Suasana ceria itu mendadak berubah canggung seketika. Apalagi Chaiyan malah sengaja mengompori Thit dengan merngkul Jee. "Mau bergabung bersama kami?"
"Silahkan saja. Aku tidak akan mengganggu." Kesal Thit lalu berbalik pergi.
Jane cepat-cepat menyusulnya sambil memegangi tangan Thit yang jelas saja membuat Jee sedih melihatnya. Patah hati, Jee berbalik mau masuk kembali. Tapi sedetik kemudian, Chaiyan melihatnya berbalik kembali hanya untuk melihat Thit yang semakin menjauh dengan sedih.
Tak lama kemudian, Chaiyan mendatangi Thit sambil nyinyir. Sepertinya kondisi Thit sudah lumayan membaik, dia punya perawat yang baik.
Tak mau kalah, Thit pun langsung balas nyinyir. Bagaimana dengan Chaiyan sendiri? Dia belum lama bercerai dan sekarang dia bersama orang lain dan teramat bahagia seperti ini. Apa dia tidak mempedulikan perasaan Piak sama sekali? Apa dia begitu tergila-gila sampai jadi egois begini?
"Jangan mengalihkannya padaku. Apa yang kaulakukan pada Jee sangat murah hati sekali, bro."
"Kenapa kau menjengkelkanku?"
"Saat aku ingin memulai dari awal dengan Jee, kau tidak terima padahal kau sudah memiliki orang lain. Ini namanya... posesif."
"Aku tidak posesif! Lakukan saja apapun yang kau inginkan."
"Kau yakin?"
"Kuperingatkan kau sekali lagi. Jika kau tidak bertobat, maka kau akan menyesal sepanjang sisa hidupmu."
"Kurasa tidak. Aku yakin ada orang lain yang akan sangat menyesal lebih daripada aku!"
Tepat saat itu juga, Jane datang membawakan minuman untuk mereka. Chaiyan langsung nyinyir menyuruh Jane untuk menggunakan air itu untuk meredakan apinya Thit sebelum dia meledak. Jane bingung melihat mereka, apa mereka bertengkar?
"Dia terlalu tergila-gila." Kesal Thit
"Jadi dia benar-benar berhubungan dengan P'Jee?"
Di rumah Guru Arie, Jee termenung sedih memikirkan pertemuannya dengan Thit tadi, apalagi saat dia memikirkan kedekatan Thit dengan Jane.
Melihat itu, Guru Arie menyarankannya untuk pergi menemui Thit saja kalau dia kangen. Rumahnya kan dekat. Dia datang jauh-jauh kemari tapi pada akhirnya tetap bertemu Thit. Kalau ini bukan takdir, lalu apa?
"Nggak lucu, Guru!"
"Nggak lucu, Guru?! Hei, lidahmu tajam banget padaku, tapi pada pria itu lidahmu langsung kaku."
Kesal, Jee berniat pergi. Tapi Guru Arie malah makin getol menggodanya dengan menyanyikan lagu cinta sampai Jee jadi sebal dan langsung pergi.
Thit sedang merenung di pinggir sungai saat tiba-tiba saja Jee berjalan di sekitar sana. Thit buru-buru bersembunyi di belakang pohon dan diam-diam memperhatikan Jee dari belakang.
Jee berhenti di dekatnya tanpa menyadari kehadirannya. Dia lalu mengambil bunga yang terjatuh dan mencoba menciumnya, tapi malah membuatnya mual-mual. Thit sontak cemas melihatnya. Dia hendak mendekat tepat saat Jee berbalik.
"Sepertinya kau sudah lebih baik. Aku senang untukmu." Sapa Jee.
"Ada apa dengan ibumu."
"Ibu menyelesaikan masalah untukku."
"Dengan cara menyingkirkan ayah tirimu dari hidupmu? Kau berniat balas dendam pada Sitta demi aku, kan?"
"Jika iya, apakah kita sudah impas sekarang?"
"Impas?"
"Jika ibuku masuk penjara karena aku, bisakah itu dianggap sebagai kompensasi untukmu? Bisakah nyawa kekasihmu dibayar dengan masa depan ibuku?"
Mendengar itu, Thit ingin menggenggam tangan Jee. Tapi Jee langsung menjauhkan tangannya dan memohon padanya agar mereka mengakhiri segalanya sampai di sini.
"Berakhir? Apa maksudnya?" Tuntut Thit.
"Kita berdua sudah cukup banyak kehilangan. Kita harus memulai hidup baru. Kuharap... ini akan menjadi gelombang terakhir yang menghantam kita. Aku berharap kau hidup dengan baik, hidup yang sempurna sebelum kau bertemu denganku. Tolong maafkan aku, Khun Sathit."
Sakit hati, Thit tanya apakah hidup Jee akan lebih baik tanpanya? Berusaha menahan air matanya, Jee mengiyakan pertanyaannya. Dia benar-benar bersyukur mengenal Thit. Walaupun hubungan mereka tidak baik, tapi dia benar-benar menghargainya.
"Jaga dirimu dengan baik. Sudah saatnya kau berbahagia."
Jee mengulurkan tangannya sebagai perpisahan terakhir. Tapi Thit langsung memalingkan mukanya. Dia hanya berusaha menyembunyikan air matanya, tapi Jee jadi salah paham dengan reaksinya itu dan membuat Jee jadi semakin sedih.
Jee sontak berbalik membelakangi Thit, berusaha menyembunyikan tangisnya. Thit mendekat, tapi dia cuma berdiri di belakang Jee tanpa melakukan apapun atau mengatakan apapun. Bahkan saat Jee berjalan pergi, dia cuma diam dan menatap kepergiannya dengan berlinang air mata.
Di kantor, Chaiyan tak sengaja bertubrukan dengan Piak sampai membuat barang-barang mereka berhamburan. Tapi yang paling mencengangkan Piak adalah buku-buku yang dibawa Chaiyan, buku-buku tentang kehamilan yang kontan membuatnya kesal.
Tapi saat Piak hendak mengambil passport-nya, Chaiyan melihatnya duluan dan langsung merebutnya. Piak mau pergi ke mana? Tuntutnya.
"Kenapa juga kau peduli?"
"Kau mau ke luar negeri untuk travelling atau apa?"
"Aku mau pergi atau mati, itu urusanku. Urusi saja urusanmu sendiri."
Saat Chaiyan bertemu Ayah Piak, dia langsung menanyakan masalah kepergian Piak. Apa dia mau pergi ke luar negeri? Kenapa dia pergi dan sama siapa? Apa dia mau pergi karena tidak tahan melihatnya?
Ayah nyinyir, apa Chaiyan pikir melihat wajah Chaiyan setiap hari itu mudah bagi Piak?
"Dia tidak perlu sampai segitunya untuk menghindariku. Jika dia tidak ingin melihat mukaku, akulah yang akan pergi. Aku tidak ingin menyusahkannya."
"Kenapa juga kau peduli dan menaruh perhatian? Jangan pura-pura bicara manis. Jika kau benar-benar mengkhawatirkannya, kenapa kau meninggalkannya?"
Jee mengunjungi Bibi Wadee dengan membawakan oleh-oleh yang barusan dibelinya di pasar. Kebetulan, Bibi Wadee juga baru saja memasak lotus wrap. Bunga lotusnya baru saja ia petik.
"Baunya enak. Ini bisa dimakan?" Heran Jee.
"Tentu saja. Rasanya juga enak."
Bibi Wadee lalu membungkus makanan itu di dalam kelopak bunga lotus dan menyuapkannya ke Jee yang kontan terkagum-kagum dengan rasanya.
Mendengar itu, Bibi Wadee langsung memberikan senampan untuk Jee bawa balik ke rumah Guru Arie.
Tapi saat Bibi Wadee menyinggung nama Thit, Jee tak nyaman dan cepat-cepat pamit pergi sambil membawa nampan makanannya.
Tapi di tengah jalan, dia malah tak sengaja bertubrukan dengan Thit. Keduanya sama-sama oleng karenanya, tapi keduanya sama-sama sigap saling menangkap satu sama lain.
Canggung, mereka berusaha saling menghindar tapi malah terus saling berselisih jalan. Thit akhirnya minggir dan dengan ketus mempersilahkan Jee jalan duluan.
Saat Jee melewatinya, dengan sengaja dia menyentuh tangan Jee. Tapi kemudian dia ketus memperingatkan Jee untuk tidak datang lagi kemari.
"Kalau kau ingin aku memulai hidup baru dan berbahagia seperti sebelum aku bertemu denganmu, maka kau harus pergi. Tinggalkan kehidupan semua orang yang ada di sini. Kalau kau masih di sini, aku tidak akan pernah bisa melupakan apa yang terjadi dan perasaanku."
Jee sedih mendengarnya. "Aku mengerti."
Jee pun pergi. Bibi Wadee rupanya mendengar semua yang dikatakannya barusan dan langsung mengkonfrontasinya. Thit bilang kalau dia tidak akan membalaskan dendam keluarganya lagi, terus kenapa dia masih mengganggu Jee?
"Aku tidak ingin dia berhubungan dengan kita lagi agar segalanya bisa berakhir."
"Tapi kurasa orang yang tidak mau mengakhirinya adalah kau."
Bibi Wadee lalu memperlihatkan koran yang memberitakan tentang kasus ini. Thit terkejut membacanya. Dia sungguh tidak tahu apa-apa. Dia hanya menyerahkan semua bukti pada pihak berwenang, masalah ini sudah tidak mempengaruhinya lagi.
"Baguslah kalau begitu, karena aku tidak tahan melihatmu menginjak-injak mereka padahal mereka selalu membantu kita. Sebenarnya, akulah yang berhutang (pada Jee)." Ujar Bibi Wadee sambil memperlihatkan akta tanahnya.
Rumah ini sebenarnya sudah dilelang sejak Tiw meninggal dunia. Tapi Jee dan ibunya mengembalikan rumah ini padanya karena mereka tidak tahan melihatnya tidak punya tempat tinggal.
Sekarang Thit mengerti kan kenapa ia tidak ingin membalas dendam pada mereka? Thit terkejut mendengarnya karena ini pertama kalinya dia mengetahui masalah ini.
"Dia membantuku walaupun aku tidak pernah memintanya. Tapi Nong Jee berkata kalau dia melakukan ini demi Tiw. Aku tidak tahu apakah kesalahannya dan kebaikannya bisa saling mengkompensasi satu sama lain, yang kutahu hanyalah kau berusaha menghancurkannya padahal dia melakukan segalanya untuk melindungi kita."
Dalam masalah ini, jika ada seseorang yang harus bertobat, maka orang itu adalah Thit yang tidak mau membuka hatinya. Mendengar itu, Thit sontak bergegas pergi mencari Jee.
3 Comments
padahal dramanya bagus sekali tapi kenapa para subber tidak ada yang mau ngebikin subtitle... sayang sekali.
ReplyDeletetx mba.. next
Semangat mb dah mau habis klu ga slh tinggal 1 episode lg
ReplyDeleteYa mb semangat 1 eps lgi...
ReplyDeleteHai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam