Jee gelisah sepanjang jalan. Sitta dengan angkuhnya memamerkan mobil barunya itu, dia membelinya untuk Jee. Dia tahu kalau Jee sangat ingin balas dendam pada ibunya. Kalau Ibunya Jee tahu dia menghabiskan banyak uang untuk Jee seperti ini, Khun Ying pasti akan mati karena serangan jantung.
Dia bahkan langsung kurang ajar mengelus p**a Jee. Jika Jee mengingin apa yang dimiliki ibunya, maka Jee harus menyerahkan tbuhnya. Jee jijik dengan kelakuannya, tapi dia diam saja menyadari ibunya sedang membuntuti mereka.
Sitta membawa Jee ke sebuah hotel. Saat Khun Ying mau mengikuti mereka, anak buahnya Sitta berusaha mencegahnya masuk, tapi gagal.
Way tak percaya melihat apa yang barusan dilihatnya. Jadi mereka menyaksikan ibu dan anak memperebutkan satu pria dan pria itu adalah ayah tiri Jee.
Seandainya dia seorang paparazi, ini pasti akan sangat menarik. Thit merasa tidak ada yang bisa mereka selidiki di sini, lebih baik mereka pergi.
Sambil menggandeng mesra Jee, Sitta membawanya masuk ke lift. Jee benar-benar cemas dan terus menoleh ke belakang seolah mengharapkan ibunya menyusul mereka.
Dan syukurlah sebelum pintu lift menutup, Khun Ying berhasil mengejar mereka dan langsung ikut masuk.
Jee tampak begitu lega melihatnya dan Sitta jelas kesal. Khun Ying langsung nyinyir ke Jee. "Begitu kau mendapatkan mobil baru, kau harus membayarnya?"
"Wajar bagi seseorang untuk terobsesi dengan mainan baru. Siapa yang tahan dengan barang kadaluarsa." Kesal Sitta.
"Aku cuma takut kalau kau akan berpikir aku menjual barang refurbish. Jee bukan barang baru."
"Ini antara aku dan dia. Tidak ada hubungannya denganmu."
"Tidak akan kuizinkan kau membuat Jee sebagai gundikmu."
"Putrimu tidak keberatan."
"Jee adalah hartaku satu-satunya!"
"Jadi kau mau bernegosiasi harga?"
"Jika aku tidak mengizinkannya, kau tidak punya hak atas dia!"
Tapi Jee malah sengaja memprovokasi Khun Ying dengan mengingatkan kalau sekarang dia sudah dewasa, jadi dia punya hak untuk memutuskan sendiri. Dia bahkan menyatakan bersedia jadi gundiknya Sitta asalkan Sitta membuang wanita ini.
Begitu lift membuka, Sitta langsung menggandeng Jee keluar. Tapi Khun Ying sontak memisahkan mereka dan mengancam akan mengekspos kejahatan Sitta kalau dia tidak mau berhenti sekarang juga.
Tepat saat itu juga, Sekretarisnya Sitta muncul dengan menunjukkan sebuah berita terhangat sekarang ini. Fotonya Jee yang diambil Piak, sekarang sudah viral di internet.
Sitta kontan murka dan langsung menggampar Khun Ying sampai dia tersungkur ke lantai. Dengan kejamnya dia menjambak rambut Khun Ying dan menuduhnya menyebarkan berita itu karena cemburu dengan Jee.
Khun Ying pun terkejut melihat berita itu. Tapi alih-alih membela diri, dia justru memanfaatkannya untuk semakin mengancam Sitta.
Shock melihat apa dialami ibunya, Jee berusaha menolongnya. Tapi Sekretarisnya Sitta langsung menariknya pergi, memisahkannya dari ibunya yang disiksa makin kejam.
Piak tampak puas banget melihat berita skandalnya Jee itu. Tapi tentu saja saat Chaiyan turun tak lama kemudian, dia langsung pura-pura bodoh.
Chaiyan juga sudah melihat berita itu dan jadi stres karenanya. Besok mereka sudah harus syuting, tapi malah ada masalah ini. Bagaimana bisa ini masuk tabloid?
Piak dengan santainya menyalahkan Pim. Mungkin saja Pim yang membocorkannya ke media, soalnya Jee bersama Pim seharian ini. Dan Chaiyan mempercayainya begitu saja, karena inilah dia tidak ingin kedua wanita itu dekat-dekat satu sama lain.
"Apa kau tidak curiga siapa pria itu?"
"Jee bukan cewek gampangan. Terutama pada para pria yang menggunakan uang untuk merayunya, dia tidak akan peduli."
"Pantas saja, karena kau tidak kaya."
"Dan kenapa kau melibatkanku dalam hal ini?"
"Karena nang'ek-mu suka sekali menggunakan pesonanya. Kau harus berhati-hati. Berhati-hatilah karena kau mungkin akan menjadi mainannya yang lain."
"Kau seorang sudah cukup. Kau tahu itu? Hah?" Chaiyan gemas mengecp kepala Piak.
Dao dan Suki menunggu dengan gelisah dan cemas. Untunglah Jee pulang tak lama kemudian dan Suki kontan menginterogasinya. Sitta tadi membawa Jee ke mana saja?
"Aku bertemu ibuku."
Dao cemas mendengarnya. "Tidak terjadi sesuatu, kan? Kenapa kau tidak menjawab teleponku?"
Jee berbohong tidak terjadi apapun. Suki lalu menunjukkan berita skandal itu dan menyuruh Jee untuk menjernihkan masalah skandal ini besok. Jee malah santai. Bukankah itu berita itu lebih baik daripada berita kalau dia pelakor suami seorang produser?
"Apa kau sinis? Oke, oke. Yang penting kau kembali dengan selamat saja, aku sudah lega. Jadi aku bisa pulang dengan tenang dan bobok cantik. Dan besok kita bisa membicarakannya lagi dan memperbaiki apapun masalah yang datang."
Tapi sebelum pergi, Suki mengingatkan Jee untuk latihan skenarionya dan mengepak barang-barangnya untuk besok. Para kru akan datang untuk menjemput Jee ke lokasi syuting besok pagi.
Dao meyakinkannya untuk tidak khawatir, dia sudah mengepak segala kebutuhan Jee. Oke, kalau begitu, Suki pun pamit sambil cipika-cipiki untuk menyemangati Jee.
Jade dan Jane sama-sama lagi berusaha menelepon seseorang, tapi telepon mereka sama-sama tidak diangkat. Kesal, mereka langsung serempak menghembuskan napas keras-keras. Jade sampai bingung, dia kenapa?
Jane mangaku kalau dia lagi berusaha mencari seseorang, tapi teleponnya tidak diangkat-angkat. Apa Jade ingat dengan Nenek yang ternyata pengasuhnya Jee?
Loh, justru Jade juga sedang mencari nenek itu juga. Tepat saat itu juga, ponselnya Jade berbunyi. Pan yang menelepon dan Jane langsung merebut ponsel itu dan nyerocos menuntut keberadaan Pan dan Nenek Jan sekarang, tapi Pan langsung mematikan ponselnya dan tidak bisa dihubungi lagi setelah itu.
Jade kontan ngomel-ngomel memarahi Jane. Semua ini gara-gara Jane, padahal Pan menghubunginya tapi malah Jane yang mengangkat, makanya dia mematikan teleponnya.
Jee gelisah dalam tidurnya, memimpikan saat ibunya dibuli dengan kejam oleh Sitta, hingga dia tersentak bangun sambil berteriak memanggil ibunya.
Jee jadi tidak bisa tidur saking cemasnya. Teringat akan cerita Jade bahwa dia selalu menulis harapannya di pesawat kertas setiap kali ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, Jee pun membuat banyak pesawat kertas dengan disertai pesan di dalamnya.
Jade bercerita bahwa jika pesawat kertasnya berhasil mendarat di targetnya, maka harapannya pasti akan terkabul. Maka Jee pun mencoba menerbangkan pesawat-pesawat kertas itu ke arah tembok di seberang.
Sayangnya, pesawat-pesawat itu selalu gagal mencapai tembok seberang. Tapi Jee terus berusaha. Kali ini dia berdoa setulus hati lalu melempar pesawat kertas itu dan akhirnya kali ini sukses mendarat di tembok seberang. Jee akhirnya bisa tersenyum karenanya.
Dao muncul saat itu juga dan langsung mengambil salah satu pesawatnya yang di dalamnya tertulis harapan: Aku berharap ibuku baik-baik saja.
"Jee, kenapa kau tidak tidur? Sekarang sudah hampir pagi."
"Aku tidak bisa tidur. Aku tidak mengganggumu, kan?"
"Tidak. Tapi apa ini?"
"Seseorang menyuruhku untuk menuliskan harapanku di pesawat kertas dan menerbangkannya. Pesawat yang mencapai target akan mengabulkan harapanku."
Jadi Jee memikirkan ibunya. Dao jadi cemas, waktu dia bertemu ibunya hari ini, apa ada sesuatu yang mengganggunya? Jee mengaku kalau hari ini dia menyakiti ibumu, tapi dia tidak mau melihat ibunya terluka karenanya.
Kalau begitu, alih-alih menggunakan pesawat kertas, kenapa Jee tidak mengatakannya langsung pada orang yang ingin mendengar hal itu? Tidak ada gunanya kalau Ibunya Jee tidak mendengar kata-kata itu langsung dari Jee.
Keesokan harinya, Suki tiba di lobi apartemen Jee sambil menelepon Jee dan menyuruhnya turun karena mobil mereka sudah datang. Dia akan tunggu di bawah.
Tapi kemudian Suki melihat bayangannya di kaca dan langsung heboh sendiri. "Kenapa penampilanku jadi kacau begini? Cermin ajaib, katakan siapa yang paling jelek di antara mereka semua? Aku?! Oh, tidak! Aku harus bedakan! Jelek banget!"
Jee turun dan langsung berjalan keluar menuju mobil van yang terparkir di depan tanpa melihat Suki yang lagi heboh membedaki wajahnya.
Dan Suki sendiri baru sadar saat Jee sudah masuk ke mobil itu, padahal itu bukan mobil mereka. Waduh! Dia kontan panik berusaha mengejar Jee. Tapi terlambat, Jee sudah masuk ke mobil itu dan mobil itu pun langsung melaju membawanya.
Suki panik berusaha mengejar mobil itu. Baru melihat Suki di luar, Jee kontan panik berusaha membuka mobil itu, tapi tidak bisa. Mobil itu menguncinya di dalam bersama dua pria asing.
"Kalian mau membawaku ke mana?" Tuntut Jee. "Aku tanya kalian mau membawaku ke mana?"
Tapi tak ada seorangpun yang menjawabnya. Malah saat Jee berusaha membuka pintu mobil, salah satu preman langsung menodongnya dengan pstol.
Suki berusaha menyuruh supirnya untuk bergegas. Tapi sayangnya, mereka malah terkendala lampu merah di tengah jalan, sementara mobil penculik itu terus melaju kencang dan jadilah mereka kehilangan jejak Jee.
2 Comments
Makasih min...dilanjuut yaa...
ReplyDeleteMakiiin seruuu...lanjuutt ya kak scepatnya...☺️☺️☺️
ReplyDeleteHai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam