Sementara itu di Thailand, Prin diberitahu sekretarisnya bahwa pak presdir memanggil semua dewan direksi untuk meeting... termasuk Khun Chanathip.
Prin bekerja di Sirimantra Group, perusahaan saingan Emperor Group (perusahaan keluarganya Mitra). Sedangkan Chanathip adalah anaknya pak presdir yang hobinya balapan mobil dan tidak ada serius-seriusnya dengan perusahaan keluarganya sendiri.
Padahal semua orang sudah menunggu, tapi Chanatip masih juga belum muncul-muncul. Istrinya Pak Presdir tampak jelas tidak menyukai Prin entah kenapa.
Saat akhirnya Chanatip datang, dia santai saja datang dengan masih mengenakan baju balapannya dan tidak peduli sedikitpun saat pak presdir mengomelinya.
Istrinya tidak terima anaknya diomeli. Sekeluarga itu hampir saja bertengkar kalau saja Prin tidak segera menengahi dan usul agar rapatnya dimulai sekarang.
Rapat pun dimulai, Prin mulai mengusulkan agar mereka membuat perencanaan anggaran yang baik untuk lelang sebuah proyek besar supaya mereka bisa mengalahkan saingan mereka, terutama Emperor Group.
Pak presdir langsung setuju dengan antusias, ia ingin sekali membuat saingannya itu tidak bisa lagi bertahan di industri ini. Apalagi Emperor Group sekarang sedang lemah. Pak presdir janji akan memberi Prin hadiah jika dia bisa mengalahkan mereka.
Istrinya tak senang mendengar pak presdir memberikan proyek itu pada Prin seorang dan langsung mengingatkan bahwa mereka semua harus saling bekerja sama karena mereka satu tim. Selain itu, dia mempercayakan banyak proyek pada Chanathip. Lebih baik memiliki banyak orang cakap dalam perusahaan. Dia harap Prin tidak keberatan.
"Bukankah lebih bagus begini, Bu? Orang kesayangan ayah, Khun Pari seorang bisa menghasilkan banyak keuntungan bagi perusahaan." Sinis Chanathip.
"Tidak bisa, nak. Karena bagaimanapun, kau adalah pemilik Sirimantra yang sebenarnya. Kau ingin membiarkan orang lain merebutnya? Itu tidak bagus" Sindir si nyonya sambil melirik Prin dengan kejam.
Tapi Prin tak gentar sedikitpun, bahkan dengan sopan berkata bahwa dia akan membantu Chanatihip agar Chanathip bisa memahami tugas-tugasnya dengan baik.
Bibi benar-benar prihatin melihat Mitra dan dengan lembut membujuknya untuk mengatakan apa yang sebenarnya masalahnya sampai-sampai dia menyakiti dirinya sendiri seperti ini.
"Aku hamil, Bibi Waew." Isak Mitra.
Bibi Kaget mendengarnya, dia hamil sama siapa? Tapi tentu saja Mitra tidak bisa menjawabnya karena dia sendiri tidak tahu. Saat dia terbangun, sudah ada seorang pria yang tidur di sampingnya.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku mau mati saja. Aku tidak mau bertemu siapapun. Aku tidak mau hidup! Aku tidak mau melihat wajah siapapun."
"Mitra, Mitra. Sadarlah, nak. Segalanya sudah terlanjur terjadi. Bibi percaya bahwa ini bukan kesalahanmu. Bibi tahu kau bukan jenis orang yang akan melakukan hal-hal semacam itu."
Bibi menyarankannya untuk melapor polisi saja dan penjarakan siapapun yang melakukan hal itu padanya. Tapi Mitra menolak karena jika dia melapor ke polisi, maka ayah dan ibunya akan tahu, mereka pasti akan sedih. Mitra tidak mau kedua orang tuanya sedih.
"Jadi, tak ada seorangpun yang mengetahui masalah ini selain aku?" Heran Bibi.
"Aku tidak berani memberitahu siapapun. Itu hal yang sangat buruk bagiku. Aku merasa sangat kotor. Menjijikkan. Aku benci diriku sendiri, Bibi Waew! Aku benci diriku sendiri!"
Mitra sontak histeris menyakiti dirinya sendiri sampai-sampai Bibi Waew harus menghentikannya dengan memeluknya erat dan membiarkan Mitra menangis dalam pelukannya
.
Seusai rapat, Prin menasehati Chanathip untuk lebih berusaha dalam membantu peruahaan, karena Khun Chatchai (Pak Presdir) menaruh harapan besar pada Chanathip.
Chanathip tidak terima. Ini masalah antara ayah dan anak, Prin cuma seorang pegawai, jadi jangan ikut campur apalagi menguliahinya. Lebih baik Prin lakukan saja tugasnya dengan baik.
"Aku juga tidak ingin menyia-nyiakan waktuku untuk orang-orang sepertimu. Tapi kebetulan saja kelemahanmu adalah tanggung jawab terbesarku. Dan itulah tugas pertama yang diberikan Khun Chatchai padaku. Kita harus bekerja bersama. Sinis Prin lalu pergi.
Prin benar. Chatchai ternag-terangan menyuruh Prin untuk membantu Chanathip yang tidak bisa apa-apa. Prin langsung sinis mendengarnya. Dia tahu kalau dia sini hanya untuk membantu Chatchai, membuat Sirimantra menjadi kuat dan membuat Chanathip menjadi kuat juga.
"Tidak usah memedulikan ucapan Nanthawan (istrinya) dalam rapat tadi. Perusahaan ini milik Ayah..." (Hah? Ayah?)
Ah, jadi Prin ini anak haramnya Chatchai, pantesan si nyonya dan Chanathip benci banget sama dia dan menuduhnya mau merebut perusahaan.
Prin sinis berkata bahwa ucapan Nanthawan ada benarnya, tapi dia di sini bukan untuk merebut perusahaan ini dari siapapun. Dia datang hanya untuk bekerja.
"Jika sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, saya permisi."
"Aku sudah bilang padamu. Jika kau bisa membuat Chanathip secakap dirimu atau setengah darimu. Aku akan memberimu hadiah besar."
"Tidak perlu memberiku hadiah. Cukup beri perhatian lebih pada ibuku daripada apa yang kau lakukan sekarang. Itu saja cukup."
Sepertinya ibunya Prin cinta banget sama Chatchai. Ia bahkan langsung protes tak senang saat mendengar Prin menyebut ayahnya dengan panggilan formal.
"Lebih bagus memanggilnya seperti ini, Bu. Dia juga tidak mau ada orang yang tahu kalau dia sebenarnya ayahku."
"Ayahmu punya alasan."
"Alasan yang membuatnya dia harus menjauhkan ibu adalah karena dia tidak mau orang tahu bahwa ibu juga salah satu istrinya. Bu, bagaimana bisa Ibu bertahan hidup tak dianggap seperti ini? Aku tidak pernah melihat Ibu bahagia."
Ibu menyangkal. Dia sangat bahagia, dia tahu bahwa Ayah melakukan segalanya demi mereka. Ayah menyayangi Prin, makanya Ayah meminta Prin untuk membantunya di perusahaan agar mereka bisa dekat.
"Dia hanya ingin aku membantu putra kesayangannya. Itu saja."
Ibu langsung terdiam sedih mendengarnya. Prin jadi merasa bersalah, maaf, dia hanya agak moody hari ini. Dia cepat-cepat mengalihkan topik, menanyakan kegiatan Ibu hari ini. Apa Ibu tidak akan ke mana-mana.
Ibu mengaku bahwa ia mau pergi ke rumah Bibi Waew (Eh, mereka saling kenal?). Ibu dengar Bibi Waew kedatangan seorang keponakan yang datang dari Thailand untuk melanjutkan studi, makanya Ibu mau ke sana menemuinya.
Tak lama kemudian, Bibi Waew memperkenalkan Ibunya Prin pada Mitra, mereka adalah teman sekaligus tetangga. Ibu langsung suka melihatnya. Ia juga membawakan kue sebagai hadiah sambutan untuk Mitra. Mitra menerimanya dengan sopan, tapi dengan cepat dia pamit dan masuk kamarnya.
Prin tengah termenung sedih di bar saat Gun datang. Ternyata Gun tahu tentang kejadian waktu itu dan dia bisa menduga kalau Prin masih memikirkan wanita itu.
"Jika aku bertemu dengannya sekali lagi, aku ingin meminta maaf padanya."
"Kurasa akan sulit bagimu bertemu dengan wanita itu lagi. Bagaimanapun, kau harus move on."
Suatu hari, ayahnya Mitra menelepon putrinya. Beliau kangen karena Mitra tidak pernah menelepon belakangan ini. Mitra dengan canggung beralasan bahwa dia hanya agak sibuk karena sebentar lagi waktunya ujian.
"Tolong sampaikan pada Ibu bahwa aku merindukannya." Ujar Mitra sedih.
"Jangan belajar tanpa istirahat, nak. Ayah khawatir."
Mitra hampir saja mau mengatakan sesuatu, tapi tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kantornya Ayah sehingga terpaksa beliau mengakhiri panggilannya.
Mitra sedih menatap kandungannya yang sekarang semakin membesar. "Aku ingin bilang, maafkan aku."
Bersambung ke part 3
0 Comments
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam