Sinopsis Kleun Cheewit Episode 12 - 1

Sinopsis Kleun Cheewit Episode 12 - 1


Saking cemasnya karena tidak bisa menghubung Thit semalaman, Jee menelepon Guru Arie untuk mengecek Thit. Tapi Guru Arie malah bilang kalau Thit tidak pulang semalam.

Kemarin Thit pergi sama teman polisinya, mungkin kemarin dia sudah pulang ke rumahnya sendiri. Jee jelas cemas mendengarnya dan bergegas pergi mencarinya.


Thit ternyata sedang bersama Bibi Wadee dan bersama-sama mereka memberikan derma pada biksu karena hari ini ternyata hari ulang tahunnya Tiw.

Biksu bertanya-tanya bagaimana perasaan Bibi Wadee, sudah satu tahun Tiw meninggal dunia, apa Bibi Wadee sudah merasa lebih baik sekarang?

"Jika Tiw ada di sini, dia pasti sudah berumur 26 tahun sekarang."

Bibi Wadee menangis teringat bagaimana Tiw biasanya bangun pagi-pagi sekali untuk membuat dua karangan bunga. Satu karangan bunga untuk menghormati ibunya, dan karangan bunga yang satunya untuk diberikan pada biksu.

Dulu mereka selalu melakukannya bersama-sama, tapi hari ini, itu tidak akan terjadi. Alih-alih merayakan ulang tahunnya Tiw, hari ini ia malah harus menyajikan persembahan untuk rohnya.

"Darah dan daging kita, terhubung sejak sebelum kita melihat wajah mereka. Tapi saat kematian memisahkan ibu dan anak, itu bukan sesuatu yang mudah dilupakan. Tapi hukum alam tak dapat dihindari." Ucap Biksu.

"Hari ini, aku mempersembahkan karangan bunga ini atas nama Tiw supaya saat Tiw mengetahuinya, dia akan tahu... bahwa dia akan selalu ada di dalam hatiku. Semua yang dilakukan Tiw dulu, aku akan meneruskannya demi dia. Termasuk mengurus Thit dan anak-anak. Jangan khawatir, Tiw." Tangis Bibi Wadee.

Tangisan Bibi Wadee kontan membuat Thit semakin marah pada Jee hingga dia mengepalkan tangannya erat-erat.


Jee tiba di depan rumah Thit dan mencoba memencet belnya, tapi tentu saja tak ada jawaban dari dalam. Thit pergi ke mana? Sejak semalam juga tidak bisa dihubungi, apa yang sebenarnya terjadi?

Dia hendak pergi lagi saat tiba-tiba saja Suki datang menyusulnya. Dia sungguh tidak mengerti kenapa harus Thit yang Jee sukai?

"Dan kenapa kau lebih menyukai pria daripada wanita?" Balas Jee. "Karena kita tidak bisa memilih dan memaksakan cinta, bukan?"

"Cukup, Jee. Apa yang terjadi mungkin bukan cinta, tapi cuma kelemahan. Itu saja."

"Tidak benar. Aku tahu perasaanku sendiri dengan baik. Bahkan Dao tahu kalau aku mencintainya."

"Baiklah. Kau mungkin mencintainya, tapi Khun Sathit mungkin tidak mencintaimu."

Jee heran mendengarnya. "Bagaimana kau tahu?"


Saat Thit kembali ke kantor, pegawainya memberitahu bahwa dia kedatangan tamu dan orang itu ternyata Khun Ying. Tanpa Thit ketahui, Khun Ying sebenarnya menelepon Jee agar Jee mendengar pembicaraan mereka.

"Tidak seharusnya kita bertemu di sini, Khun Ying, melainkan di pengadilan." Sinis Thit.

"Aku kemari untuk bernegosiasi. Bisakah kau tidak naik banding dalam kasus ini?"

"Dan apa alasannya untuk tidak naik banding? Aku punya bukti untuk menghukum pembunuh yang sebenarnya."

"Kalau begitu seharusnya kau tahu bahwa segala yang terjadi adalah kecelakaan."

"Kalau itu kecelakaan, lalu kenapa dia lari?"

Saat Khun Ying tidak mampu menjawab, Thit langsung menduga kalau Jee pasti berkendara sambil mabuk. Dia yakin karena dalam rekaman itu, Jee terlihat tidak bisa jalan dengan benar saat dia keluar dari mobil untuk mengecek Tiw. Dan pasti karena alasan itulah mereka mengganti supirnya.


"Aku yang mengurusi semua masalah itu sendiri. Jee tidak tahu apapun. Lagipula segalanya sudah berakhir."

"Belum! Jika malam itu putrimu tidak melarikan diri. Jika malam itu ada orang yang membantu Tiw daripada mengurusi kesalahan mereka sendiri, Tiw tidak akan mati dan tidak akan ada yang kehilangan seperti hari ini. Segalanya terjadi karena keegoisan seseorang. Seseorang harus membayarnya."

"Tapi Jee sudah melakukan segalanya untuk bertobat. Dia membantu Bibi Wadee dan membeli tanahnya yang disita. Dia bahkan mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan nyawamu berkali-kali. Semua kebaikannya bisa mengkompensasi kesalahannya."

"Tidak bisa! Kebaikan palsu tidak bisa mengkompensasi nyawa orang lain!"

"Memenjarakan Jee tidak akan membuat mendiang kekasihmu hidup kembali. Dia sudah tiada dan tidak akan pernah bangun lagi. Yang seharusnya kau pikirkan adalah mereka yang masih hidup."


Khun Ying lalu mengeluarkan buku ceknya, sebutkan saja berapa yang Thit inginkan. Dia boleh menulisnya sendiri.

Thit sinis mendengarnya, cara kuno dengan menggunakan uang untuk membeli harga diri dan martabat.

"Sebut saja ini saling membantu satu sama lain."

"Tapi menurutku, ini namanya perbuatan egois."

Tapi baiklah. Thit mengerti perasaan seorang ibu. Tak ada seorang ibu yang ingin kehilangan anaknya seperti yang dialami Bibi Wadee. Baiklah, Thit akan menjual harga diri dan martabatnya.

"Kalau begitu, katakan berapa yang kau inginkan? Tulis saja jumlahnya."


Tapi Thit malah menyobek-nyobek cek itu dan menyatakan bahwa harga diri dan martabatnya tidak bisa dibeli dengan uang. Harga diri dan martabatnya harus dibayar dengan harga diri dan martabat juga.

"Kau ingin aku berlutut dan memohon padamu?"

Tidak. Bukan harga diri dan martabatnya Khun Ying yang Thit inginkan. Orang yang bersalah lah yang harus bertanggung jawab.

"Jika putrimu tidak ingin masuk penjara, maka dia harus menggunakan keahliannya (t**uhnya) untuk menghapus kesalahannya."


Setelah Thit pergi, Khun Ying langsung kembali bicara dengan Jee yang masih shock setelah mendengar percakapan mereka barusan. Jee sudah dengar semuanya kan? Cinta yang dia sebut-sebut tidak pernah ada.

Thit tidak ada bedanya dengan para pria lain yang cuma ingin tidur dengan Jee demi kepuasan mereka sendiri. Lebih baik Jee meminta maaf saja pada Sitta, maka dia akan mengurus segalanya untuk Jee.

Jee sedih mendengarnya. "Cuma seperti inikah nilai hidupku?"

Suki benar-benar mencemaskannya, tapi Jee terlalu sedih hingga dia menolak bicara dengan siapapun. Dia memohon agar Suki membiarkannya sendiri lalu masuk mobil dan tangisnya pun pecah seketika.


"Jeerawat! Bangunlah dari mimpi bodohmu ini! Tak pernah ada seorangpun yang benar-benar mencintaimu. Kenapa... kenapa hidupku harus jadi seperti ini? Nenek, tolong aku. Rasanya sakit sekali, Nek..."


Chait tak percaya mendengar kesepakatan yang Thit buat dengan Khun Ying, Thit tidak akan sungguh-sungguh melakukannya kan? Mereka sudah sering menangani kasus tabrak lari, tapi berapa banyak pelaku yang benar-benar bertobat dan mengurus keluarga korban seperti yang dilakukan Jee?

Jee sudah sering dicaci maki dan dihina seperti anjing dan babi, tapi dia masih membantu Thit dan Bibi Wadee. Pikirkanlah baik-baik akan semua pengorbanan Jee untuk Thit selama ini.

Pikirkan saat Jee tertembak demi melindungi Thit, semua itu peluru asli. Dia benar-benar terluka dan hampir mati karenanya. Dan jangan lupa kalau dia adalah pengacara, tugasnya adalah menemukan alasan dari kesalahan yang diperbuat kliennya. Lalu kenapa Thit tidak bisa melakukan hal yang sama terhadap Jee?

Thit mengklaim kalau dia justru sedang memberi Jee kesempatan untuk menjelaskan alasannya melarikan diri malam itu. Jika Jee datang malam ini untuk mengakui kesalahannya, maka dia akan mengampuni Jee.

Tapi jika malam ini Jee datang padanya hanya untuk menukar t**uhnya demi membayar kesalahannya, maka itu artinya kesempatan terakhir yang dia berikan pada Jee, berakhir.


Saat Khun Ying datang ke rumah Jee malam harinya, cuma ada Suki di sana. Jelas saja Khun Ying langsung cemas dan berniat meneleponnya, tapi Suki ngotot menghentikannya dan memohon agar dia tidak menelepon Jee.

"Jika anda tidak menyayangi Jee, setidaknya kasihanilah dia. Jangan memaksa Jee lebih daripada ini. Jee tidak pernah mencintai siapapun, tapi saat dia mencintai seseorang, dia malah mengalami hal ini. Semua ini sudah cukup menyakiti Jee. Berilah Jee waktu."

Khun Ying akhirnya mengalah walaupun ia tidak bisa tenang memikirkan keberadaan Jee.


Thit menunggu dengan gelisah. Di satu sisi, dia sebenarnya berharap agar Jee tidak datang. Tapi Jee sudah tiba di depan rumahnya saat itu dan dengan kemantapan hati, dia pun masuk ke rumah Thit.

"Katakan padaku... bahwa kau datang bukan untuk kesepakatan yang kubuat dengan ibumu."

"Dan katakan padaku, jika aku tidur denganmu maka kau akan mengakhiri segalanya."

"Dan bagaimana kalau aku bilang iya?"

"Maka aku akan tidur denganmu."

Bersambung ke part 2

Post a Comment

2 Comments

Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam