Baru saja kiosnya Paman Peramal ramai, eh Li Bing cs mendadak muncul yang sontak saja membuat semua orang kabur ketakutan.
Mereka ingin menanyakan tentang Cui Bei. Paman Peramal akui kalau Cui Bei memang pernah mendatanginya, dan dia bilang bahwa Cui Bei memang terlahir dengan aura negatif, nasibnya buruk.
Waktu itu dia sudah berusaha menghibur Cui Bei, tapi Cui Bei terus saja meyakini bahwa dia akan sangat sial di Festival Qingming dan bertanya apakah dia punya cara untuk membersihkan kesialannya.
Jadi Paman Peramal bilang padanya untuk menjauhi kerumunan saat Festival Qingming dan menyarankannya untuk pergi ke tempat yang memiliki hawa Yin berat. Misalnya, bagian utara gunung.
Tapi sebenarnya dia juga tidak serius-serius amat tentang sarannya itu. Biasanya orang yang datang diramal kan tidak benar-benar butuh solusi, cuma butuh hiburan.
Yang jadi masalah sekarang, dengan sifat Cui Bei yang kadang terlalu serius, jelas dia menganggap serius saran Paman Peramal dan sekarang dia kabur menghindari mereka semua selama Festival Qingming.
Setelah memikirkannya, Li Bing yakin kalau Cui Bei mungkin punya alasannya sendiri. Jika tidak, kenapa dia hanya memedulikan Festival Qingming. Mungkin sebelumnya pernah terjadi sesuatu. Chen Shi menyarankan agar mereka mencarinya saja. Tapi harus mencari ke mana? Mereka harus mencarinya ke gunung yang mana?
Coba diselidiki dulu. Mereka pun mencoba menggeledah barang-barangnya Cui Bei dan tak sengaja menjatuhkan beberapa dokumen.
Salah satu dokumen yang menarik perhatian Li Bing adalah dokumen yang berjudul 'Catatan Liu Huan Zhang'. Sepertinya Cui Bei bakalan menginap karena dia membawa dua bajunya. Wang Qi jadi ingat kalau tahun kemarin juga Cui Bei baru kembali setelah Festival Qingming. Alibaba juga ingat kalau tahun kemarin, Cui Bei pulang dalam keadaan sepatunya basah.
Mungkin karena kena embun pagi, berarti dia sehari-semalam berada di luar ruangan. Seharusnya di area sini tidak banyak tempat yang bisa dikunjungi dengan jalan kaki. Wang Qi mendadak punya ide, pasti Gunung Tianchi.
Tepat saat itu juga, seorang petugas datang mengabarkan tentang seorang buronan yang kabur ke gunung. Mereka tidak tahu harus bagaimana, ditambah lagi, Shangguan Qin sedang tidak berada di MA sekarang. Makanya mereka memerlukan perintah Li Bing.
Buronan yang kabur itu adalah buronan dari penjara Departemen Hukum. Beberapa waktu yang lalu kan mendadak terjadi petir dahsyat di siang bolong, petir itu membuat penjara Departemen Hukum runtuh sehingga banyak buronan yang kabur. Ah, kalau dipikir-pikir, kejadian itu terjadi saat Cui Bei ada di sana. Dia benar-benar pembawa sial kah?
Sebenarnya sudah banyak yang tertangkap dan diadili, cuma satu buronan ini yang sulit. Buronan ini adalah seorang pencuri laut yang bukan hanya mencuri barang, tapi juga mencuri uang pemerintah dan membunuh banyak pejabat.
Namun sampai saat ini, barang curiannya dan komplotannya masih belum bisa ditemukan. Berarti dia penjahat yang berbahaya, Li Bing pun memerintahkan agar buronan ini segera ditemukan. Tapi, dia bilang kalau buronan ini sudah naik gunung. Gunung mana? Si Petugas mengaku gunung di sebelah timur, Gunung Tianchi.
Waduh! Ke tempat kaburnya Cui Bei dong? Gawat! Li Bing pun ganti perintah agar dia sendiri dan tim Aula Mingjing yang pergi memeriksa gunung tersebut.
Li Bing cs pun memacu kuda secepat mungkin ke Gunung Tianchi. Namun mereka harus berhenti di kaki gunung karena ada tiga jalan untuk naik ke gunung itu. Harus mulai dari jalan yang mana?
Li Bing menegaskan bahwa mereka tidak mencari Cui Bei, melainkan si buronan. Cui Bei sudah naik gunung sejak pagi, jadi sulit dikejar. Sedangkan si buronan baru naik gunung. Yang penting bisa menangkap si buronan agar dia tidak bisa menyakiti siapa pun.
Li Bing meyakini kalau si buronan tidak mungkin memilih jalan besar demi menghindari pelacakan. Jalan yang terlalu curam juga tidak mungkin dia pilih. Berarti, satu-satunya yang paling memungkinkan adalah jalan yang ketiga.
Mereka pun mulai menelusuri jalan tersebut. Namun Li Bing yang memimpin jalan, tak sengaja menginjak dua jamur khusus yang kalau diinjak bisa meledak dan mengeluarkan bau tajam. Cuma dua yang dia injak, yang lain juga belum menginjaknya satupun, tapi Li Bing menemukan lebih dari dua jamur yang terinjak.
Berarti kemungkinan benar jalan inilah yang diambil si buronan. Namun saat mereka melanjutkan perjalanan, tiba-tiba saja sarang lebah terjatuh dan seketika itu pula lebah-lebahnya langsung menyerang mereka yang jelas saja membuat mereka lari kelabakan.
Bahkan demi menghindari serangan lebah, mereka bahkan sampai harus mengubur diri mereka di dalam tumpukan dedaunan kering. Yang lain tidak kena sengatan lebah, cuma Li Bing seorang yang kena. Jelas saja yang lain jadi semakin meyakini kalau Li Bing kena sial gara-gara kemarin pernah berpapasan dengan Cui Bei.
Namun Li Bing ngotot menolak mempercayai kesialan. Tapi dia merasa kemunculan lebah yang tiba-tiba ini agak aneh. Pasti ada orang yang sengaja menaruhnya di atas pohon, jika tidak, tidak mungkin sarang lebah itu terjatuh tanpa alasan padahal mereka cuma lewat.
Pasti si buronan yang menaruhnya di sana untuk membuat orang-orang yang mengejarnya tersengat lebah sehingga pada akhirnya para pengejarnya bakalan harus ganti jalan untuk naik gunung. Namun ini jelas menunjukkan bahwa si buronan memang lewat jalan ini.
Cui Bei baru tiba di sebuah kuil di atas gunung. Di kuil inilah dia menginap tahun lalu sekaligus untuk melakukan upacara buang sial. Walaupun kuilnya besar, tapi entah mengapa penghuninya cuma satu orang, Pendeta Zhang. Dia yang menyambut Cui Bei dan dia pula yang memimpin upacara buang sial.
Hmm, tapi sepertinya Pendeta Zhang ini agak aneh. Saat Cui Bei menyerahkan sebuah aksesoris giok yang dia temukan di gerbang gunung, sekilas Pendeta Zhang tampak gugup sebelum kemudian mengakui kalau itu memang miliknya.
Bahkan setelah menyilahkan Cui Bei masuk dan hendak menutup pintu, Pendeta Zhang mengedarkan pandangannya ke segala arah dengan ketakutan.
Upacara buang sialnya cukup singkat dan sederhana, malah terkesan asal-asalan. Cui Bei sampai bingung sendiri, karena seingatnya, ritual yang tahun lalu malah lebih rumit.
Namun Pendeta Zhang meyakinkan bahwa efeknya sama. Dia juga tidak mempermasalahkan uang persembahan yang Cui Bei berikan kurang jumlahnya.Dia benar-benar tampak terburu-buru dengan alasan mau pergi ke hutan untuk memetik tanaman obat.
Sun Bao dan yang lain terus saja heboh meyakini kalau Li Bing kena sial, tapi Li Bing ngotot tak percaya. Bahkan saat Li Bing cuma menyentuh pohon pun, mereka heboh banget saking khawatirnya.
Karena hutan ini penuh pohon yang tinggi, jadi Li Bing pun langsung memanjat salah satu pohon dan melihat keberadaan sebuah kuil di kejauhan. Namun tiba-tiba muncul anak kucing entah dari mana, lalu Li Bing mendadak bersin keras banget sampai dia kehilangan pijakan dan akhirnya jatuh dari pohon.
Jelas saja semua orang jadi semakin meyakini kalau Li Bing memang kena sial. Dia terus yang kena sial sedari tadi. Untungnya Li Bing baik-baik saja, anak kucing yang tadi juga mendadak jatuh ke atas kepalanya. Li Bing memperhatikan kalau anak kucing ini dipelihara manusia. Li Bing jadi yakin kalau Cui Bei pasti ada di kuil di atas gunung itu. Itu Kuil Tao, Kuil Tao mengumpulkan aura Yin.
Sementara Pendeta Zhang keluar, Cui Bei sedang menyapu sendirian saat tiba-tiba pintu kuil digedor dengan tak sabaran. Dia tidak tahu kalau orang yang dia bukakan pintu itu adalah si buronan. Karena Pendeta Zhang sedang tidak ada, jadi Cui Bei yang menyambutnya.
Lucunya, si buronan juga jadi ikutan kena sial. Saat dia hendak mengeluarkan pisaunya untuk menyerang Cui Bei, malah tak sengaja tangannya kena teko teh panas yang hendak Cui Bei sajikan untuknya.
Lalu saat Cui Bei berniat mengompres tangannya dengan lap dingin, tangannya malah semakin kepanasan karena ternyata lap yang dipakai ini, sebelumnya dipakai untuk membungkus lada. Wkwkwk!
Bersambung ke part 2
0 Comments
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam