Sinopsis Lost You Forever Episode 21 - Part 1

Dengan menggunakan status dan kekuasaannya sebagai Tuan Putri Haoling, Xiao Yao dengan garangnya adu bacot melawan para paman dan para sepupu yang berusaha menghalangi Cang Xuan masuk istana untuk bertemu Raja Xiyan... sampai akhirnya salah satu Paman memutuskan untuk mengalah dan mempersilahkan mereka berdua masuk. 

Xiao Yao pun langsung menggandeng Cang Xuan masuk bersamanya dengan kepala terangkat tinggi-tinggi. Tentu saja bukan berarti kedua paman benar-benar mengalah, mereka hanya mundur untuk sementara waktu sambil merencanakan rencana yang tepat untuk menyingkirkan keduanya.

Tak lama kemudian, mereka akhirnya tiba di Istana Zhaoyun dan masuk bersama ke dalam istana yang dulu mereka tinggali dengan penuh keceriaan dan kebahagiaan bersama kedua ibu mereka dan nenek mereka.

Namun sekarang hanya ada Raja Xiyan yang saat itu sedang tidur siang. Setelah mereka berdua memberi sujud hormat pada Raja Xiyan, Xiao Yao dengan lancangnya duduk di sofa di sebelah Raja Xiyan, sedangkan Cang Xuan tetap berdiri di tempatnya.

Namun Raja Xiyan sama sekali tidak marah, cuma agak kaget dan geli melihat sikap berani cucu perempuannya yang satu ini. Memperhatikan wajah cucu perempuannya yang telah lama hilang ini, Raja Xiyan berkomentar bahwa Xiao Yao sama sekali tidak mirip ibunya, tapi bentuk wajah dan bibirnya sangat mirip dengan neneknya. 

Persis seperti saat pertama kali Raja Xiyan bertemu mendiang istrinya dulu. Biarpun Xiao Yao tidak pernah melihat bagaimana wajah mendiang neneknya semasa beliau masih muda dulu, namun dulu neneknya Xiao Yao pernah secantik Xiao Yao. Wajah dan talentanya sangat terkenal di seluruh Dahuang, bahkan banyak sekali pria berbakat yang ingin menikahinya.

Xiao Yao cuma diam dengan tatapan mencemooh. Raja Xiyan langsung paham maksudnya, menurut Xiao Yao, neneknya sudah salah pilih suami? (Pfft!) Xiao Yao tak ragu untuk mengiyakannya.

Mengalihkan perhatiannya ke Cang Xuan, sikap lembut Kakek seketika berubah dingin, menuduh Cang Xuan tidak pernah pulang karena sudah melupakannya. Karena itulah, Raja Xiyan langsung to the point menanyakan apa sebenarnya tujuan kepulangan Cang Xuan? 

"Aku menginginkan Gunung Xiyan," jawab Cang Xuan jujur. 

Akan tetapi, dia dengan tulus berkata bahwa salah satu alasannya pulang adalah karena dia merindukan kakeknya. Tercengang sesaat mendengar pengakuan tulus Cang Xuan, Raja Xiyan memberitahu Cang Xuan bahwa para paman dan sepupunya juga menginginkan Gunung Xiyan.

Kalau Cang Xuan juga menginginkannya, maka Cang Xuan harus memikirkan caranya sendiri. Raja Xiyan tidak akan membantunya. Bukan berarti dia ingin bersikap kejam pada Cang Xuan, hanya saja, dia ingin Cang Xuan mendapatkan tahta melalui hasil usaha dan kemampuannya sendiri. Jika Cang Xuan mendapatkannya dengan cara diberi, maka Cang Xuan belum tentu bisa menjaganya.

"Aku mengerti," jawab Cang Xuan.

Tak lama kemudian, mereka keluar ke halaman tempat bermain mereka semasa kecil dulu. Pohon bunganya masih berdiri tegak, bunga-bunganya juga masih bermekaran dengan indah, namun ayunan yang dulu dibuat oleh kedua ibu mereka, sekarang sudah tidak ada. 

Xiao Yao sontak berkaca-kaca teringat kenangan indah masa kecil mereka bersama kedua ibu mereka. Namun sekarang kedua ibu mereka sudah tidak ada, hanya tersisa mereka berdua.


Keesokan harinya, Xiao Yao mendapati sudah ada ayunan baru di pohon itu, ayunan yang dibuat sama persis seperti ayunan lama. Pelayan memberitahu Xiao Yao bahwa Cang Xuan sendiri yang membuatnya sepanjang malam.

Cang Xuan sendiri sedang main Go bersama Raja Xiyan. Namun kemudian dia mulai menyadari kakeknya sudah semakin tua saat dia melihat tangan Raja Xiyan gemetar hebat. Bahkan memegang bidak pun hampir tidak kuat, namun beliau tetap berusaha untuk bertahan.

Raja Xiyan bertanya-tanya apakah Cang Xuan membencinya karena dia sudah mengabaikan Cang Xuan selama ini? Pertanyaan itu sontak membuat Cang Xuan membeku sesaat, namun dengan cepat dia menjawab bijak...

"Penderitaan bukanlah pengalaman yang disukai semua orang. Namun dengan mengalahkannya, semua kesulitan akan berubah menjadi kekuatan diri."

Tak lama kemudian, Xiao Yao datang tapi Kakeknya dan Kakaknya sedang keluar jalan-jalan. Namun para pengawal tetap mempersilahkannya masuk atas perintah Raja Xiyan. Memperhatikan tempat itu dengan lebih seksama, Xiao Yao mendapati barang-barang peninggalan neneknya masih utuh dan terawat dengan baik, termasuk alat pintal dan alat tenun, dan juga beberapa koleksi perhiasan cantik.

Xiao Yao berniat mencoba sebuah tusuk konde saat tiba-tiba terdengar suara Raja Xiyan yang mengizinkannya mengambilnya kalau dia suka. Namun Xiao Yao langsung mengembalikannya kembali ke kotak.

Xiao Yao menolak. Semua perhiasaan ini dimaksudkan untuk menarik perhatian pria. Bahkan sekalipun dia memakainya, bagaimana dia tahu apakah pria tersebut sedang melihatnya atau melihat perhiasan yang mencolok ini? Jika dia salah memahami perasaan orang padahal perasaannya sendiri tulus, maka dia sendiri yang akan rugi.

"Tak kusangka, dulu Nenek bersedia merias dirinya seperti ini (untuk suaminya). Tampaknya Nenek memang pernah menyukai Kakek."

"Bagaimana boleh mengomentari orang yang lebih tua?" protes Raja Xiyan.

"Aku ini bicaranya terus terang. Jika Kakek tidak suka mendengarnya, anggap saja Kakek tidak dengar. Lagipula, kemampuan kalian untuk pura-pura tuli itu nomor satu," sindir Xiao Yao.

"Ternyata temperamenmu seperti ini, dingin dan tidak berperasaan. Sangat berbeda dengan ibu dan nenekmu."

"Apa bagusnya seperti mereka? Hanya membuat diri sendiri menderita, menguntungkan para pria. Sudah banyak penderitaan yang kujalani dalam hidup ini, aku tidak mau dibuat susah oleh pria."

"Kau terlahir di keluarga kerajaan, bisa berpikiran seperti itu juga merupakan hal yang bagus."

Raja Xiyan lalu mengusir mereka dengan alasan ingin istirahat. Xiao Yao dan Cang Xuan pun pergi bermain ayunan seperti dulu, Xiao Yao yang main, Cang Xuan yang mendorong. 

Xiao Yao bertanya-tanya apakah Cang Xuan sungguh-sungguh ingin pulang dan menemani Kakek? Xiao Yao pikir kalau Cang Xuan membencinya. Cang Xuan mengingatkan bahwa selain kakek mereka, dia adalah raja suatu negara, jadi wajar saja jika dia menyakiti banyak orang, termasuk menyakiti mereka berdua.

Namun beliau mengorbankan dan menyakiti keluarga terdekatnya demi kebaikan seluruh negara. Sekarang semakin dia dewasa, Cang Xuan semakin mengerti pilihan Kakek. Sejatinya, saat Kakek menyakiti mereka, Kakek juga sedang menyakiti dirinya sendiri.

"Baiklah, aku tidak bisa menang bicara denganmu. Kelak aku akan bicara lebih hati-hati, tidak akan menyindirnya lagi."

"Tidak perlu begitu. Katakan saja apa yang ingin kau katakan. Kurasa Kakek suka kau lebih terus terang."

"Kakek kita bukanlah orang biasa, mampu menghadapi kebencianmu."

Xiao Yao bertanya-tanya, untuk menjadi pemilik Gunung Xiyan, apakah harus menjadi orang seperti Kakek yang berani dan tidak berperasaan? Cang Xuan tidak bisa menjawabnya sekarang karena dia sendiri belum mencapai posisi itu. Malah, dia bahkan tidak tahu apakah dia bisa melindungi Istana Zhaoyun ini.

"Apa aku perlu melakukan sesuatu?" tanya Xiao Yao.

Cang Xuan jujur mengakui bahwa dia sebenarnya sedang memanfaatkan Xiao Yao untuk membuat Tushan Jing memihaknya. Cang Xuan yakin kalau Xiao Yao sendiri pasti menyadarinya, kan?

Tushan Jing bukan orang bodoh, Jing tahu betul kalau memihaknya dan membantunya tidak akan menguntungkan Keluarga Tushan karena situasi saat ini lebih menguntungkan di pihak para paman.

Jadi jelas Jing berulang kali membantunya adalah karena Xiao Yao. Bahkan Feng Long dan Xin Yue juga menilainya karena mereka mempertimbangkan Xiao Yao dan hubungan dekat mereka berdua. Xiao Yao telah melakukan banyak hal untuknya. Xiao Yao bahkan kembali menjadi Tuan Putri Haoling demi membantunya kembali ke Gunung Xiyan.

"Dianggap sebagai orang terpenting bagimu, sudah merupakan bantuan terbesar untukku."

"Terlalu sedikit hal yang bisa kubantu."

"Xiao Yao, aku tahu kau tidak peduli tanganmu bersimbah darah, tapi aku peduli. Selama kau bersedia berdiri di sisiku, itu saja sudah cukup."

Bersambung ke part 2

Post a Comment

0 Comments