Orn hampir menangis begitu kembali ke mejanya, takut Tee salah paham dengan mereka berdua. Tapi melihat Tee masih bercanda tawa dengan Beauty, Jade mereka kalau Tee tidak peduli.
Orn jadi tambah sedih mendengarnya. Tak enak, Jade menawarkan saputangannya dan meminta Orn untuk menghapus air matanya sebelum Maminya kembali. Orn menolak saputangannya, bersikeras memakai tisunya sendiri.
Tee gelisah sepanjang perjalanan. Dia mengklaim kalau dia cuma masih pusing gara-gara aroma di spa tadi. Beauty jelas tak percaya, dia pusing atau takut akan pacarnya?
Perlukah dia menjelaskan pada Pacarnya Tee itu kalau di antara mereka tidak ada apa-apa? Soalnya Orn kelihatan sedih banget waktu melihat Tee bersama dirinya.
"Hei! Apa kau tidak merasa kalau kau itu sangat narsis?"
"Aku sudah sering menghadapi situasi seperti ini. Bisa dibilang, aku sudah muak. Katakan pada pacarmu itu kalau kau bukan tipeku sama sekali. Aku tidak tertarik padamu."
"Kurasa aku tidak perlu memberitahunya. Karena kau juga bukan tipeku."
Apa Beauty sudah selesai dengan balas dendamnya? Dia mau ke mana lagi sekarang? Kesal, Beauty tidak mood lagi ke mana-mana, dia mau pulang saja. Tapi dia memperingatkan kalau janjinya Tee adalah seharian penuh, jadi dia masih berhutang setengah hari.
Orn pulang dengan wajah sedih. Papa dan Mami cemas melihatnya, ada apa dengan Orn? Orn mengaku kalau tadi dia melihat Tee makan siang bersama Beauty dan mereka kelihatan sangat dekat.
"P'Tee bahkan tertawa. Dia tidak pernah tertawa saat bersamaku."
Mami jelas kesal, tidak terima Tee jalan dengan wanita lain dan sampai sekarang malah belum minta maaf pada Orn. Mami akan memihak Jade saja sekarang. Papa juga tak senang.
Di rumahnya, Tee bersiul-siul untuk memanggil burung Beauty. Tapi tentu saja si burung tidak datang. Saat Nee menghampirinya tak lama kemudian, ia mengaku ditelepon Papanya Orn perihal kejadian di restoran tadi.
Untungnya Ayahnya Tee memberitahu Papanya Orn kalau Beauty cuma sedang training dengan Tee. Tapi lain kali, Tee harus berhati-hati. Jangan biarkan Orn cemas, dia orang yang sensitif.
Di kantornya, Jade sedang mempelajari profilnya Beauty. Tapi dia heran memikirkan kejadian siang tadi, kenapa Beauty dan Teepob akrab sekali? Jangan-jangan ketiga orang itu terlibat cinta segitiga?
Orn sendiri masih galau memikirkan ekspresi Tee yang tampak begitu bahagia bersama Beauty tadi. Padahal Tee tidak pernah tersenyum seperti itu padanya. Tapi alih-alih mencemaskan kedua orang itu, Orn malah cemas kalau Tee seperti itu karena cemburu padanya dan Jade?
Tepat saat itu juga, sebuah nomor tak dikenal meneleponnya. Pastinya, Jade lah yang meneleponnya. Orn sontak protes, dari mana Jade mendapatkan nomor teleponnya?
"Aku cuma ingin tahu apakah kau sudah berhenti menangis?"
"Aku menangis atau tidak, itu bukan urusanmu."
"Tentu saja. Karena kau takut kalau pacarmu akan salah paham tentang kita atau kau mau aku meneleponnya untuk menjelaskan?"
"Jangan ganggu aku! Jangan menelepon aku lagi dan jangan dekat-dekat aku lagi! Ngerti, nggak?!"
"Cepatlah kuasai dirimu karena aku tidak mau melihatmu menangis seperti bayi lagi." Ejek Jade sebelum menutup teleponnya.
Seua lagi asyik menikmati belaian tuannya saat ponselnya Tee berbunyi. "Siapa sih menelepon? Merusak moodku saja!"
Orn yang menelepon. Cemas kalau-kalau Tee salah paham padanya dan Jade, dia meyakinkan Tee kalau dia tidak berduaan saja dengan Jade tadi, mereka makan siang bersama Mami juga. Jade cuma mengajarinya main golf atas permintaan Papa.
"Tidak apa-apa. Aku mengerti kok."
"Dan aku juga minta maaf karena sudah mengganggumu dan Khun Beauty tadi."
"Tidak mengganggu sama sekali. Khun Beauty dan aku keluar bersama karena ada beberapa bisnis dan makan siang bersama setelahnya."
Orn langsung kembali sumringah mendengar Tee bersama Beauty cuma karena masalah bisnis. Dia sudah terlalu cemas tadi, Tee tidak marah padanya, kan? Tentu saja tidak.
"P'Tee, kau orang yang paling manis sedunia! Kalau begitu, met malam."
"Selamat malam."
Seua nyinyir. "Ngucapin met malem sama siapa sih? Tuanku genit."
Tee akhirnya mengalihkan perhatiannya pada Seua lagi. Tapi baru sedetik bicara dengan Orn, Tee langsung memikirkan Beauty dan kebersamaan mereka tadi. Tanpa sadar, senyum Tee mulai merekah.
Tapi sedetik kemudian dia sadar dan cepat-cepat menghapus kenangan itu dari pikirannya.
"Hei, kau. Apa kau pernah mabuk gara-gara bau Aroma?"
"Aroma? Apaan tuh? Bisa dimakan?"
Beauty sendiri lagi galau dan tidak bisa tidur. Mending dia ke Tee aja deh... tapi nggak deh! "Aku tidak akan pergi kepadamu lagi. Akan kubiarkan kau minta maaf pada cewek sok imutmu itu dan berbaikan semaumu! Aku tidak akan terbang ke sana hanya untuk melelahkan diriku."
Keesokan harinya saat baru tiba di pabrik, Beauty berpapasan dengan Korn. Beauty tak suka bertemu dengannya dan berusaha menghindar.
Mengira Beauty jutek karena masih marah pada Pat, Korn berusaha memintanya untuk memaafkan Pat. Lagipula mereka kan saudara.
Tepat saat itu juga, seorang karyawan melapor ke Korn bahwa ada masalah besar di pabrik baru.
What? Pabrik baru? Beauty jelas heran, di mana pabrik baru itu? Korn canggung menyangkal, bukan pabrik baru yang dimaksud, melainkan pabrik di Lad Loom Kaew.
Beauty tak percaya. Pabrik di sana kan sudah dibangun bertahun-tahun yang lalu? Kenapa masih disebut sebagai pabrik baru? Korn beralasan kalau si karyawan tadi ngomongnya cuma karena kebiasaan saja. Dia lalu buru-buru mengalihkan topik dan menyuruh Beauty masuk kerja.
Curiga, Beauty langsung mendatangi kantornya Tee untuk menanyakan masalah pabrik baru itu. Tapi Tee juga menyangkal adanya pabrik baru itu. Memangnya dari mana Beauty mendengarnya.
"Aku mendengar seorang karyawan memberitahu paman bahwa ada ledakan mesin karena ada seseorang yang menembaknya di pabrik baru."
"Mungkin kau cuma salah paham. Kurasa lebih baik kau mengurusi urusanmu sendiri."
Tee lalu menyerahkan sebuah amplop pada Beauty. Maksudnya apa, nih? Apa Tee memecatnya? Menurut Tee, trainingnya Beauty di pabrik sudah cukup, jadi sekarang Beauty harus training jadi sales.
"Kau menyuruh wajah sepertiku ini... jadi sales?"
"Kalau kau ingin belajar, maka kau harus training di setiap departemen."
Beauty tak setuju. Wajahnya ini kan terkenal di seluruh negeri. Bagaimana kalau sampai orang-orang minta foto-foto sama dia? Bagaimana dia bisa training kalau seperti itu?
"Tentu saja kau bisa. Pelanggan hanya peduli dengan produk di outlet kita di Hua Hin. Takkan ada seorangpun yang berpikir kalau kau bekerja di sana."
Beauty kaget mendengarnya. "Outlet di Hua Hin (sekitar 2 jam perjalanan dari Bangkok)?"
"Betul. Bukankah kau punya rumah di sana? Cepat kemasi barang-barangmu. Akan kuantar kau ke sana."
Korn pergi menemui Jade untuk membahas masalah penembakan mesin yang menyebabkan ledakan di pabrik barunya. Dia jelas-jelas mencurigai Jade sebagai pelakunya karena belum banyak orang yang mengetahui masalah pabrik baru itu.
Jade bersikeras menyangkal. Sungguh bukan dia atau siapapun di perusahaannya. Mereka kan teman, bukan musuh.
"Kalau begitu siapa?"
"Saya tidak tahu. Ngomong-ngomong, apa Thanabavorn sudah tahu tentang pabrik itu?" Tanya Jade. Tapi Korn tak menjawabnya.
Dalam perjalanan ke Hua Hin, Beauty lagi-lagi membahas pamannya dan pabrik baru itu. Apa mungkin pamannya membangun pabrik baru tanpa sepengetahuan Tee?
"Tidak mungkin. Paman Korn sangat mencintai Thanabavorn, apa kau tidak tahu itu?"
"Aku mendengarnya dengan telingaku sendiri. Terserah kau mau percaya padaku atau tidak!"
Tee lalu mampir ke rest area terdekat dan kembali tak lama kemudian dengan membawa banyak makanan. "Mau?"
"Nggak. Aku bisa gendut nanti."
Tee tak peduli dan langsung saja menjejalkan bakso ke mulut Beauty. Ujung-ujungnya Beauty sendiri yang menikmati semua makanan itu sepanjang jalan, sementara Tee sibuk menyetir.
Tee lalu menyalakan musik, tapi lagu yang dimainkannya adalah lagu folk Thailand. Beauty sampai kaget. "Kau mendengarkan lagu seperti ini juga?"
"Kenapa? Apa kau tahu lagu ini?"
Beauty langsung saja melantunkan lagu itu dengan lancar sambil joget-joget. Tee tak menyangka kalau Beauty bisa juga memainkan lagu ini. Iya, lah. Dia kan sudah cukup lama bekerja di pabrik.
Tee menurunkan Beauty di depan toko. Dia hanya bisa mengantarkan Beauty sampai di sini biar dia tidak dikira punya backingan. Tee cuma memberikan amplop untuk Beauty dan menyuruhnya untuk menyerahkan itu pada manager toko. Tapi Beauty menolak dengan angkuhnya.
"Training sebagai sales akan membuatmu memahami kebutuhan pelanggan. Tapi kalau kau tidak mau melakukannya, maka kita kembali saja. Buang-buang waktu saja, aku sudah tahu akan begini."
Beauty sontak terprovokasi. "Siapa bilang aku tidak bisa? Aku akan membuat mereka menerimaku tanpa surat ini! Tunggu dan lihat saja nanti."
"Oke. Aku akan menunggu dan melihat."
Tapi ujung-ujungnya dia kasih juga tuh surat ke manager sambil bergaya bak eksekutif kelas atas. Si manager memberitahu kalau Beauty bekerja mulai besok jam 9.
Tapi dia menyuruh Beauty untuk datang lebih awal agar dia bisa mendapatkan arahan pekerjaan dari supervisor-nya. Beauty langsung pergi dengan angkuh, bahkan tanpa mengucap sepatah kata.
Manager sampai heran. "Kenapa kantor pusat terburu-buru mengirimnya kemari? Mereka bahkan belum mengajarinya sopan santun."
Melihat Pat cuma leye-leye di rumah, Korn berusaha memintanya untuk membantunya bekerja. Pat menolak, dia lagi nggak mood.
Kesal, Korn malah memaksanya untuk berbaikan dengan Beauty saja kalau begitu. Pat jelas tidak mau, tapi Korn tidak peduli dan langsung menelepon Beauty.
Beauty sedang jalan-jalan sendirian di pantai sambil selfie cantik saat Korn meneleponnya. Tapi Beauty tak mau bicara dengannya dan langsung me-reject-nya.
Korn jelas heran. Pat geli melihatnya. "Dia tidak mengangkatnya? Keponakan kesayangan ayah tidak mau bicara dengan ayah. Aku pergi kalau begitu."
Beauty jadi gelisah lagi memikirkan masalah pabrik baru itu. Apa sebenarnya yang sedang direncanakan Korn?
"Sampai kapan si gendut mata empat itu akan membuatku training? Ini sudah sebulan!"
Tiba-tiba dia ingat peringatan Dewi yang hanya memberinya batas waktu 3 bulan. Berarti sekarang tinggal 2 bulan lagi, apa yang harus dia lakukan kalau begitu?
Di tengah kegalauannya, matahari mulai terbenam dan Beauty mulai kesakitan. Seketika itu pula dia berubah jadi burung di sana.
Seua melihat tuannya sedang bersiul-siul memanggil Beauty. Saat Beauty tak kunjung datang, Tee langsung menyalahkan Seua dan mengomeli Seua untuk tidak berkeliaran terus. Beauty bisa ketakutan kalau melihat Seua.
"Hah? Kau menyalah kucing? Bingung aku sekarang."
"Kenapa kau bingung sekarang?"
"Gimana nggak bingung? Kurasa Beauty tidak datang karenamu, tuan."
"Apa kau mau tidur denganku? Ayo, sini."
"Si burung tidak datang, kau mengundang si kucing. Kau pergi saja sendiri, aku akan menunggu Nong Beauty di sini."
Beauty sendiri lagi heboh berputar-putar dengan panik, memikirkan waktunya yang tinggal 2 bulan. Apa yang harus dia lakukan?
Lalita juga cemas. Sekarang ini tepat satu bulan sejak Beauty berubah menjadi burung. Dan bahkan sampai sekarang, perkembangannya cuma sedikit.
"Lallalit masih diselimuti oleh keangkuhan sampai dia lupa kalau dia punya beban untuk membebaskan dirinya dari wujud burung."
Cemas, Lalita memohon pada Dewi untuk mengasihani Beauty dan memberikannya jalan. Dewi santai. Perubahan pasti akan selalu terjadi, bahkan dalam waktu yang sangat singkat. Tidak seharusnya Lalita berpikir terlalu cepat dan terburu-buru.
Beauty bingung harus bagaimana. Dia harus mengambil alih perusahaannya dan masih harus mematahkan kutukannya. Kalau dia jadi burung selamanya, bagaimana bisa dia mengambil alih perusahaannya?
Ah, dia harus mematahkan kutukannya dulu... Tapi bagaimana caranya kalau dia harus training setiap hari seperti ini? Ah! Beauty mendadak punya ide. Dia tetap bisa melakukan kebaikan bahkan selama dia training.
"Mulai sekarang, aku akan bekerja keras. Melakukan perbuatan baik, melakukan hal yang bermanfaat... dan mendapatkan pria untuk dicium. Seseorang seperti Lallalit tidak akan pernah menyerah dengan mudah! Kau dengar itu, penyihir jahat?!!!"
1 Comments
Lanjut.....
ReplyDeleteHai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam