Sinopsis Yutthakarn Prab Nang Marn Episode 1 - 2

 Sinopsis Yutthakarn Prab Nang Marn Episode 1 - 2

Malam harinya, Ibu Tiri dan Da mengadakan pesta merayakan wisudanya Da bersama teman-temannya. Ayah datang tak lama kemudian, Da memanggilnya Paman dan berterima kasih karena telah menyelenggarakan pesta ini untuknya.
 

Ibu Tiri protes dengan gaya kecntilannya. "Kau bisa memanggilnya Ayah mulai sekarang sekarang. Hihihi!"

Ayah tak enak, tidak perlu memaksa. Da boleh memanggilnya Ayah kapanpun dia inginkan. Penampilan Da tadi bagus sekali, Ayah suka.

"Sungguh?... Ayah~~~"

Ibu Tiri langsung terkekeh gaje mendengarnya. Ayah lalu menyuruh Da menikmati pestanya, sementara ia sendiri masuk rumah. Tapi Ibu Tiri belum selesai, ia punya kejutan lain untuk Da.

Da jadi penasaran. Ibu Tiri bukannya langsung menjawab, malah ngikik lebay yang membuat Da jadi tambah penasaran.


Belum juga sempat Ibu Tiri mengatakan apapun, Rampha mendadak pulang dan langsung membentak mereka. Ibu Tiri menyambutnya dengan lebay lalu menawarinya minuman.

Kesal, Rampha langsung membuang minuman itu di hadapan mereka dan kontan membuat suasana pesta itu jadi tegang.

"Aku tanya ini pesta apaan?!"

"Khun P' menyelenggarakan pesta untuk merayakan wisuda-nya Nong Da. Apa ada masalah, Rampha?"

"Oh, cuma lulus dari kelas ~~~~, kau memberinya pesta wisuda?" Nyinyir Rampha.

"Nong Da tadi baru saja menyelesaikan pentasnya, dan dia berakting dengan sangat baik. Hahaha! Khun P menyelenggarakan pesta ini karena... Nong Da akan menjadi aktris pemeran utama di perusahaan!"



WHAT?! Rampha dan Da sama-sama kaget. Tapi yang satu kaget karena bahagia setengah mati dan yang satunya kaget karena murka setengah mati. Duo ibu dan anak tiri itu kontan jejeritan dengan lebay-nya.

"Tidak masuk akal!" Sinis Rampha merusak kebahagiaan mereka.

Da pikir dia bisa jadi pemeran utama wanita? Dia itu pendek, wajahnya lebar, muka kayak dia mau jadi pemeran utama wanita? Nggak pernah ngaca apa?

"Orang sepertimu, paling banter cuma bisa jadi pembantu!"

Malu dan tersinggung, Da langsung protes. Dia sungguh tidak mengerti kenapa P' Rampha bicara begitu padanya. Rampha mengoreksi, dia BUKAN kakaknya Da! Jangan pernah menganggapnya sebagai saudara.

"Iiih! Kau itu gede kaya kerbau dan kau menyebut dirimu 'Nong Da, Nong Da'. Dasar g~~~t!"


Ibu Tiri tidak terima, Da kan bicara baik-baik pada Rampha, kenapa Rampha malah bicara sekasar ini pada Da?

"Aku bisa jauh lebih kasar! Kau mau dengar, aktris yang sudah tidak tenar lagi?"

"Ini sudah keterlaluan, Rampha!"

"Karena tak ada seorangpun yang mau mempekerjakanmu lagi, makanya kau menempeli ayahku. Dan seolah satu belum cukup, kau juga membawa putri bodohmu ini untuk menempelinya juga. Oh, Ibu, Nong Da~~~ Dasar j~~~~g!!!"

Ibu Tiri sontak menjerit gaje sekencang-kencangnya. Kesal, Da langsung melayangkan tangan mau nampar Rampha, tapi gagal.


Rampha jauh lebih kuat darinya dan dengan mudahnya menjambak Da lalu mendorong mukanya ke kue tart. Ibu Tiri sontak menjerit makin memekakkan telinga dan orang-orang langsung berkumpul untuk merekam kejadian heboh itu. Tapi Rampha dengan sadisnya merebut ponsel salah satu dari mereka lalu mencemplungkannya ke baskom minuman.

"Masih mau mengambil foto?" Ancamnya pada para penonton.

Ayah keluar saat itu, tepat saat Ibu Tiri menampar Rampha. Tapi Rampha tak kalah sadis darinya dan langsung balas menamparnya bolak-balik.


Kedua wanita itu hampir saja jambak-jambakan, tapi Ayah mendadak membanting gelas dengan penuh amarah untuk menghentikan aksi mereka.

Tapi Rampha dengan cepat mengambil minuman lalu menyiramkannya ke muka Ibu Tiri yang kontan saja membuat Ibu Tiri jejeritan makin heboh bukan main lalu mewek.


Alih-alih membela Rampha, Ayah justru mengomelinya dan menasehatinya untuk memikirkan orang lain dulu sebelum melakukan sesuatu. Ibu Tiri jelas senang dengan reaksi Ayah dan langsung mewek pada Ayah.

Rampha jelas kecewa dengan reaksi Ayah. "Memikirkan dia? Lalu bagaimana saat Ayah membawa gundik Ayah ke dalam rumah ini! Apa Ayah pernah memikirkanku?!"

Pura-pura sok baik, Ibu Tiri dan Da kompak berakting melas dan meyakinkan Ayah kalau dia dan Da baik-baik saja, jadi Ayah jangan menyalahkan Rampha.

"Bisakah kalian berhenti pura-pura jadi orang baik?" Sinis Rampha. "Apa perlu kalian berakting setiap saat?"

Sayangnya, Ayah jauh lebih mempercayai Ibu Tiri dan mengancam Rampha untuk keluar dari rumah ini kalau dia terus bersikap kurang ajar seperti ini. Ibu Tiri diam-diam nyinyir pada Rampha. Sakit hati, Rampha langsung mengambil spanduk di sana lalu melemparkannya ke Ibu Tiri.

"Selamat! Kalian memiliki rumahku! Kalian mendapatkan ayahku! Berbahagialah dan nikmati diri kalian sepuasnya! Dasar lntah dan kutu penghisap darah! Terus saja hsap darah ayahku!"

Rampha langsung pergi dengan penuh amarah. Ibu Tiri dan Da terus pura-pura mewek. Tapi begitu keadaan aman sedetik kemudian, Ibu Tiri langsung berubah sumringah dan mengumumkan pada para tamu untuk kembali menikmati pestanya.


Rampha akhirnya pergi ke rumah seorang wanita yang dia panggil Bibi Aon. Pada Bibi Aon-lah Rampha menunjukkan sisi rapuhnya yang sangat berbeda dari sosok bengisnya di hadapan orang lain.

Bibi Aon sedang cuci piring saat dia datang dan Rampha langsung memluknya dan curhat tentang pertengkarannya dengan ayahnya tadi.

"Apa yang kau lakukan sampai kau dimarahi ayahmu?"

Rampha menghembuskan napas lelah. Bukan apa-apa sih, cuma yang sama seperti biasanya.

Prihatin, Bibi Aon berusaha menyemangati Rampha dengan pelkan. Tapi Rampha tiba-tiba meringis kesakitan, dia baru sadar kalau kaknya lecet.

Tapi dia menolak diobati, lagian ini cuma luka ringan. Bibi Aon ngotot mau mengobatinya, biarpun luka kecil, tetap tidak boleh diremehkan. Bibi Aon itu seorang suster, jadi Rampha tidak boleh membantahnya.

Rampha sungguh terharu dengan perhatian Bibi Aon. Setelah Bibi Aon memperban lukanya tak lama kemudian, Rampha berterima setulus hati pada Bibi Aon.

"Tanpa Bibi, aku tidak punya siapapun."

"Jangan bicara begitu. Kau masih punya ayahmu."

"Keberadaannya sama sekali tidak membuat perbedaan. Baginya, aku tidak ada."

"Jangan berpikir begitu. Bagaimanapun, kau adalah putrinya."

"Aku tidak ingin menjadi putrinya lagi, Bi. Lebiha baik aku jadi putri Bibi saja."

Mendengar itu, Bibi Aon langsung memluk Rampha bak seorang ibu yang menghibur putrinya.


Begitu Rampha tiba di kantor keesokan paginya, Samsib langsung menyerahkan dokumen berisi data kandidat sekretaris barunya Rampha... yang tak lain adalah pria yang kita lihat di adegan opening, Yuttakarn.

Yuttakarn bahkan sudah menunggu di mejanya Rampha saat itu. Yuttakarn menyapanya dengan sopan dan memperkenalkan dirinya.

Rampha menatapnya penuh selidik dan to the point berkomentar bahwa selama ini dia tidak pernah melihat ada pria yang ingin menjadi sekretaris.

"Karena saya beda dari pria lain."

"Kau lulus dari jurusan yang berbeda, kau tidak punya pengalaman sebagai sekretaris. Lalu kenapa kau melamar (jadi sekretaris)?"

"Karena saya rasa saya bisa melakukannya."

"Berpikir tidak bisa menjamin apa-apa. Maaf, aku tidak bisa mempekerjakanmu."


Yuttakarn tak menyerah begitu saja. Para sekretaris yang Rampha pecat selama ini adalah orang-orang yang lulus jurusan kesekretariatan dan berpengalaman. Iya, kan? Jika semua itu sungguh-sungguh berpengaruh pada pekerjaan, maka Rampha tidak akan mempekerjakan siapapun.

"Kalau begitu, menurutmu apa yang harus kau lakukan untuk bekerja padaku?"

"Saya harus mengerjakan setiap pekerjaan yang anda berikan tanpa cela. Tidak boleh ada satupun kesalahan... karena anda adalah seorang perfeksionis."

Yuttakarn dengan lancarnya menyebutkan berbagai macam hal-hal yang Rampha sukai. Semisal: Rampha suka kopi espresso 70 derajat celcius, dia lebih suka bunga tulip merah dibanding mawar merah karena menurut Rampha mawar merah itu terlalu klise.

"Saat marah, anda suka melampiaskannya dengan cara menghambur-hamburkan uang..."

"Dan memecat orang! Apa kau menyelidiki latar belakangku? Baguslah kau mengenalku. Tapi aku tidak pernah memiliki sekretaris pria sebelumnya."

"Tapi jika anda mempekerjakan saya, anda tidak akan kecewa, Khun Ramphapat."


Tiba-tiba percakapan mereka tersela oleh kedatangan Samsib yang melapor bahwa adegan akhir trailer film mereka hilang.

"APA?!"

Rampha langsung pergi ke ruang editing dengan diikuti oleh Samsib, seorang pegawai pria. Apa mereka sudah mengecek semuanya? Siapa tahu ada di hard drive lainnya!

"Saya sudah mencari-carinya, tapi tidak bisa menemukannya di mana-mana." Ujar si pegawai dengan takut-takut.

Samsib usul, bagaimana kalau mereka pakai saja video trailer-nya Frank untuk konferensi press malam ini. Rampha tidak setuju, itu jauh lebih buruk. Cepat temukan atau mereka semua akan dipecat!


Para pegawai kontan panik mencari-cari ke seluruh ruangan. Yuttakarn menyusul masuk tak lama kemudian, apa yang terjadi?

Rampha mengacuhkan pertanyaan Yuttakarn karena tiba-tiba dia memikirkan sesuatu lalu memerintahkan Samsib untuk mengecek keberadaan pra'ek sekarang juga.

"Kenapa?"

"Aku mau syuting ulang beberapa adegan lagi."

Hah?! Rampha ngotot ada beberapa adegan yang kurang bagus dan dia memang ingin syuting ulang adegan itu.

Samsib jelas bingung, trailer itu sudah harus di-release jam 8 malam nanti. Yang artinya, mereka cuma waktu kurang dari 10 jam. Bagaimana bisa mereka membuatnya tepat waktu?

"Bagiku, tidak ada yang namanya 'kita tidak bisa membuatnya'!"

Terpaksalah Samsib menurutinya dan bergegas pergi melaksanakan perintahnya.

Bersambung ke part 3

Post a Comment

7 Comments

Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam