Resmi bercerai, Piak dingin mengucap selamat tinggal. Semoga Chaiyan beruntung tanpa dirinya dalam hidupnya.
"Bahkan sekalipun kita tidak bersama, bukan berarti kita harus saling membenci, Piak."
"Aku tidak sebaik itu."
"Suatu hari kita akan kembali saling tersenyum pada satu sama lain, bukan?"
"Tidak dalam kehidupan ini." Piak pun pergi tanpa sedikit menatap wajah Chaiyan. Tapi begitu berhadapan dengan Ayah, dia langsung menangis. "Sudah berakhir, Ayah. Mulai sekarang, hidupku tidak memiliki Chaiyan lagi."
Ayah sontak melempar tatapan tajam ke Chaiyan sebelum kemudian membawa putrinya pergi dari sana tanpa menyadari Chaiyan sendiri juga sedih.
Teringat ucapan Bibi Wadee bahwa Jee juga sakit dan di rawat di rumah sakit ainia, Thit berniat mau pergi mencari Jee. Sepelan mungkin dia berusaha menurunkan kakinya yang masih sakit tepat saat Jane datang.
Dia bingung kenapa Thit turun ranjang, Thit mau pergi ke mana? Tapi Thit ragu mengatakan alasan yang sebenarnya dan akhirnya hanya beralasan kalau dia cuma mau mencari udara segar.
Tak lama kemudian, Jane membawa Thit jalan-jalan pakai kursi roda di taman rumah sakit dan di sanalah Thit melihat Jee sedang duduk termenung sendirian di kejauhan. Thit pun langsung mengusir Jane dengan alasan minta air.
Sekuat tenaga dia berusaha bangkit dari kursi rodanya dan hendak berjalan ke Jee. Tapi tiba-tiba dia melihat Chaiyan muncul di tengah-tengah mereka dan langsung menghampiri Jee. Thit terpaksa membatalkan niatnya dan cepat-cepat menyembunyikan dirinya dibalik semak.
"Hidup ini aneh. Satu hari kita bertemu, dan satu hari lainnya kita berpisah. Tak peduli seberapa besar kita saling mencintai, bukan berartia kita bisa bersama. Orang yang kita cintai adalah orang yang paling menyakiti kita." Tutur Chaiyan.
Jee kaget mendengarnya, mengerti betul apa maksudnya. Chaiyan sudah muak dengan cara mereka yang selalu menggunakan cinta sebagai senjata, makanya dia mundur. Tapi saat mereka bercerai, ternyata dia yang jauh lebih terluka.
"Sekarang ini Khun Piak juga terluka. Jika kalian tidak berpisah, dia mungkin takkan tahu seberapa besar cinta kalian pada satu sama lain. Berilah Khun Piak waktu untuk berpikir dan dia pasti akan kembali padamu. Percayalah padaku."
Jee lalu memluk Chaiyan yang jelas saja membuat Thit cemburu. Tapi Chaiyan mengaku kalau dia tidak berharap sebesar itu. Dia tidak mau menunggu sampai saat mereka saling membenci satu sama lain, hari saat Piak bertanya-tanya kenapa dia bisa mencintai pria seperti dirinya.
"Aku harus menerima fakta dan hidup tanpa dia mulai sekarang."
Tepat saat itu juga, mereka mendengar suara Jane memanggil Thit. Jee senang melihat Thit ada di sana. Dia bahkan langsung berjalan mendekatinya. Tapi Thit yang cemburu berat, langsung membentak Jane untuk membawanya pergi dari sana.
Chaiyan tidak mengerti kenapa Thit menghindari mereka. Jee tahu alasannya, Thit pasti tidak ingin melihatnya.
Saat Thit kembali ke kamarnya, dia mendapati Piak sudah menunggunya di sana. Setelah Jane pergi meninggalkan mereka, Piak mengingatkan Thit akan janjinya sebelum kecelakaan itu terjadi.
"Bahwa kau akan membelikanku cheesecake kalau aku berpisah dengan Chaiyan. Ayo kita berpesta." Ujarnya sambil menunjukkan kotak kuenya dengan mata berkaca-kaca.
Saat itulah Thit melihat akta cerainya Piak dan Piak sontak menangis di pangkuannya. Thit tidak mengerti kenapa Piak tidak memberitahunya dulu sebelum dia melakukan sesuatu. Bukankah dia sudah menyuruh Piak untuk tenang.
"Kau sekarang tidak sendirian. Bahkan sekalipun kau tidak menginginkan P'Chaiyan, tapi anakmu masih membutuhkan ayahnya."
"Tapi jika anakku harus berbagi ayah dengan orang lain, maka lebih baik aku berbohong dan bilang ke anakku kalau ayahnya sudah mati."
"Apa maksudmu?"
"Jeerawat hamil dengan Chaiyan." Ujar Piak yang jelas saja membuat Thit shock dan semakin patah hati.
Berusaha menyembunyikan kehamilannya, Jee usul agar mereka minum-minum bersama setelah dia keluar dari rumah sakit nantinya. Minum-minum untuk melampiaskan kesengsaraan Chaiyan.
"Jangan pura-pura. Orang yang sedang sengsara adalah kau dan bukan aku."
"Kenapa?"
"Aku tahu apa yang terjadi denganmu. Kau hamil dengan Thit, kan?"
Shock, Jee berusaha bersikap pura-pura bodoh. Tapi Chaiyan terus mengkonfrontasinya. Kenapa Jee menyembunyikan masalah ini dari Thit? Mereka kan tadi bertemu dengannya, kenapa Jee tidak mengatakannya saja? Jee ngotot kalau ini tidak ada hubungannya dengan Thit.
"Tapi dia harus bertanggung jawab sebagai seorang pria."
"Akulah yang harus bertanggung jawab. P'Chaiyan, kalau kau ingin membantuku maka kau tidak boleh membiarkannya mengetahui masalah ini."
"Kau mencintainya, bukan? Lalu kenapa kau tidak menggunakan kesempatan ini untuk memulai segalanya kembali dengannya?"
Karena Thit tidak mencintainya. Jika dia menggunakan bayi ini untuk mengikat Thit, itu namanya egois. Chaiyan menegaskan kalau ini bukan masalah keegoisan, Thit harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
"P'Chaiyan. Aku tidak mau mengasihani diriku sendiri lebih daripada ini. Jadi tolong jangan memperumit aku lagi. Tolong bantu aku menutupi masalah ini. Kalau kau memberitahunya, aku akan melarikan diri bersama bayi ini dan takkan ada seorangpun yang akan melihatku lagi."
"Tapi bayi itu harus punya ayah, Jee."
"Aku punya cara untuk mengatasi situasi ini. Jangan lupa kalau aku juga tidak pernah punya ayah."
Malam harinya, Dao memotong sesuatu sambil video call dengan Jade. Dia memberitahu Jade bahwa Jee sudah keluar dari rumah sakit hari ini.
"Dan apa yang (kau) lakukan sekarang?"
"Jee lagi mandi."
"Aku tidak bertanya tentang Khun Jee. Aku bertanya tentangmu."
Heran dia berapa lama lagi mereka harus membicarakan Jee. Dao selalu memberinya update tentang Jee. Dia sampai bingung siapa sebenarnya pacarnya.
Tepat saat itu juga, Dao mendengar Jee keluar dari kamarnya dan langsung menyuruh Jade diam.
Tapi saat Jee mengendus bau makanan yang sedang Dao potong, dia langsung mual dan bergegas masuk ke toilet.
Cemas, Dao buru-buru memutus teleponnya dan menyusul Jee. Mengira Jee masih sakit, Dao menyarankannya untuk kembali periksa ke dokter saja.
Jee menolak dan beralasan kalau dia cuma keracunan makanan saja kok. Tapi Dao tidak percaya, soalnya belakangan Jee sering muntah-muntah, sebaiknya Jee memeriksakan diri ke dokter saja.
"Tidak usah. Aku ingin membawa Ibu ke tempat yang jauh dari para wartawan sambil menunggu putusan kasus biar Ibu tidak stres di rumah."
"Itu bagus. Dan kalian akan pergi ke mana? Aku akan ikut."
"Tidak usah. Kau kan harus bekerja. Aku akan mengurus Ibu sendiri. Dan saat dia sudah merasa lebih baik, aku akan kembali."
Keesokan harinya, Jee dan Khun Ying menemui pengacara untuk mendiskusikan aset milik Sitta. Sitta tidak pernah membuat surat wasiat, tapi sebagian asetnya adalah aset pernikahannya bersama Khun Ying.
Dan lagi, perusahaannya Sitta disita karena melakukan pemalsuan akta tanah dan korupsi, karena itulah nilai sahamnya anjlok. Jika ditemukan adanya korupsi di proyek lainnya, maka perusahaan itu akan bangkrut. Akan tetapi, Khun Ying tetap berhak mewarisi aset-asetnya Sitta.
Pengacara lalu memberikan sebuah akta tanah yang Khun Ying minta. Akta tanah itu lalu Khun Ying berikan pada Jee karena itu adalah akta tanah Bibi Wadee yang Khun Ying beli.
"Aku tahu ini sangat penting bagimu, makanya aku menyuruh mereka untuk mengambilnya dari perusahaan agar kau bisa mengembalikannya pada mereka. Ibu tahu kalau kau masih merasa berhutang pada mereka, kan?"
Jee benar-benar terharu mendengarnya dan langsung menggenggam erat tangan Khun Ying.
Di rumah sakit, Thit memberikan map berisi bukti-bukti korupsi dan suap yang dilakukan Sitta, semua bukti itu didapatnya dari orang dalam perusahaannya Sitta. Demi mendapatkan bukti-bukti inilah Way kehilangan nyawanya.
"Tolong berikan keadilan untuknya."
"Jadi kau mundur dari kasus ini?"
Thit membenarkannya. Serahkan saja bukti-bukti itu pada pihak berwenang untuk ditelusuri lebih lanjut.
Baiklah, kalau begitu Thit istirahat saja. Setidaknya orang yang melakukan ini sudah mendapat hukumannya.
"Hari ini akhirnya aku melihat karma itu ada."
"Kurasa ini bukan karma. Orang yang mendapatkan keadilan untukmu adalah Jeerawat." Ujar Chait
Thit tidak mengerti maksudnya. Chait memberitahu Thit bahwa pada hari kejadian itu, Jee mengejar Sitta. Chait yakin itu bukan kebetulan Sitta mati di hari yang sama.
"Kau curiga... kalau Jee yang melakukannya?"
"Aku cuma menduga-duga. Apakah ibunya berusaha melindungi perbuatan putrinya? Itukah alasannya tidak memperjuangkan kasus ini?"
"Menurutmu... Jee melakukannya untuk balas dendam demi aku?"
"Kau tahu jauh lebih baik daripada aku. Apakah menurutmu dia bisa melakukan hal sebesar itu untukmu?"
"Kenapa dia harus melakukan itu?"
"Alasan yang sama seperti saat dia selalu berusaha untuk menyelamatkan nyawamu."
Jane datang tak lama kemudian setelah selesai mengurus administrasinya lalu mengajak Thit pulang. Dia bahkan menyatakan bahwa dia akan menjadi suster pribadinya Thit mulai sekarang. Thit cuma tersenyum canggung mendengarnya.
"Belakangan ini pasti berat bagimu, yah?" Goda Chait
1 Comments
Lanjut.....
ReplyDeleteHai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam