah yang paling penting sekarang.

Sementara tim medis mulai bersiap dengan operasinya, pusat komando akhirnya baru bisa menghubungi timnya Ke Lei. Luo Ting pun bergegas mengabarkan informasi pelepasan debit banjir itu pada Ke Lei, mereka harus melakukan evakuasi dalam kurun waktu kurang dari 3 jam.

Ke Lei langsung meminta Dokter Shao untuk pergi sekarang juga. Tapi Dokter Shao menolak, operasinya harus dilakukan sekarang juga atau pasien akan mati. Lagipula mereka masih ada waktu 3 jam. Dokter Shao meyakinkan bahwa dia akan menyelesaikan operasinya dalam kurun waktu dua setengah jam.

Ke Lei tidak setuju karena perlu waktu satu jam untuk keluar dari area pelepasan debit banjir. Mereka tidak akan sempat. Tapi Dokter Shao ngotot dan menyuruh Ke Lei untuk membawa yang lain pergi duluan, yang perlu membantunya operasi harus tetap di sini.

"Kau membawa dia dalam waktu setengah jam, tidak akan bisa keluar."

"Aku dokter. Tanggung jawabku adalah menolong orang!"

"Aku polisi. Tanggung jawabku adalah membawa kalian keluar!"

"Jika membawanya sekarang, dia pasti akan mati!"

"Kau tidak bisa demi dia seorang, membahayakan nyawa semua orang, kan?"

Menyerah, Dokter Shao akhirnya berjanji akan menyelesaikan operasinya dalam waktu satu setengah jam. Ke Lei pun akhirnya setuju lalu menyuruh Luo Ting untuk mengevakuasi yang lain dulu dan menghubungi pusat komando untuk meminta penundaan pelepasan debit banjir. Sementara Li Nian dia suruh menemaninya di sini, menunggu operasinya selesai.

Qing Xia duduk di samping Wen Bo di mobil pickup, tiba-tiba hujan turun dan Wen Bo dengan manisnya menggunakan jaketnya untuk memayungi mereka berdua yang jelas saja membuat Qing Xia terpesona padanya. (Nih orang nggak jelas amat, habis menjatuhkan Qing Xia, sekarang malah ngasih harapan. Dasar Wen Bo plin-plan!)

Petugas di pusat komando melaporkan bahwa operasinya Dokter Shao belum selesai dan meminta dilakukan penundaan pelepasan debit banjir. Sayangnya tidak bisa karena area hujan terus meluas, kecepakatan peningkatan permukaan air lebih cepat dari perkiraan mereka. Takutnya pelepasan debit banjir malah harus dipercepat.

Maka Komandan Hao memerintahkan timnya Ke Lei untuk segera melakukan evakuasi secepatnya. Dan untungnya operasi akhirnya selesai saat itu juga. Mereka pun bergegas membawa pasien dan para tenaga medis ke pickup yang sudah mereka sediakan lalu pergi meninggalkan desa itu tepat waktu sebelum pelepasan debit banjir dimulai.

Setibanya di pos pengungsian Kota Nanyang, Mi Ka melihat Ke Lei baru selesai bicara dengan seseorang. Sepertinya dia ada tugas baru lagi sekarang.

"Penambang di Tambang Pingxiang sudah lama terperangkap. Aku bersiap membawa orang untuk pergi melihatnya." Ujar Ke Lei.

Tepat saat itu juga, Dokter Shao baru selesai memeriksa beberapa korban yang cukup parah. Dia memberitahu Mi Ka bahwa orang-orang itu harus segera dibawa ke kamp medis.

Tapi Mi Ka ingin bersama Ke Lei dan langsung memanfaatkan misi penyelamatan para penambang itu sebagai alasan agar dia bisa ikut Ke Lei sebagai relawan medis. Untungnya Dokter Shao menyetujuinya.

Setibanya di kamp, Qing Xia ingin membahas saat Wen Bo datang memberikan biskuit padanya malam itu. Tapi bahkan sebelum dia sempat mengatakan apapun, tiba-tiba Wen Bo mendapat kabar bahwa suami si nenek sudah ditemukan di pos pengungsian Desa Mingyue.

Mereka pun bergegas pergi ke sana untuk mempertemukan Nenek dan suaminya. Nenek sontak menangis penuh haru saat akhirnya mereka bersatu kembali. Kakek yang sudah pikun, benar-benar seperti bocah yang manja istrinya. Tapi mereka benar-benar pasutri yang manis dan saling mencintai, membuat Qing Xia iri pada mereka.

"Bergandengan tangan seperti ini. Pelan-pelan menua bersama, sungguh bagus." Komentar Qing Xia sambil menatap Wen Bo penuh harap, tapi Wen Bo hanya tersenyum canggung.

Mereka lalu mengantarkan Kakek-Nenek kembali. Tapi Wen Bo masih harus melapor ke pusat komando, jadi dia menyerahkan mereka ke Qing Xia.

Di kamp medis, Ke Yao menemui Dokter Shao yang baru kembali. Seorang rekan dokternya sakit, tapi Dokter Shao sendiri sepertinya masuk angin. Maka Ke Yao langsung membuatkan obat flu untuknya.

Tapi bahkan sebelum dia sempat meminum obatnya, Chen Tao mendadak muncul memanggilnya karena ada pasien darurat. Dokter Shao pun pergi meninggalkan Ke Yao lagi.

Qing Xia mulai melunak lagi pada Wen Bo sekarang. Dia bahkan membuatkan teh jahe untuk Wen Bo yang tadi kehujanan lalu dengan riang berceloteh tentang kemesraan Kakek dan Nenek tadi.

Biarpun Kakek sudah pikun dan lupa segalanya, tapi dia masih mengingat satu-satunya orang paling penting dalam hidupnya, istrinya.

Mengalihkan topik, Qing Xia mulai membahas masalah malam itu, saat Wen Bo memberikan biskuit padanya. Apa yang Wen Bo katakan waktu itu? Dia tidak dengar apa-apa soalnya waktu itu dia pakai headset untuk menyunting video. Waktu dia melihat Wen Bo, Wen Bo malah sudah pergi.

"Oh jadi begitu. Aku mencarimu untuk minta maaf. Kukira kau sengaja tidak mengindahkanku gara-gara marah."

"Lalu kau pergi begitu saja?"

"Kalau tidak?"

"Permintaan maafmu ini terlalu tidak tulus. Begini saja. Aku akan memberimu satu kesempatan lagi. Ulangi lagi."

"Ruan Qing Xia, aku terlalu subjektif sebelumnya, salah paham padamu. Tetapi melalui penyelamatan kali ini, aku menyadari kemampuanmu ternyata tidak abal-abal. Aku agak merasa bersalah dan malu. Aku dengan tulus meminta maaf padamu hari ini. Maaf."

"Aku terima permintaan maafmu."

Bersambung ke episode 16

Post a Comment

2 Comments

Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam