Sinopsis Perfect and Casual Episode 1

Sepasang pengantin berjalan bersama di altar saat si pengantin wanita memperkenalkan dirinya pada kita. Namanya Yun Shu, umurnya baru 22 tahun.


Pria tampan di sampingnya ini adalah suaminya... sekaligus dosennya. Dosen yang menunda tesisnya dan mengambil rumahnya. Mereka menjadi kekasih setelah tiga hari bertemu. Lalu sebulan kemudian, yaitu sekarang, mereka menikah. Tapi...

"Pernikahan ini sebenarnya cuma akting. Kau kira ini menipu perasaan? Sebenarnya kisah di antara kami, jauh lebih rumit dari ini."

Tapi biarpun pernikahan ini cuma akting, Yun Shu jelas tidak berakting saat dia duluan yang agresif mencium pengantin prianya. Pfft! Bagaimana kisah mereka bermula?... Mari kita kembali ke masa beberapa waktu sebelumnya.

Flashback.

Hari itu, Yun Shu dan suami masa depannya - Zhang Si Nian, tak sengaja bertemu di sebuah coffee shop saat Yun Shu tak sengaja menjatuhkan kopi panasnya dan oleng tepat ke arah Si Nian yang berdiri di belakangnya dan tak sengaja menginjak kakinya.

Yun Shu langsung terpesona pada pandangan pertama. Tapi Si Nian tidak terpengaruh sedikitpun dan langsung mendorongnya menjauh dengan lembut. Dengan manisnya dia menasehati Si Nian untuk berhati-hati lalu mengambil selembar tisu.

Yun Shu langsung tersipu malu bin kepedean mengira Si Nian mengambilkan tisu itu untuknya... saat tiba-tiba saja Si Nian menunduk lalu menggunakan tisu itu untuk mengelap sepatunya sendiri. Pfft! Ternyata dia tidak semanis itu.

Yun Shu jelas kesal melihat itu. Apalagi Si Nian sekarang malah mengkritikinya karena dia kelamaan memesan kopinya selama 5 menit 23 detik (detil amat nih pak dosen). Lalu apakah dia sudah selesai dengan urusan pesan kopinya?

"Sudah selesai, silahkan." Kesal Yun Shu.

Maka Si Nian pun menyerahkan selembar catatan yang berisi tentang segala detil tentang pesanan latte yang diinginkannya. Bahkan saat si barista mengeluhkan catatannya yang terlalu detil itu, Si Nian langsung memutuskan untuk membuatnya sendiri dengan sedetil-detilnya.

Mulai dari suhu air yang harus tepat 90 derajat celcius, tekanan uap air yang harus diatur sedemikian rupa, sudut kemiringan gelas saat mengaduk kopinya, hingga kecepatan dan arah putaran saat menuang susu instannya. (Buat kopi aja ribet amat, Pak Dosen. Wkwkwk!)

Dan bahkan setelah dia selesai membuat kopinya sesuai keinginannya sendiri, tiba-tiba dia menolak meminum kopi itu karena setelah dia mengendus bau susunya, dia baru sadar kalau itu susu murni. Dia tidak bisa minum susu murni karena dia alergi laktosa.

Yun Shu yang sedari tadi menyaksikan segalanya dengan sinis, akhirnya meminta kopi itu untuk diberikan padanya saja sambil menyindir Si Nian dan segala keribetannya.

Usai dari coffee shop, Si Nian masuk kuliah, kelas Matematika. Namun yang tak disangkanya, dosennya ternyata adalah Si Nian yang datang tepat waktu jam 9 pas.

Yun Shu shock melihatnya. Si Nian dengan serius menetapkan segala aturan kelasnya, padahal kebanyakan mahasiswi lebih fokus mengagumi wajah tampannya dan diam-diam memotretinya.

Berdasarkan gosipan para mahasiswi, ternyata Si Nian adalah seorang jenius. Pada umur 14 tahun, dia meraih medali emas dalam olimpiade matematika nasional. Umur 18 tahun masuk Institut Teknologi Massachusetts Amerika. Hanya dalam waktu 4 tahun 3 bulan, sudah mendapat gelar PhD. Dan sekarang, di umurnya yang baru 28 tahun, dia sudah menjadi wakil professor.

Si Nian sudah serius mengajar, tapi Yun Shu malah chattingan sama seorang temannya yang penasaran sama dosen barunya Si Nian yang katanya ganteng itu dan menuntut Si Nian untuk memperlihatkan fotonya si dosen ganteng.

Tapi alih-alih memotret Si Nian secara diam-diam seperti mahasiswi lain, Yun Shu malah menghabiskan waktu menggambar kartun. Dan perbuatannya itu dengan cepat ketahuan oleh mata tajamnya Si Nian yang langsung menyita buku gambarnya.

Tapi alih-alih marah, Si Nian malah mengomentari segala kesalahan gambarnya Yun Shu yang tidak sesuai detil dirinya dan menyarankannya untuk menggambarnya dengan lebih dan akurat. Yun Shu jelas malu jadi tontonan satu kelas.

Saat Yun Shu menceritakan hal ini pada temannya, Gao Zhi Yi, Zhi Yi bukannya bersimpati pada Yun Shu, malah terkagum-kagum sama Si Nian. Dia bahkan meminta Yun Shu untuk mengajaknya ke kelasnya Si Nian lain kali.

Yun Shu kesal. Zhi Yi tidak boleh menggilai tuh cowok. Tuh cowok sudah mempermalukannya di hadapan satu kelas.

"Tapi, dia kan dosenmu. Masa depanmu mungkin dalam bahaya."

"Kenapa aku dalam bahaya? Sidang tesisku tinggal seminggu lagi. Setelah itu, aku akan mencari pekerjaan yang stabil. Punya rumah sendiri dan semua dindingnya dipenuhi papan gambarku. Di sana, aku akan bersenang-senang dan berguling-guling."

Ngomong-ngomong tentang pekerjaan, besok Yun Shu ada interview, jadi bolehkah dia pinjam 2 setelan baju? Teman yang baik, Zhi Yi menyetujuinya dengan senang hati.

Tapi saat interview keesokan harinya dan dia ditanya apa keahlian lain yang dimilikinya, Yun Shu hanya bisa menjawab bahwa dia ahli menggambar komik. Dan jelas saja jawabannya itu gagal total.

Yun Shu stres, kenapa mencari pekerjaan begitu sulit. Tapi saat dia tengah merenung frustasi di toilet, tak sengaja dia bertemu dengan seorang wanita yang sedang frustasi gara-gara kemeja putihnya kotor.

Dia ingin membersihkannya dengan air, tapi Yun Shu langsung bisa menilai kalau noda itu tidak bisa dibersihkan dengan cara itu dan menawarkan solusi lain.

Tak lama kemudian, Yun Shu menyelesaikan masalah wanita itu dengan cara  menggambar wajah kartun wanita itu untuk menutupi nodanya. Wanita itu kontan terkagum-kagum dengan keahlian menggambarnya Yun Shu dan penasaran menanyakan nama Yun Shu.

Yang tak disangkanya, wanita itu ternyata seorang direktur perusahaan. Bahkan saat dia hendak pergi tak lama kemudian, pewawancara yang menggagalkannya tadi, mendadak menyusulnya dan memberitahu bahwa mereka memutuskan untuk merekrut Yun Shu berdasarkan rekomendasi direktur mereka itu.

Malam harinya, Yun Shu ditelepon kakaknya saat ini sedang bekerja di luar negeri. Kakak menyuruhnya untuk pergi ke bank besok untuk mengurus uang warisan mendiang orang tua mereka dan mendepositokannya. Yun Shu yang tidak mengerti apa-apa tentang masalah finansial, berusaha menolak tapi Kakak malah mengomelinya panjang lebar. Yun Shu akhirnya menyerah dan menurutinya.

Kebetulan saat dia sedang mendengarkan penjelasan pegawai bank, dia malah melihat Si Nian ada di meja sebelah. Yun Shu jadi tidak fokus mendengarkan si pegawai bank gara-gara berusaha menyembunyikan wajahnya dari Si Nian.

Padahal Si Nian sudah melihatnya sejak awal, malah dia yang lebih fokus mendengarkan segala ocehan si pegawai bank dan langsung membantu Yun Shu memilihkan produk finansial yang paling bagus untuknya. Tapi dia mengucapkannya dengan cara menyindir tingkat kecerdasan Yun Shu lalu pergi begitu saja.

Dalam catatannya, Shi Nian menyarankan Yun Shu untuk investasi real estate saja. Dan Yun Shu langsung menurutinya tanpa pikir panjang dan langsung menemui sepupunya yang bekerja jadi konsultan properti.

Mereka langsung to the point membicarakan bisnis dan si sepupu menunjukkan gambar sebuah rumah yang dia klaim sangat cocok untuk Yun Shu.

Yun Shu awalnya ragu mengingat harganya yang terlalu mahal. Tapi si sepupu meyakinkannya untuk membeli rumah ini karena itulah cita-cita mendiang orang tua Yun Shu.

Saat Yun Shu masih kecil dulu, mereka sekeluarga hanya bisa tinggal di gedung apartemen tua dan kecil. Lebih parahnya lagi, Ayah sering diomeli pemilik gedung gara-gara Yun Shu yang hobi menggambar di seluruh tembok.

Tapi Ayah tidak pernah marah pada Yun Shu. Bahkan dengan manisnya ia meyakinkan Yun Shu bahwa suatu hari nanti mereka akan memiliki rumah mereka sendiri yang luas dan bisa mereka gambar sesuka hati.

Si sepupu meyakinkan Yun Shu bahwa investasi dalam bidang real estate adalah investasi paling stabil, dia tidak akan rugi menginvestasikan uang warisan orang tuanya.

Yun Shu terpengaruh dengan mudah dan jadilah dia setuju untuk membeli rumah itu, bahkan tanpa melihat rumah aslinya lebih dulu. Dia bahkan langsung menunjukkan gambar rumah yang dia dapat dari sepupunya itu pada teman-temannya dan kontan membuat kedua temannya iri padanya.

Dia bahkan mengajak mereka minum-minum padahal besok dia sidang skripsi. Zhi Yi sebenarnya cemas, takut Yun Shu besok ketiduran dan terlambat. Tapi Yun Shu santai-santai saja dan meyakinkan Zhi Yi kalau dia akan pasang alarm. Dia pasti akan bangun tepat waktu dan lulus.

Di tempat lain, Shi Nian tampak sedang membrowsing tentang kanker limpa lalu menelepon sebuah rumah sakit di Jepang untuk berkonsultasi tentang pengobatan penyakit itu. (Hmm, diakah yang sakit?)

Tapi keesokan harinya, Yun Shu mendadak ditelepon sepupunya yang mendeesaknya untuk segera datang untuk teken kontrak rumah dan bayar DP hari ini juga. Si sepupu beralasan bahwa banyak orang yang juga menginginkan rumah itu.

Yun Shu jadi panik dan langsung bergegas menemui si sepupu alih-alih bersiap untuk sidang tesisnya. Dan jelas saja Yun Shu jadi terlambat sidang tesis gara-gara itu

Dia bahkan tak sengaja menubruk Shi Nian yang saat itu sedang keluar untuk menerima telepon penting, sepertinya berhubungan dengan informasi penyakitnya.

Yun Shu baru mau memulai presentasinya saat Shi Nian kembali. Tapi Shi Nian mendadak menyelanya dan langsung menyatakannya gugur hanya gara-gara Yun Shu terlambat 5 menit 57 detik. Dia sudah melanggar aturan universitas, jadi tesisnya di-diskualifikasi.

Dia bahkan berceramah panjang lebar tentang teori ilmu statistik dan mengaitkannya dengan keterlambatan Yun Shu. Kesal tapi tak bisa lagi melawannya, Yun Shu terang-terangan mengkritik sikap angkuh Shi Nian, menyatakan kalau Shi Nian adalah dosen paling angkuh yang pernah ditemuinya.

Tapi Shi Nian lagi-lagi menyerangnya dengan kejam, dengan mengingatkan Yun Shu bahwa jika Yun Shu ingin membandingkannya dengan dosen lain, maka seharusnya dia sudah pernah bertemu dengan semua dosen di seluruh dunia. Apakah Yun Shu bahkan sudah pernah bertemu semua dosen di dunia ini? Yun Shu akhirnya terpaksa pergi sambil mengepalkan tangan erat-erat.

Gara-gara masalah ini, Yun Shu jadi tidak bisa punya ijazah untuk pekerjaannya padahal aturan perusahaan mengharuskannya punya ijazah. Dia mencoba bicara dengan pegawai di sana, tapi percuma, aturan tetap harus ditaati.

Yun Shu sontak menangis dalam pelukan Zhi Yi. Berusaha menghiburnya, Zhi Yi mengingatkan bahwa Yun Shu setidaknya masih punya rumah barunya. Jadi mending sekarang dia istirahat di rumah barunya, isi ulang tenaga selama satu tahun dan sukseskan sidang tesisnya tahun depan.

Semangat Yun Shu akhirnya kembali meningkat berkat dukungan mereka. Dia langsung pergi ke rumah barunya dengan hati riang. Apalagi kompleks apartemen itu memang benr-benar bagus sesuai klaimnya si sepupu.

Dia menemukan unit apartemennya dengan mudah. Rumahnya benar-benar bagus dan bersih. Bahkan furniturnya sudah lengkap. Wow! Sempurna banget.

Yun Shu senang banget mendapat rumah sebagus ini. Dia langsung membuat rekaman memamerkan rumah barunya itu untuk dia kirim ke kakaknya. Tapi anehnya, saat dia masuk ke kamar, dia malah mendapati kamar itu penuh dengan buku-buku dan piagam. Hah? Aneh banget. Salah rumah kali.


Lalu tiba-tiba saja pintu kamar mandi terbuka... dan Shi Nian mendadak muncul dari dalamnya dengan hanya mengenakan selembar handuk. Dan jelas saja kedua orang itu langsung melongo shock melihat satu sama lain di sana.

Parahnya lagi, Yun Shu saking shocknya, dia sampai tidak sadar kalau dia masih menyalakan kameranya dan secara tak sadar pula dia memotret Shi Nian yang jelas saja langsung membuat Shi Nian salah paham hingga dia langsung menangkap Yun Shu dan menyudutkannya ke rak buku, dan membuat Yun Shu jadi gugup.

"Bagaimana kau bisa masuk?" Tanya Shi Nian.

"Ini rumah saya."

Shi Nian bingung. "Rumahmu?"

Epilog:

Seminggu yang lalu, Shi Nian mendapat kabar dari dokter tentang hasil tes yang menyatakan bahwa (entah dia atau siapa) menderita Limfoma Stadium IV, dan waktunya mungkin hanya tinggal setahun.

Shi Nian jadi sedih mendengarnya. Tapi dokter berusaha meyakinkannya untuk tetap optimis. Ilmu medis sekarang sudah semakin maju, mereka pasti bisa menemukan perawatan yang relevan.

Sedih, Shi Nian akhirnya memutuskan menghibur diri dengan menonton bioskop tengah malam. Penjaga tiket bioskop meyakinkannya bahwa hanya dia seorang penontonnya, yang itu artinya dia tidak perlu pilih kursi.

Dia bisa duduk di mana pun yang dia inginkan. Tapi Shi Nian ngotot untuk untuk pilih kursi sambil berceramah panjang lebar tentang masalah sudut pandang dari berbagai sisi. Si penjaga tiket males banget mendengar ocehannya dan dengan cepat menyelanya dengan menyodorkan tiket dan menawarkan popcorn. Tapi Shi Nian belum selesai dan masih minta tisu sama dia.

Jadilah Shi Nian menonton film bisu Chalir Chaplin sendirian di bioskop kosong itu, tapi dia tidak benar-benar menonton. Ini cuma alasan agar dia bisa menangis sendirian.

Tapi tiba-tiba dia malah mendengar suara hp berbunyi... Lalu muncullah Yun Shu yang ternyata sedang molor di barisan kursi belakang gara-gara mabuk.

Saat dia hendak pergi, dia malah bingung karena tak bisa menemukan sepatunya. Shu Nian-lah yang menemukan sepatunya dan langsung melemparnya padanya. Hmm, sepertinya waktu itu mereka belum saling mengenal.

Bersambung ke episode 2

Post a Comment

0 Comments