Sinopsis The Eternal Love Season 2 Episode 6 - 2

 Sinopsis The Eternal Love Season 2 Episode 6 - 2

Jing Kang lalu pergi menemui Kaisar. Senang melihat salah satu putranya kembali setelah sekian lama, Kaisar memutuskan untuk mengabulkan apapun keinginan Jing Kang sebagai hadiah untuknya. Jing Kang mau apa? Katakan saja.


"Ayahanda, saya memohon agar Ayahanda melepaskan Kakak Yi Huai dari tahanan rumah." Itulah keinginan Jing Kang.

Dia meyakinkan Kaisar bahwa Yi Huai menyesali perbuatannya sepanjang hari dan malam, dia bahkan tidak makan dan tidur dengan baik. Jing Kang sungguh sangata mengkhawatirkannya.

Kaisar tampak kurang senang mendengar permintaannya itu. Ia mengingatkan Jing Kang bagaimana dulu permaisuri meninggal saat masih muda dan Yi Huai bertingkah karena kurang dididik dengan baik.

Dia bersalah karena menyalahi aturan dan menolak perjodohan yang Kaisar atur untuknya. Lalu bagaimana bisa Kaisar mempercayakan tugas penting padanya di masa depan nantinya?

Jing Kang meyakinkan Kaisar bahwa kemarin Yi Huai sangat menyesali perbuatannya sampai hampir saja bunuh diri dengan pedangnya. Karena itulah, dia memohon agar Kaisar membuat penilaian yang adil.

Kaisar kaget, Yi Huai sungguh menyesal sampai segitunya? Kaisar seketika luluh mendengar ucapan Jing Kang itu dan memutuskan bahwa Yi Huai akan dibebaskan dari tahanan rumah jika dia bertobat.


Lian Cheng kuno menatap penuh selidik pada Xiao Tan yang tengah menyeduh teh untuknya. Saat Xiao Tan menyajikan teh itu ke mejanya, Lian Cheng dengan sengaja terang-terangan memperlihatkan sebuah amplop dan dengan lantang memberitahu Yu Hao bahwa surat itu sangat penting.

Surat itu bisa membuat Yi Huai dalam masalah besar, jadi Yu Hao harus menjaga surat itu dengan baik, jangan biarkan siapapun mencurinya. Tapi Xiao Tan bahkan tidak menunjukkan emosi sedikitpun dan langsung pergi setelah menyajikan tehnya.

"Saat Kakak Yi Huai kembali, itu adalah kesempatan yang tepat untuk mencari tahu apakah Qu Tan Er adalah mata-mata. Awasi dia. Jika surat itu dicuri, segera laporkan padaku." Perintah Lian Cheng.
 

Dia lalu pergi menemui Liu Shang di kamarnya dan memberitahu Liu Shang bagaimana tadi para pejabat di istana memuji-muji pengetahuan dan kebijaksanaannya, padahal semua ini adalah berkat Liu Shang.

Sesuai prediksinya, Sungai Kuning meluap dan menyebabkan banjir dua hari yang lalu. Para pejabat berpikir kalau dia telah melakukan langkah-langkah pencegahan karena telah meramalkan banjir itu.

"Pangeran sungguh bijaksana. Bahkan tanpa saran saya, Pangeran sudah mengambil tindakan pencegahan."

"Tidak banyak orang di dunia ini yang bisa memprediksi banjir, bagaimana kau bisa meramalkannya?" Tanya Lian Cheng.

"Saya miskin sejak masih kanak-kanak dan pernah menjadi pengemis. Demi bertahan hidup, saya belajar meramal dari seorang biksu Taoisme. Jika saya tidak mampu melakukan hal sebesar ini, bagaimana bisa saja membantu Pangeran."

Dia juga sudah mendengar kabar yang mengatakan Kaisar sudah membebaskan Yi Huai dari tahanan rumah. Yi Huai pasti sudah membuat persiapan untuk beraksi kembali.


"Para pejabat saat ini mendukungku. Haruskah aku mengambil kesempatan ini untuk menciptakan konflik antara kakakku dan Selir Dugu?"

Liu Shang kurang setuju. "Perebutan tahta sangatlah berbahaya. Jika memungkinkan, Pangeran harus melakukan yang terbaik untuk menghormati persaudaraan. Jangan sampai Pangeran menyesali keputusan Pangeran sendiri."

Lian Cheng heran mendengarnya, apakah Liu Shang juga sudah meramalkan kalau dia akan menyesal? Secara ambigu, Liu Shang memberitahu Lian Cheng bagaimana dulu dia menyaksikan kakaknya meninggal dunia dalam dekapan ayahnya.

"Saat itulah saya menyadari bahwa apa yang sebelumnya saya anggap penting, sebenarnya tidak penting sama sekali. Penderitaan akan kehilangan keluarga akan membuat Pangeran tak tenang dan menyesal selama-lamanya. Saya harap Pangeran bisa mengerti."

 

Secara bersamaan, keduanya merasakan nyeri yang menusuk hati mereka dan refleks keduanya menyentuh dada masing-masing, yang jelas saja membuat Lian Cheng merasa aneh dan keheranan. Secara bersamaan, mereka sama-sama menurunkan tangan mereka dengan canggung.

"Kau terlalu mengkhawatirkan banyak hal," komentar Lian Cheng lalu pergi.


Tengah malam, Xiao Tan mengendap-endap ke dapur untuk mencari makanan. Baru saja dia menemukan pangsit kukus dan hendak menggigitnya, tapi tiba-tiba Lian Cheng muncul dan menegurnya. Panik, Xiao Tan cepat-cepat menyembunyikan pangsit itu di belakang punggungnya.

Lian Cheng, errr... dilihat dari sifat dinginnya kayaknya dia Lian Cheng kuno, mengomeli Xiao Tan karena dia lagi-lagi melanggar jam malam. Apa Xiao Tan baru akan kapok kalau dia dihukum cambuk?

"Saya... berjalan dalam tidur!" Alasan Xiao Tan. "Pikiran bawah sadar saya pasti terlalu putus asa karena makanan. Jadi tubuh saya bergerak dengan sendirinya dan membawa saya ke dapur."

Lian Cheng jelas tidak percaya. "Saat kau dihukum cambuk, kau bisa mengatakan hal yang sama pada tubuhmu untuk menerima hukuman. Serahkan benda yang kau sembunyikan itu."

Xiao Tan nggak mau. Lian Cheng lagi-lagi langsung mengancam akan menghukumnya kalau Xiao Tan menolak mematuhinya. Aish! Terpaksalah Xiao Tan akhirnya menunjukkan makanan yang disembunyikannya itu.


Gara-gara kemarin malam dia keluar tanpa izin, Kepala Pelayan menghukumnya tidak boleh makan seharian. Dia mungkin akan gagal ginjal kalau dia tidak makan sekarang.

"Pangeran. Kalau kali ini Pangeran membiarkanku, aku pasti akan berubah dan menjadi pelayan yang baik."

Alih-alih marah, Lian Cheng malah tersenyum tipis. Dia kemudiaan mengambil pangsit itu dari tangan Xiao Tan yang jelas saja membuat Xiao Tan langsung manyun.

Tapi yang tidak disangkanya, Lian Cheng kemudian kembali... dengan membawa satu keranjang penuh pangsit dan menyodorkan semuanya padanya. Duh, duh, duh, Lian Cheng perhatian banget... Yah, walaupun dengan muka dinginnya dia memperingatkan Xiao Tan untuk tidak menyia-nyiakan semuanya lalu berbalik pergi sambil tersenyum miring.

"Dia benar-benar pangeran skizofrenia," gumam Xiao Tan.


Keesokan harinya, Xiao Tan mengendap-endap keluar rumah. Tapi baru keluar dari gerbang, Lian Cheng malah sudah ada di sana seolah sudah menunggunya. (Err, entah dia Lian Cheng modern atau kuno)

Lagi-lagi dia mengomeli Xiao Tan karena mau menyelinap keluar rumah tanpa izin setelah kemarin malam dia ketangkap basah mencuri pangsit. Sepertinya Xiao Tan cepat lupa dengan pelajarannya.

"Pangeran satu ini, bukannya mengurusi negara, malah cari masalah denganku terus." Kesal Xiao Tan dalam hatinya.

Dia mengklaim kalau dia bukan mau menyelinap diam-diam, dia mau belanja ke pasar. Dan dia membuktikannya dengan memperlihatkan daftar belanjaan.

Tapi Lian Cheng tak percaya. Bukan Xiao Tan yang bertanggung jawab mengurus belanjaan hari ini. Xiao Tan pasti mengubah jadwal sendiri.

Canggung, Xiao Tan beralasan kalau dia sangat merindukan rumahnya, makanya dia mengambil resiko mengubah jadwal agar bisa keluar rumah. Dengan mempertimbangkan fakta kalau dia adalah anak yang berbakti, jadi tolong ampuni dia yah?


"Mengampunimu? Bisa, tapi ada satu syarat. Syaratku adalah kau harus berjanji 3 hal padaku."

Syarat pertama, Xiao Tan tidak boleh melakukan kontak mata dengannya. Xiao Tan sontak menurunkan pandangannya sambil membatin sebal. "Aku akan memperlakukannya seolah dia ular besar di Harry Potter yang akan berubah menjadi batu saat melihatnya."

Syarat kedua, Xiao Tan tidak boleh berinisiatif sendiri untuk mendekatinya... tapi Lian Cheng sendiri boleh mendekati Xiao Tan. Dia bahkan langsung maju mendekati Xiao Tan lalu menarik Xiao Tan ke dalam pelukannya. (Oke, kayaknya dia Lian Cheng modern)


Dan syarat yang ketiga, Xiao Tan tidak boleh memasuki kamar tidurnya. Xiao Tan setuju-setuju saja, tapi jika dia bisa melakukan semua itu, apakah Lian Cheng akan menyembunyikan masalah ini dari Kepala Pelayan? Lian Cheng setuju.

"Kalau Pangeran melanggar, Pangeran akan tersambar petir loh."

"Tapi kau tidak boleh pergi tanpa izin lagi."

"Baik! Terima kasih, Pangeran!" Seru Xiao Tan lalu masuk kembali ke rumah.

Senyum Lian Cheng memudar begitu dia sendirian, tangannya terkepal makin erat... meremas topeng kulit yang disembunyikannya di belakang punggungnya.

Dia berpikir bagaimana dulu dia mulai jatuh cinta pada Xiao Tan karena mencurigainya. Jika kali ini dia tidak ikut campur, maka sejarah mungkin akan terulang dan dia harus menjadi saingan cinta dengan sosok dirinya yang lain.


Tak lama kemudian, Xiao Tan masuk ke ruang kerjanya Lian Cheng kuno untuk menyajikan teh dan langsung bingung melihat Lian Cheng memakai pakaian yang berbeda. Kapan ganti bajunya?

"Setiap kali dia ganti baju, dia seolah berubah menjadi tiran yang kejam dan aku satu-satunya yang mendapat masalah." Batin Xiao Tan.

Saking konsennya baca buku, Lian Cheng mencari tehnya dengan meraba-raba meja. Alih-alh memberikan langsung ke tangannya, Xiao Tan malah cuma menggeser cangkirnya ke arah tangan Lian Cheng dan tak sengaja membuat Lian Cheng menyenggol cangkir itu sampai tumpah.

Lian Cheng sontak membentaknya dengan kejam, dan membuat Xiao Tan jadi mengira kalau kepribadiannya berubah lagi. Sambil menundukkan kepalanya, Xiao Tan memberitahu Lian Cheng kalau dia hanya menuruti aturan.

"Angkat kepalamu!"

"Saya tidak berani."

 

Lian Cheng tersenyum tipis melihat Xiao Tan tampak benar-benar ketakutan padanya, Lian Cheng langsung mendekatinya dan memaksa kepala Xiao Tan menghadapnya.

Tapi Xiao Tan tetap tidak berani kontak mata dengannya. Lian Cheng jadi berpikir kalau mungkin membuat Xiao Tan ketakutan saat di dapur semalam.


Dia akhirnya berbaik hati membiarkan Xiao Tan pergi lalu tanya ke Yu Hao tentang pengamatannya terhadap Xiao Tan. Yu Hao melapor kalau Xiao Tan tidak pernah masuk ke ruang kerjanya Lian Cheng tanpa izin dan surat itua masih berada di tempatnya.

Tapi memang ada yang aneh dari Xiao Tan, sepertinya dia sengaja menghindari Lian Cheng. Setiap kali Lian Cheng lewat, Xiao Tan selalu menghindar.

Lian Cheng tersenyum mendengarnya. "Aku menyadarinya juga. Mulai hari ini dan seterusnya, kau tidak perlu lagi mengawasi Nona Tan Er lagi."

Dia lalu menyuruh Yu Hao untuk membawakannya sekeranjang pangsit kukus. Yu Hao heran mendengar perintahnya, tapi dia tidak berani mempertanyakannya lalu pergi melaksanakan perintahnya.


Saat Jing Xuan datang tak lama kemudian, dia juga heran melihat Lian Cheng memesan sekeranjang pangsit kukus. Bukannya selama ini Lian Cheng tidak suka pangsit kukus?

Dia juga memperhatikan wajah Lian Cheng tampak bahagia sekali hari ini. Apa terjadi sesuatu yang baik? Lian Cheng cuma mesam-mesem gaje sambil memandangi pangsit kukus itu tanpa memberinya jawaban pasti. Tapi kemudian dia tanya.

"Adik, jika seorang wanita tiba-tiba takut melakukan kontak mata denganmu dan menjaga jarak, apa itu artinya?"


Oh, Jing Xuan mengerti, jadi semua ini karena seorang wanita. Hmm, kalau dari deskripsinya Lian Cheng tadi sih, itu adalah gejala rasa malu seorang wanita yang sedang jatuh cinta.

"Jika dia memberontak dan mengulangi kesalahannya, apa karena itu juga?" Lian Cheng.

"Kurasa saat seseorang jatuh cinta, dia akan berbeda dari biasanya. Seperti bagaimana Kakak yang tiba-tiba menyukai pangsit kukus sekarang. Tapi, siapa wanita yang Kakak bicarakan itu?"

Tapi Lian Cheng tetap bungkam, malah terpesona memandangi pangsit kukusnya. "Dulu aku sangat benci pangsit kukus, tapi sekarang, kupikir ini enak dan lezat. Aku bahkan tidak ingat kenapa aku membencinya."


Balum juga dia sempat melahap pangsit kukus itu, Yu Hao mendadak datang dengan membawa sebuah surat yang dikirim mata-mata mereka di istana. Sepertinya ada masalah mendesak sampai si mata-mata ingin bicara dengan Lian Cheng secara pribadi.

"Mungkin ada hubungannya dengan pengangkatan Putra Mahkota," duga Yu Hao.

Lian Cheng seketika melupakan pangsit kukusnya dan bergegas pergi, dia juga memerintahkan Jing Xuan untuk pergi ke istana dan menyelidiki apa yang terjadi.

Bersambung ke episode 7

Post a Comment

5 Comments

Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam